Epilog

37 4 1
                                    

"Jadi, dia anakmu atau bukan?"

"Ya."

"Tidak mirip."

"Hah. Apa kau berpura-pura bodoh? Aku yakin kau sudah mendengar rumor itu."

Di atas batu pipih di tengah Hutan Dalinis, Hyagaru duduk tenang sambil menikmati angin sejuk yang bertiup melalui topeng dombanya. Di bawah, Simmo datang untuk memastikan rumor yang beredar mengenai putra temannya, Raynine Rockland.

"Tentang kekasihmu yang meninggal—maaf. Aku mendengarnya, bahkan setelah bertahun-tahun terlewat mereka masih membicarakannya, tapi apa itu benar?" tanyanya lagi. Hyagaru tidak menjawab pertanyaan itu. Dia lebih suka tidur di bawah sinar matahari daripada mendengar ocehan Simmo.

"Kau merawatnya dengan baik," kata Simmo saat tak mendapat jawaban apa pun dari Hyagaru. Tiba-tiba mereka mendengar Raynine berteriak kesakitan. Hyagaru yang hampir menutup mata untuk tidur segera berdiri dan terbang menghampiri Raynine. Anak itu tengah berguling-guling di bawah pohon yang tak jauh dari tempat Hyagaru dan Simmo berbicara.

"Ada apa?" tanya Hyagaru. Dengan panik memeriksa keadaan Raynine. "Kenapa kau berdarah? Tandukmu! Kenapa bisa patah? Lihat, banyak sekali darah." Simmo juga merasa terkejut saat melihat banyak darah yang mengotori rumput.

Hyagaru merendahkan tubuhnya. Menyamakan dirinya dengan Raynine. Meskipun dia khawatir dengan keadaan Raynine, tapi melihat penyembuhannya yang cepat, Hyagaru bisa bernapas lega.

"Ada apa?" tanya Hyagaru lembut. Raynine mengusap matanya yang terkena darah. Anak kecil berusia tujuh tahun itu tidak lagi merasa kesakitan seperti sebelumnya. Dia menjawab pertanyaan Hyagaru. "Tadi, aku bertemu dengan Raja Diabolos. Dia menggangguku. Mengatakan bahwa aku adalah anaknya. Setiap bertemu, dia selalu mengatakan itu. Ayah, kau adalah ayahku 'kan? Bukan dia?"

Hyagaru menghela napas dan mengangguk pelan. Namun, anak itu terlihat tidak puas. "Tapi dia bilang aku adalah anaknya. Tanduk yang kumiliki ini persis seperti miliknya saat dia berusia sepertiku dulu. Jadi, apa aku memang anaknya?"

"Aku ayahmu atau bukan, yang jelas kau bersamaku sekarang. Tidak perlu mendengar dia."

"Tapi aku benci mirip dengannya. Aku berusaha mematahkan tanduk ini. Aku hanya ingin menjadi anakmu. Tanduk ini ... kau tidak memilikinya." Raynine kecil menatap mata ayahnya yang tertutup oleh topeng domba yang dia kenakan. Raynine tidak pernah melihat wajah asli Hyagaru, tapi dia pernah melihat saat ayahnya itu melepaskan topeng meski dia melihatnya dari belakang.

Hyagaru tertawa kecil. Dia mengusap darah dari wajah Raynine sembari menghiburnya. "Hei, kau tahu tidak? Aku selalu menginginkan tanduk ini. Kau sudah memilikinya. Anggap saja kau telah memenuhi keinginanku yang tidak bisa kugapai sendiri." Raynine diam memandang Hyagaru tanpa mengatakan apa pun lagi. Lalu, mereka kembali ke rumah karena hari sudah gelap.

"Aku akan melindungimu. Tidurlah," kata Hyagaru setelah Raynine selesai membersihkan dirinya. Saat memastikan bahwa Raynine telah tertidur, Hyagaru keluar rumah untuk menghirup udara. Dia membuka topeng dombanya dan mendapati Simmo duduk di tepi sungai. Dia pun menghampiri Simmo dan duduk di sampingnya.

"Ternyata kau bisa menjadi ayah," celetuk Simmo. Hyagaru mendengus dan bertanya dengan nada serius. "Kau sudah bosan hidup?"

"Apa? Kenapa kau mengancamku di saat aku memujimu?"

"Aku bertanya. Apa kau bosan hidup?"

"Hei, aku benar-benar memujimu."

Hyagaru membuang kasar napasnya saat Simmo terus salah mengartikan pertanyaannya. "Hah. Maksudku, apa kau ingin mati? Bukankah hidup selama ini membuatmu bosan?"

Simmo mengangguk setuju. "Eum, yah, tapi aku tidak menemukan cara untuk mati. Lihat. Jantungku saja tidak ada dan aku masih hidup." Dia membuka tangannya dan menunjuk ke arah dimana dulu jantungnya berada. Hyagaru melihatnya sebentar, lalu kembali menatap ke depan. Keduanya diam sejenak sebelum Hyagaru bersuara.

"Simmo. Ada cara agar kau bisa mati." Simmo menoleh cepat dan bertanya dengan kening berkerut. "Apa?" Hyagaru memalingkan mukanya untuk melihat Simmo. Dia berkata dengan serius. "Serahkan jiwamu padaku secara sukarela. Tidak ada paksaan." Mulut Simmo terbuka. "Ha? Kau menginginkan kemampuan Hidup Abadi?" tanyanya heran.

Hyagaru mengangguk "Ya."

"Kenapa tiba-tiba? Kupikir kau tidak tertarik."

"Aku ingin lebih kuat. Jika aku punya kemampuan Hidup Abadi, aku bisa melampaui Akuma," jelasnya. Simmo mengangguk pelan meski masih terkejut. Dia melihat ke bawah kakinya yang terendam di dalam air. Lalu, dia berkata dengan sedikit tidak enak.

"Maaf, Huxley. Niatmu sungguh mulia, tapi aku tidak bisa memberikan jiwaku ini padamu. Lagi pula aku belum bosan. Anakmu itu ... aku akan merawatnya juga." Simmo berkata dengan sungguh-sungguh, tetapi Hyagaru menatapnya curiga.

"Aku sudah punya anak, bahkan cucu dan cicit. Berani sekali memberi tatapan seperti itu." Simmo mengangkat tangannya, berpura-pura akan memukul Hyagaru. Iblis itu tertawa kecil dan mengangguk.

"Baiklah. Tolong bantu aku merawatnya."

"Tentu saja. Aku melakukannya demi Yuki, bukan kau." Hyagaru tak membantah perkataannya dan hanya duduk diam sembari menatap langit.


TAMAT

Through the Dark Side Story: When Diabolos Fell in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang