𝟎𝟎𝟐. 𝖲𝗂 𝖭𝗈𝗇𝖺.

877 141 1
                                    

𝙎𝙄 𝙉𝙊𝙉𝘼━━━

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𝙎𝙄 𝙉𝙊𝙉𝘼━━━

"NONA," suara halus sang pelayan menyadarkannya dari lamunan.

Gadis bersurai brunette dengan iris mata sehijau daun itu berbalik menatap sang pelayan dengan penuh senyuman.

"Bukankah balkon ini sangat indah Liana?" suara lirih keluar dari bibir mungil si Nona membuat Liana menghela nafasnya perlahan.

"Anda jangan berpikir untuk jatuh dari sini, Nona." ujarnya penuh penekanan hingga mata si Nona menyipit

"Bukankah terlihat menarik?" canda si Nona

"Nona.." Liana kehilangan kata-kata menghadapi majikannya yang satu ini.

Nona Muda itu membalikkan badannya menghadap ke balkon, netra hijau indahnya memandang indahnya bulan dengan tatapan kosong,













































"Dunia ini memang bukan tempat untuk wanita seperti kita, Kak."







































"Ah! Nona selamat datang!"

Ibu pemilik panti asuhan—Nyonya Green menyambut Si Nona dengan senyuman lebar, meskipun sorot matanya terlihat sedikit kelelahan.

"Halo." sapa si Nona ramah kepada pemuda jangkung yang sejak tadi berdiri disamping Nyonya Green.

"Wah, aku tidak menyangka akan menemukan anda disini, Tuan Moriarty."

Pemilik nama Willam James Moriarty itu hanya bisa tersenyum hingga matanya membentuk bulan sabit.

"Anda sendiri Nona? Apa yang membuat Nona tertarik dengan tempat seperti ini?." tanyanya

"Anak-anak,"

Bibir si Nona berujar dengan penuh percaya diri, sorot matanya beralih kepada anak-anak panti yang tengah bermain bersama, hingga tanpa sengaja matanya menyipit pelan.

"Anak-anak adalah makhluk suci yang dilindungi oleh Tuhan," ujarnya tertahan

"Sayangnya mereka terlalu suci untuk dunia yang kotor ini, benarkan Tuan William?"

Sorot matanya kembali menghadap ke si pemuda yang ber-title 'Raja Kriminal'  itu, netra hijau besarnya bertemu langsung dengan netra merah darah si Profesor Moriarty yang kerap disebut jenius muda itu.

Willam sempat berkutik untuk sementara waktu, kemudian bibirnya ternaik membentuk sebuah kurva.

"Ah, sayangnya anda benar sekali Nona. Dunia ini benar-benar kotor, begitupun dengan isinya."









































"Akhirnya Bawang putih hidup bahagia bersama si Pangeran, ta~mat." si Nona menutup buku tebal dengan title-Bawang Putih dan Bawang Merah itu dengan riang.

Banyak anak-anak yang bersorak atas akhir bahagia dari cerita tersebut, adapun yang protes dan mendelik tidak suka atas perlakuan Ibu si tokoh utama.

"Ibu Bawang putih benar-benar kejam!" seru salah seorang anak

"Hm! benar! Dia memperlakukan Bawang merah dengan baik, sementara Bawang putih diperlakukan dengan buruk! Itu benar-benar tidak adil!" seru lainnya

"Uh! Untung aku tidak mempunyai Ibu seperti Bawang putih!" ujar salah satu anak panti

"Jangan mengatakan hal seperti itu Alan, bagaimana pun di telapak kaki Ibu terdapat surga." jawab si Nona

"Aku tidak mempunyai Ibu," jawab Alan terus terang

"Aku juga." sahut anak panti yang lain

Mendengar itu seorang anak perempuan kemudian membuka suara,

"Kakak baik, Ibuku sudah dipaksa bekerja hingga mati oleh Bangsawan. Apakah aku tidak akan masuk surga karena tidak memiliki Ibu?"

Mendengar itu si Nona hanya terdiam sebentar, terlihat ia sedang berfikir.

"Masuk tidaknya seseorang di Surga miliknya itu ditentukan oleh amal perbuatan baik seseorang, tapi meskipun begitu, dengan selalu menuruti perintah Ibu kita akan mendapatkan banyak 'pahala' baik untuk masa depan kelak."

Anak-anak panti terpengangah atas nasehat si Nona, binar mata terlihat dari sorot mata polos mereka.

"Tapi Kakak baik, bagaimana jika orang-orang malah melakukan hal yang sebaliknya kepada kita, apakah kita harus diam saja atau malah.."

Si Nona terdiam sebentar mendengar ucapan salah seorang anak, kemudian tangannya tanpa sadar memainkan rambut seorang anak panti yang tengah terbaring di pangkuannya dengan tatapan sendu,

"Aku tahu jika ini berat untuk kalian, hormatilah orang lain, tapi..." dia menggantungkan kalimatnya, membuat anak-anak semakin penasaran

"—jika seseorang merendahkan dan menginjak harga diri kalian lawan lah orang itu," si Nona menarik nafasnya sejenak

"Kalian tidak boleh diam saja jika harga diri dan kehormatan kalian terinjak, baik jika itu dilakukan oleh seorang Bangsawan sekalipun." ujarnya sambil mengelus anak yang tertidur pulas di pangkuannya dengan lirih.








"Bagaimanapun Tuhan itu Maha Adil, percayalah itu."



"Bohong, kau pembohong."







Sementara dari kejauhan William hanya dapat menarik sebuah kurva halus di wajahnya,

Menarik.

Benar-benar menarik.













































































"Sampai jumpa Kakak Baik!"

Si Nona melambai kepada anak-anak panti dari balik jendela, sesaat kemudian kereta yang ditumpanginya mulai berjalan meninggalkan panti asuhan nyonya Green tersebut.

"Nona,"

"Hmm..?" Si Nona berbalik kearah Liana yang sedari tadi menatapnya lekat.

"Ada apa Liana?" tanyanya

"Anda berbohong kepada mereka." ujar si Pelayan dengan intonasi tenang, meskipun begitu si Nona masih dapat melihat sorot mengintimidasi dari matanya.

"Aku masih belum mengerti dengan ucapan mu Liana," balas si Nona tak mau kalah, masih dengan senyuman yang senantiasa bertengger manis di wajahnya.

"Tolong hentikan semua ini Nona."

Si Nona hanya menatap Liana dengan sorot mata kosong, kemudian terkikik.

"Sudah terlambat."





























𝘼𝙉𝙉𝙀𝙇𝙄𝙀𝙎𝙀 ━━━━━━
two; si nona end.

𝗔𝗡𝗡𝗘𝗟𝗜𝗘𝗦𝗘 ━━ 𝗆𝗍𝗉.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang