Daffa dan Daffi

3 0 0
                                    

Ada satu hal yang baru Shafa ketahui!

Rupanya Daffi adalah seorang guru magang di SMA Bayangkara3.

"Fuceeeeekkkkk! Gue nggak tahu kalau dia ternyata cuma gurumagang!" keluh Shafa di dalam bilik toilet. Ia menarik rambut panjangnyafrustrasi karena satu fakta mengejutkan. Yang mana artinya dalam beberapaminggu, Daffi tidak akan mengajar di sini lagi.

Percuma dong Shafa jauh-jauh ke sini, sementara alasan diapindah akan pergi ke antah berantah.

Daffi yang entah siapa nama panjangnya—Shafa tidak tahu—adalahseorang pria yang usianya baru menginjak 23 tahun, terpaut 7 tahun jauhnyadengan Shafa. Orangnya tinggi dan berisi, memiliki rambut berwarna hitam yangselalu pendek. Iris matanya berwarna cokelat dan ada tahi lalat di dagu.

Daffi memiliki watak penyayang dan ramah, terbukti dengansenyum hangat yang selalu terpatri di wajah tampannya setiap saat. Terlebih beberapakali Shafa memergoki lelaki itu tengah beri makan kucing liar di halamanbelakang sekolah.

Sudah tampan, ramah, penyayang, baik hati, pintar, pekerjakeras, kurang apa lagi coba? Kalau Daffi bisa halalin Shafa sekarang, Shafasiap!

"Oke, sekarang tenang dulu," ucap gadis itu pada dirinyasendiri.

Napas ditarik lalu dihembuskan perlahan. Dilakukan secaraberulang sampai dirinya merasa tenang. Setelah dirasa tenang, gadis berambutpanjang itu melangkah keluar dari dalam bilik toilet. Memilih berdiri di depancermin wastafel dan melihat pantulan dirinya yang malang.

"Gue nggak bisa diam terus. Gue nggak mau tiba-tiba udahhari perpisahan sama bang Daffi. Masa bodoh sama surat. Kalau emang dia yangnulis suratnya, pasti ingat sama gue!"

PLAKK.

Kedua telapak tangan menyentuh keras masing-masing pipimulus tersebut. Shafa berusaha meyakinkan dan memantabkan diri tentang perasaanserta tekadnya. Ia tidak mau goyah dan tidak akan menyerah untuk mendapatkanpengakuan Daffi.

Akhirnya, gadis mungil itu keluar dari toilet. Sendiri. Menujuruang guru untuk menemui Daffi.

Namun tiba-tiba, dia tidak sengaja berpapasan dengan seoranglelaki. Punggung dan cara berjalan lelaki itu mengingatkannya dengan Daffi. Tidakdisangka ternyata lelaki itu memang benar-benar Daffi.

Shafa begitu senang karena akhirnya impiannya terwujud. Ia memanggilnama lelaki itu dengan berani dan lantang sembari menghampirinya.

"Pak Daffi."

Sang empu nama menoleh dan berhenti ketika sadar namanyadipanggil. Kemudian, menyunggingkan senyum ramah seraya bertanya, "Kamu yangdua hari lalu itu, ya? Ada apa?"

Rupanya Daffi mengingat Shafa sebagai orang yang mengajaknyabicara dekat gerbang sekolah dua hari lalu. Bukan sebagai tetangga, apalagigebetan.

"I-iya, Pak. Saya mau bicara sesuatu, boleh?" tanya Shafagelagapan. Sebenarnya dia takut ditolak, tetapi tetap memberanikan diribertanya karena waktu yang dimiliki tidak banyak.

Daffi tampak berpikir. Membuat Shafa pesimis ajakannya akanditerima. Namun, ternyata Daffi mengangguk setelah beberapa belas detik.

"Silakan," kata Daffi membuat Shafa mengernyit.

"Ehmm, bukan di sini, Pak. Kalau di taman aja gimana?"

"Boleh, ayo."

Suara ajakan Daffi yang riang menambah rasa bahagia Shafa.

Akhirnya mereka pergi bersama menuju taman belakang sekolah.Menarik perhatian murid lain sampai ada yang merasa iri. Beberapa ada yangbersiul, sedangkan yang lain menyoraki. Bukan karena Shafa, tetapi berkatkepopuleran Daffi.

Shafa yakin ada banyak siswi yang ingin diposisinya sekarangsedang menyumpahserapahinya.

Yah, mau bagaimana lagi, rezeki anak baik, hahah.

Sayangnya di tengah perjalanan, mendadak seorang lelakidatang menemui mereka berdua.

"Bapak mau ajak murid cewek ke mana?" katanya lelaki yangmengira macam-macam itu.

Sorot mata Shafa yang semula bersinar terang berubah muramsetelah tahu lelaki itu adalah Daffa. Dua kali dia mengganggu PDKT Shafa keDaffi. Entah kenapa selalu saja dia!

"Diam aja kamu. Saya cuma mau ngobrol sama dia," balas Daffimembela diri.

"Alah, bohong. Masa ngobrol di tempat sepi. Di sini kanbisa," sahut Daffa semakin membuat Shafa geram.

Namun yang aneh, bukannya serius, Daffi justru tersenyumlebar disertai kekehan kecil. Ia berjalan mendekati Daffa dan langsungmerangkulnya erat.

Shafa kaget melihat mereka begitu akrab, sehingga berpikirhubungan apa yang dua insan itu miliki.

"Kalian ... ." Shafa menginterupsi interaksi dua lelaki didepannya. Dengan ekspresi bingung, jari telunjuknya mengarah ke mereka.

"Kamu belum tahu, kah?" ucap Daffi masih tersenyum lebar,sedangkan lelaki satunya berwajah datar. "Kita ini kakak-adik!" lanjut Daffimengejutkan Shafa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 12, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sophia and Mr. DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang