Part 2 : Pertemuan Kedua..

91 4 1
                                    

Tepat seminggu setelah pertemuan Maura dengan pemuda itu, Maura tidak pernah bertemu lagi dengannya. Padahal, dua hari setelah pertemuan itu, Maura sedikit bersemangat saat Pandu mengajaknya lagi ke Rumah Sakit karena dia bisa bertemu dengan pemuda itu.

Tapi ternyata dia tidak menemukan sosok yang ingin dia temui. Dia masih penasaran, magnet apa yang menariknya sampai dia tidak bisa berkutik saat melihat pemuda itu. Dia seperti terhipnotis. Maura sendiri bingung dengan yang di alaminya sekarang.

"Belakangan ini kau terlihat aneh! Biasanya kau selalu protes kalau kuajak ke tempat ini. Kenapa sekarang kau sedikit kegirangan ?" tanya Pandu yang menyadari sikap aneh sahabatnya.

"Tidak apa – apa. Aku hanya bersemangat karena hari ini ibumu sudah bisa pulang!" jawab Maura sekenanya.

Pandu hanya mengangguk mengerti. Dia yakin bahwa tidak ada hal yang disembunyikan Maura darinya.

Saat mereka melewati koridor Rumah Sakit, Maura menangkap sosok yang dia tunggu – tunggu selama satu minggu ini. Seketika wajahnya berbinar.

"Pandu, kau boleh duluan. Nanti aku akan menyusul!" kata Maura yang buru – buru melesat dari pandangan Pandu. Pandu hanya menarik napas dalam, lalu kembali berjalan ke ruangan tempat ibunya di rawat.

Sementara itu, Maura berkeliling sepanjang koridor. Dia juga mengelilingi taman Rumah Sakit tetapi dia tidak menemukan sosok yang dicarinya. Dia kehilangan jejak pemuda itu. Maura hampir frustasi. Namun saat Maura masih kebingungan mencari sosok yang membuat dia penasaran, tiba – tiba ada yang menepuk pelan pundaknya.

            "Kau mencariku, Nona ?"

Suara dari belakang mengagetkannya. Maura langsung menoleh ke arah belakang. Dan dia tidak percaya bahwa orang yang sedang ia cari, ada di depan matanya. Berdiri tepat dihadapannya. Maura tidak percaya ini. Wajahnya langsung pucat pasi. Dia ingin berlari dari tempatnya berdiri, tetapi dia tidak bisa melakukannya.

***

Maura masih tidak percaya bahwa dia sekarang sedang duduk satu meja dengan sosok pemuda yang satu minggu ini selalu meracuni pikirannya. Sebenarnya Maura tidak ingin memikirkan pemuda ini, tapi otaknya sepertinya sudah terhipnotis dengan sekali saja menatap senyum manis dari bibir pemuda ini.

Maura hanya mengaduk – aduk coklat panas yang sedari tadi ada di hadapannya. Dia tidak tahu harus memulai percakapan dari mana. Dia juga belum kenal dengan pemuda ini. Jangankan mengenalnya, melihatnya saja hanya sepintas tepat satu minggu yang lalu. Ini benar – benar pertemuan yang mendebarkan untuk Maura. Maura sudah tidak tahu lagi harus mengatakan apa saat dirinya tertangkap basah mencari sosok orang yang bahkan tidak ia kenal.

"Minumlah... Supaya tubuhmu hangat. Udara diluar sangat dingin." Kata pemuda itu.

Saat pertemuan mereka di taman tadi, hujan turun dengan derasnya. Sebab itu, pemuda itu mengajak Maura untuk berteduh di kantin Rumah Sakit.

"Namaku Dewa." Kata pemuda itu sambil mengulurkan tangannya. Dengan perasaan canggung, Maura menjawab "Maura.." serunya pelan. Pemuda itu terlihat mengangguk – anggukkan kepalanya.

"Sebelumnya kita pernah bertemu, kan ?" tanya Dewa. Maura kembali mengangguk. Entah apa yang membuatnya menjadi seperti orang bisu saat berhadapan dengan pemuda yang bernama Dewa ini.

"Aku hanya penasaran, kenapa kau begitu akrab dengan anak kecil. Maaf kalau aku mengganggumu." Kata Maura pelan.

Dewa hanya tersenyum simpul. Dia tidak mengatakan apa – apa untuk waktu yang lama. Itu membuat Maura menyangka kalau dia sudah salah bicara.

            "Mereka semua itu temanku." jawab Dewa.

            "Teman ?" tanya Maura ketus.

            "Iya, teman. Makhluk kecil itu selalu membuatku bahagia." Kata Dewa.

            Maura kembali diam. Orang aneh, pikir Maura.

            "Oh iya,  Aku harus pergi. Kuharap, kita bisa bertemu lagi."

Belum sempat Maura menjawa, Dewa langsung berjalan dan meninggalkan Maura sendirian. Maura hanya bisa menatap punggung pemuda itu sampai akhirnya menghilang di ujung koridor kantin.

            Yah,Ku harap kita bisa bertemu lagi, kata Maura dalam hati. 

***

Maura memandang sekitar rumah. Sepi.

"Eh, Non sudah pulang.." ucap wanita paruh baya yang tiba – tiba muncul dari arah dapur. Maura hanya melempar senyum tipis.

"Papa.... ada ?" tanyanya.

"Baru saja pergi. Beliau bilang tidak pulang malam ini."

            Tanpa memberi respon apa – apa lagi, Maura langsung menaiki anak tangga menuju  kamarnya. Saat sudah berada di dalam kamarnya, dia meletakkan tasnya asal. Dia buru – buru merebahkan tubuhnya di atas kasur. Sejenak dia memejamkan matanya. Maura merasa sesak dibagian dadanya. Dia... kesepian.

Jujur, hubungan Maura dengan papanya tidak terlalu bagus. Bahkan bisa dikatakan mereka tidak seperti layaknya ayah dan anak. Tapi Maura tidak mau memikirkan itu, dia tiba – tiba tersentak dan langsung terbangun lalu berjalan ke arah jendela yang berdiri kokoh dekat tempat tidurnya.

Disampingnya terdapat benda bulat yang berisi udara berwarna merah muda. Maura langsung tertawa kecil. Dia mengingat kejadian di Rumah Sakit. Mengutuk dirinya sendiri kalau apa yang di lakukannya tadi adalah sebuah hal yang benar – benar konyol. Hal yang bahkan tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Hal yang hanya dilakukan kepada pemuda itu saja. Pemuda yang bernama Dewa.

Seketika semua masalahnya, semua rasa sakit hatinya hilang hanya dengan membayangkan senyum pemuda itu.

Dan Maura masih berharap kalau dia akan bertemu dengan pemuda bernama Dewa itu lagi.

"Dewa ... Jadi namanya adalah Dewa...." gumamnya.

The DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang