1

37 4 0
                                    

burung burung berkicau, suara ramai menghiasi suasana hari hari di 'negara tanpa nama' yang terlapisi dinding dinding besar hampir mencakar langit.

lantunan berbagai alat musik di pinggir jalan menghiasi suasana ramai dan damai.

suara tawaan terdengar.

"hey bocah, kau tidur dan minum dot saja dirumah, kau tak akan menjadi seperti mereka-mereka" ujarnya dengan nada merendah

"lagi pula jika kalian mengikuti jejak mereka kalian akan mati konyol tanpa membawa apa-apa, yang ada membawa mayat" lanjut nya dengan pengakhiran kata membuat semua orang tertawa lepas.

seakan-akan 'tidak ada kebebasan'.
mereka seperti pasrah dengan dirinya yang terkurung oleh dinding-dinding besar dan diperbudak dengan orang yang lebih kaya dari pada mereka.

prinsip mereka adalah hidup damai di distrik ini sampai mati.

damai adalah sementara, kematian selalu mengikuti, kebebasan adalah abadi.


•••••

"eren" suara lembut yang dingin membuat bocah yang memiliki nama itu menoleh kepada sang pemanggil.

"kenapa mikasa?" menatap lawan jenis disampingnya

"e-eren kau menangis?" gadis ber syal maroon menatap cemas kepada saudaranya.

merasakan sensasi air yang mengalir ke pipi chubby nya, menyentuh air yang sedari tadi menetes tanpa mempunyai niatan berhenti.

dengan tatapan kosong, dirinya menatap mikasa dengan tangannya yang masih menyentuh pipi.

'tadi itu apa?' gumam eren

"kau mengatakan sesuatu eren?" ujar mikasa dengan tatapan cemas

eren menurunkan tangannya dan kembali menatap mikasa

"ah, tidak. aku hanya berusaha mengingat mimpiku tadi" ucap eren dengan menatap sekeliling

mikasa seakan penasaran, mimpi apa yang membuat eren menangis seperti demi kian?

"kau memimpikan apa eren?" tanya mikasa dengan tatapan mata datar mengarah kepada eren

"aku mimpi—ARGHH" belum sempat berbicara, kepala eren merasakan sakit yang sangat hebat seperti hal nya ingin terbelah menjadi dua bagian, sangat menyakitkan.

"eren kau kenapa?!" ucap bocah bersurai kuning sebahu yang baru saja sampai.

"entah, armin. kepalaku rasanya sakit ketika aku mengingat mimpiku" rintih eren

"bagaimana bisa, apa yang kau sudah lakukan?!" ucap armin khawatir sembari menyandarkan eren dipohon.

"eren ingin mengatakan sesuatu yang terjadi di dalam mimpinya, namun sebelum mengatakannya dirinya tiba tiba sakit kepala" ucap mikasa panjang lebar dan tak lupa pandangannya selalu mengarah eren dengan tatapan khawatir

"ini semua salahku, karena aku terlalu memaksanya menjawab. aku terlalu penasaran..." lirih mikasa

"penasaran apa?" ujar Armin

"aku penasaran, mimpi apa yang membuat eren sampai menangis tadi" kata mikasa

armin cukup syok tapi secepatnya menetralkan ekspresi nya, armin hanyut dalam pikirannya. 'apa yang membuat eren sampai menangis' batin armin

"eren menangis?" ucap armin menunjukan wajah penasaran

kedua bocah itu saling berpandangan dalam beberapa menit dan langsung menatap kearah eren yang menatap balik ke teman-temannya itu.

sky | eren yeagerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang