Fushiguro

109 12 1
                                    

(Chapter kali ini dipersembahkan khusus untuk bapak Toji)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


(Chapter kali ini dipersembahkan khusus untuk bapak Toji)

Menjadi orang tua tunggal adalah hal yg sulit dilakukan. Membagi waktu antara bekerja dan merawat anak harus diatur dengan baik. Bayi adalah makhluk yg sangat sensitif dan lemah, oleh karena itu para orang tua harus merawatnya dengan lemah lembut.

Suara tangisan bayi menggema disebuah rumah sederhana. Di dalam rumah itu ada seorang ayah yg sedang berusaha membuat bayinya diam.

"shushh diamlah Megumi," orang itu berusaha memberikan susu sambil menimang-nimang anaknya. Wajahnya terlihat kelelahan, tapi dia tidak menyerah untuk menenangkan anaknya.

Sudah berjam-jam bayi itu menangis, tetangga di sebelah rumah mulai berteriak karena terganggu. Toji sebagai ayah anak itu hampir menyerah untuk menenangkan bayinya.

"Ayah lelah, Megumi!" katanya sedikit berteriak, "Berhentilah menangis dan minum susu aja terus tidur. Apa itu terlalu susah buatmu?"

Seakan mengerti perkataan sang ayah, Megumi perlahan berhenti menangis. Megumi memandangi ayahnya dengan mata berkaca-kaca.

"Kenapa harus kau yg selamat? Aku masih membutuhkan ibumu," Toji memandangi Megumi dengan tatapan yg tampak gelap dan putus asa.

Ya, ibu Megumi meninggal sehari setelah melahirkan Megumi. Dia sempat koma sampai akhirnya meninggal dunia keesokan harinya. Sebagai suami wanita itu, Toji tentu sangat bersedih dengan kepergian istri tercintanya. Jika istrinya tidak berpesan untuk menjaga dan menyayangi Megumi, sudah dipastikan Toji akan membuang anak itu.

Tangan kecil itu memegang tangan besar ayahnya. Toji sedikit tersentak dan tersadar dari lamunannya. Bayi itu mulai terisak lg, namun kali ini suaranya tidak terlalu keras.

Toji memeluk bayi itu, "Haah... maaf ya, aku ayah yg buruk. Ayah akan berusaha lagi".


























"Ayah... Ayah..."

Toji terbangun dari tidurnya, dia melihat anaknya yg hari ini sudah berumur empat tahun. Entah mimpi apa dia saat tidur, rasanya malas sekali untuk bangun.

"Hmm.. maaf Gumi bangunin ayah, tapi hari ini ayah janji mau bawa Gumi ke taman kan," kata anak itu dengan mata yg berbinar.

Sekarang Toji ingat, kemarin dia janji akan bermain dengan anaknya karena kemarin dia melewatkan hari ulang tahun anaknya. Walau pun rasannya malas dan mengantuk, tapi janji adalah janji. Mereka bersiap untuk pergi ke taman, tak lupa Megumi juga membawa bola yg ayahnya berikan sebagai kado ulang tahun kemarin. Mungkin itu hanya sebuah bola biasa, namun bagi Megumi itu adalah hadiah yg berharga.

Perjalanan yg tak terlalu panjang itu membawa mereka ke sebuah taman yg diisi beberapa permainan sederhana dan lapangan luas. Megumi sangat bersemangat untuk bermain dengan bola barunya.

Bukannya bermain, Toji malah mengambil tempat duduk di sebuah bangku taman.

"Megumi, kau main sendiri ya. Ayah masih ngantuk"

Megumi agak kecewa, tapi dia mengerti. Ayahnya bekerja siang dan malam untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, terutama Megumi.

Sementara ayahnya tertidur lg, Megumi menendang-nendang bola itu di lapangan taman itu. Dia mencoba juggling dan menendang bola itu. Sayangnya bola itu terlempar ke sekelompok anak yg sedang bermain juga.

Anak itu mengambil bola Megumi. Dari raut wajah anak itu dapat terlihat jelas, mereka ingin mengganggu Megumi.

"Permisi, maaf, boleh aku minta bolaku lagi?" Pinta Megumi.

"Hah? Jadi ini bolamu"

"Tapi sekarang tidak lg karena ini jadi milik kami"

Anak-anak itu memiliki badan yg lebih besar dari Megumi. Walau badannya kecil, Megumi bisa bergerak dengan lincah dan menjangkau bola yg dijauhkan anak itu.

Tapi sayangnya bola itu menggelinding keluar area taman. Menggelinding tepat ke arah jalan raya yg ada di samping taman itu. Megumi mengejar bola itu.

"Ish anak tadi menyebalkan," gerutu Megumi sambil mengejar bola.

Dia berhasil menangkap bola itu sebelum mencapai tengah jalan. Tapi disaat yg bersamaan ada sebuah truk besar yg melaju ke arah Megumi.

*Srruukkk *DAARRR










Tarikan cepat dari arah belakang Megumi berhasil menyelamatkannya.

"APA YG KAU LAKUKAN?! DASAR MENYUSAHKAN!"

Suara itu, suara ayahnya. Mata biru itu menangkap sosok besar ayahnya yg terduduk dipinggir trotoar sambil memeluknya. Wajah yg panik tergambar jelas di wajah itu. Ayah dan anak itu sama paniknya karena kejadian tadi.

Anak itu baru menyadari kalau bola yg tadi dia pegang sudah tidak ada. Dia kembali melihat jalan, bolanya gepeng, sepertinya bola itu sudah pecah.

"...af.. maaf," suara isakan mulai terdengar.

Toji terus memperhatikan putranya.

"Maaf bolanya rusak," anak itu menangis karena bolanya, "ukh padahal Gumi tau hiks.. ayah kerja keras untuk bola itu"

"Lupakan bolanya," Toji semakin memeluk erat anaknya, "Ayah bisa belikan bola itu berapa kali pun. Tapi ayah gak akan pernah bisa mencari pengganti Megumi".

Saat itu Toji sangat takut kehilangan anak yg dulu ia benci karena merenggut nyawa istrinya.





























'kalo dipikir lg, dulu aku gak benar-benar peduli dengan Megumi ya. Sekarang dia sudah masuk sekolah dasar,' batin Toji yg sedang memperhatikan anaknya yg bermain dengan temannya.

Kini dia merasa anaknya tubuh dengan cepat. Entah sejak kapan anak itu sudah sebesar ini. Sekarang dia sibuk bermain dengan anak seusianya. Waktu benar-benar cepat berlalu.

"Megumi, aku bisa buat cincin dari bunga. Uhum jadi apa kau mau menikah dengan ku?"

"Hah, cuma hal kecil gitu mau ngajak Megumi nikah? Jangan bercanda yuuji , liat nih aku bikin mahkota bunga"

"Yg diperlukan untuk nikah itu cincin, Sukuna"

Oh tidak, si kembar Itadori itu mulai lagi. Sebagai seorang ayah, mana mungkin dia membiarkan anaknya diambil orang.

Toji beranjak dari tempat duduknya, "Woy bocah, maksud kalian apa hah?!" Toji menampilkan wajah bengisnya yg dapat membuat anak kecil mengompol.

Ya, tidak ada ayah yg rela jika anak kesayangannya ingin diambil orang lain.















Author Note:
Seperti biasa saya gabut aja

bocil jjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang