"Aku bantu, tenang aja."
Berkat Sandi, ia harus bergumul dengan kertas-kertas yang memuakkan ini. Meski ini untuk masa depannya juga, jadi ia tidak bisa mengeluh. Ini adalah pilihan hidupnya, jadi ia harus berusaha semaksimal mungkin.
Lelaki itu selalu memberinya sebuah website dan membantunya dalam memahami setiap materi dan pertanyaan berbahasa asing yang kemungkinan akan keluar dalam ujian PTN nanti. Setiap hari, lelaki itu tak pernah lelah mengabarinya hanya untuk bertanya persentase ia sudah paham dengan materi. Bahkan di tengah kesibukannya sebagai mahasiswa kedokteran.
Selagi Sandi sibuk, Sharen selalu menyempatkan membaca jurnal yang diunggah di google scholar atau pun buku-buku di perpustakaan nasional. Ia lelah, namun pertempuran ini bahkan belum dimulai.
"Kamu yakin?" tanya sang Mama yang kembali bertanya pada Sharen tentang pilihan Sharen.
Gadis itu mengangguk mantap. "Aku udah mikirin ini dari jauh, lagian nggak rugi juga, kan?" tanya Sharen sambil terkekeh pelan, berusaha mencairkan suasana karena paham akan kekhawatiran kedua orang tuanya.
"Tantemu ituㅡ"
"Papa nggak usah khawatir, ini murni aku yang mau, kok. Aku juga udah belajar dari lama, udah 80%. Aku cuman harus belajar lagi biar jadi 90%, sisanya tinggal ujian." Ucap Sharen meyakinkan sang Papa.
Pria paruh baya itu menghela napasnya berat, lalu mengangguk. "Papa sebenarnya khawatir, tapi jika itu sudah menjadi keputusan kamu, Papa bisa apa? Papa akan selalu mendukung kamu terlepas dari jurusan yang kamu pilih." Ucap Papa nya itu, membuat Sharen tersenyum lebar.
"Kamu jangan biarin orang lain ikut andil dalam keputusan kamu ini, Sharen. Mama nggak mau kamu ambil keputusan ini hanya demi omongan orang lain." Sharen menatap tangan sang Mama yang menggenggam jemari nya erat.
Sharen tersenyum. "Aku beneran udah mantap pilih jalan ini, Ma. Jadi, dukung aku terus, ya." Katanya sambil sedikit terkekeh.
"Semua orang tua pasti selalu mendukung keinginan anaknya, sayang. Jadi, kamu tidak perlu khawatir tentang dukungan dari kami." Ucapan sang Papa membuat Sharen semakin semangat untuk berjalan di jalan pilihannya itu.
Pagi, siang, sore, malam ia habiskan dengan membaca buku untuk menambah pengetahuannya. Berlatih dengan soal-soal yang diberikan Sandi padanya melalui pesan Whatsapp, dan merevisi jawaban ketika Sandi mengkoreksi lembar jawabannya.
Bahkan ketika sehari sebelum ujian masuk PTN diadakan, Sharen tetap belajar dengan keras. Ia selalu membawa buku catatan nya ke mana-mana. Setiap menit ia habiskan untuk belajar demi pilihannya itu.
Ia tidak boleh mengecewakan kedua orang tuanya, termasuk dirinya sendiri. Karena dirinya lah yang memilih langkah ini, ia tidak boleh mengecewakan dirinya.
Sharen menghela napasnya panjang. Sambil meremas jari-jarinya gugup, ia menatap Sandi yang berada di sebelahnya sedang tersenyum. Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh Sharen, hari ini adalah hari penentuan Sharen terhadap pilihannya itu.
Semua materi yang ia pelajari akan diuji hari ini. Ia gugup bukan main. Otaknya seakan menghafal semua materi yang telah dipelajari, tubuhnya bergerak terus menerus menandakan dirinya tengah dilanda gelisah.
Sandi menggenggam tangan Sharen. "Aku yakin kamu bisa."
"Aku gugup banget." Sharen berkali-kali menetralkan rasa gugupnya dengan menarik napasnya dalam, dan menghembuskan perlahan.
Sandi yang melihat itu hanya tersenyum. Ia ingat ketika pertama kali ujian PTN, tidak panik maupun gugup. Bahkan lima menit sebelum ujian dimulai, Sandi malah pergi ke kantin kampus untuk membeli roti. Lapar, terlalu lama menunggu di depan ruangan.
Lelaki itu mengusap puncak kepala gadis itu, lalu berjalan mendekat dan membisikkan sesuatu. Bisikan itu membuat Sharen yang tadi gugup bukan main langsung terdiam, bahkan tubuhnya ikut terdiam dengan bisikan Sandi di telinganya.
Tak lama, tubuhnya didorong lembut untuk masuk ke dalam ruang ujian. Ajaib sekali, Sharen menjadi tidak gugup, namun jantungnya masih berdebar kencang. Ia masih terdiam meski sudah fokus dengan soal-soal ujian itu.
Bahkan saat dirinya tengah duduk di depan laptop bersama kedua orang tuanya, ia masih terdiam. Suara-suara bising kedua orang tua Sharen yang berada di belakangnya seolah pudar karena Sharen tidak fokus dengan kedua orang tuanya.
Ia terkejut, tak percaya. Ia bahkan tidak bisa mendeskripsikan perasaannya ketika membaca pengumuman yang terpampang di layar laptopnya.
Sharen memutuskan untuk menutup laptopnya, dan langsung tertidur. Kedua orang tuanya sudah keluar dari kamarnya 10 menit yang lalu, sekarang ia sendirian.
Tanpa sadar, ia menangis dalam diam. Dipeluknya guling berwarna biru pastel itu erat-erat, melampiaskan semua perasaannya yang tidak tergambar dengan jelas itu.
Tidak terasa, hari baru yang akan Sharen jalani sudah di depan mata.
Dengan pakaian rapi, ia berdiri di barisan paling depan dengan seragam putih-hitam. Di bawah terik matahari, ia melihat seseorang yang ia kenal berjalan ke arahnya dengan senyum lebar.
"Selamat datang di Fakultas Kedokteran." Sapa seseorang yang Sharen kenal itu.
"Kalau kamu masuk Kedokteran, kita pacaran. Kalau masuk Akuntansi, kita pendekatan."
Astaga, bagaimana bisa Sharen mengingat kembali bisikan dari lelaki itu. Bagaimana jika lelaki itu dengan percaya dirinya menyatakan cinta di sini? Sharen tidak mau mencari masalah di hari pertama ospek nya. Apalagi yang Sharen lihat, Sandi ini cukup populer di Fakultas Kedokteran.
Banyak sekali penggemar lelaki itu. Sharen takut di keroyok.
"Sesuai perkataanku waktu itu," Lelaki itu menjeda kalimatnya, membuat jantung Sharen berdebar lebih kencang. "Kalau kamu masuk Kedokteran, kita pacaran." Lanjutnya, membuat orang-orang yang berada di dekat keduanya bersorak heboh.
"Jadi, Sharen. Kamu mau jadi pacarku?"
Oh, astaga. Ini yang Sharen takut kan.
Seseorang tolong selamatkan dirinya, bangunkan ia dari mimpi yang indah ini.
The End💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Time
Storie brevi"Kamu harus yakin dulu sama dirimu, baru kamu bisa meyakinkan orang lain." Sharen ingat ketika seorang lelaki yang ia sukai sangat lama itu dengan tegasnya memarahi dirinya karena lelaki itu melihatnya menangis di perpustakaan. Lelaki itu bahkan mem...