"Ku kira kau sedang tidur!"
Kurenai tidak menanggapi perkataan si pirang yang kembali berbalik memotong sayuran di talenan dengan tenang.
Dia tidak mempedulikan, jika dia sudah kepergok memasuki rumah orang tanpa permisi. Seolah-olah dia sudah terbiasa berintraksi dengannya.
Mengamati kegiatannya, Kurenai ingin mengintrogasinya. Tetapi dia ingat jika Shikamaru sudah mencobanya dan dia malah membahas situasi desanya.
Seakan identiasnya tak begitu penting untuk mereka. "...K-kapan kita pernah bertemu?" Kurenai coba mencari tahu tentangnya. Meski dia ingat tak pernah bertemu sebelumnya.
Kurenai ingin tahu, dari mana bentuk perhatian si pirang itu berasal.
"Ku kira kau akan menanyakan namaku ternyata bukan!?" pirang lanjut ngambil penggorengan dan menaruhnya di atas kompor.
Sedangkan Kurenai terus mengamati di ambang pintu dapur. "Ku pikir, kau mau merahasiakannya!" dia sedikit bingung dengan tanggapannya, berbeda dengan arah Shikamaru.
"Yah... memang benar, karena itu akan sangat merepotkan untuk dijelaskan!.." pirang sekilas melihat Kurenai di sela memasaknya.
"Seberapa jauh kau mengenal kami?"
Kurenai meyakinkan dirinya, jika sosok pirang itu mengenalnya, karena terlihat sedang memasak makanan kesukaanya.
Begitu juga dengan infomasi Shikamaru yang mengatakan kepedulianya tentang mereka di desa.
Pirang berhenti mengaduk masakannya, sebelum menjawab. "...Tidak banyak!",
Mengamati tingkahnya, kurenai pikir itu sebuah kebohongan. "Berapa orang yang benar-benar kau kenal? A-apa kau kenal Asuma?" untuk pertanyaan kedua napas Kurenai terasa berat.
Kurenai melihat pirang sedikt tersentak sebelum menjawab. "Soal itu, aku minta maaf!"
Kurenai ngedengar ada penyesalan dari nada bicaranya, dan itu mempengaruhi emosi. "K-kenapa? Apa kau tau sesuatu? Kalau kau mengenal kami, kenapa baru muncul sekarang?"
Pirang menghela napas dalam nenangin dirinya. "...Entah! Aku juga tidak tahu!" yang dia ingat terakhir sebelum balik ke masa lalu adalah perang kepanjangan.
Dia tak mungkin memberitahu Kurenai, karena korban terakhir yang dilihatnya adalah Kurenai sendiri.
Ada keheningan di sana dengan pikiran masing-masing.
Pirang dengan rasa penyesalannya atas kejadian sebelum datang ke sana serta Kurenai yang merasa ada yang salah dengan dirinya.
Kenapa dia bicara seolah menyalahkan kemunculan pirang yang terlambat itu penyebab kematian Asuma.
Itu salah.
Itu bukan salah pirang. Dengan menarik napas dalam, Kurenai nenangin dirinya.
Untuk beberapa saat mereka tak saling bicara lagi. Pirang lanjut memberikan bumbu terakhir masakannya sebelum kembali mengaduknya.
Kurenai yang mencium bau harum dari makanan disukainya perlahan berjalan untuk membantu pirang.
Dengan mata merahnya yang tak ingin lapas dari sosok pirang yang tersenyum, Kurenai menyiapkan wadah makanan yang sedang dimasak pirang.
"Bagaimana kau mengenal kami?"
Kurenai kembali memulai pembicaraan. Tentu saja dia masih penasaran dengan tingkah pirang yang perhatian padanya.
Pirang melirik Kurenai yang berdirinya hampir bersebelahan dan terlihat jelas Kurenai merasa canggung.
Tetapi kali ini pirang tak menjawabnya, membuat Kurenai kembali nanya. "Apa kau semacam penguntit?"