Bagian 1

81 11 0
                                    

Bagian 1

Suara riuh ramai semakin jelas terdengar, anak-anak kecil berlarian kesana kemari. Sore menjelang pengunjung semakin ramai  berdatangan. Beberapa stand penjual makan siap saji berjejer rapi, bianglala dan beberapa permainan lainnya berdiri dengan kokoh di pinggir lapangan. Sudah beberapa hari ini di lapangan dekat Batalyon Garuda ada pasar malam dan besok malam ada Panggung prajurit dalam rangka HUT TNI.

Dua wanita muda di temani seorang lelaki berpakaian loreng duduk di pojok lapangan. Sudah sejam lebih mereka berada disitu. Bukan tanpa alasan, salah satu dari wanita itu sedang menunggu lelaki yang ia taksir yang tak lain adalah Abang kandung dari lelaki berpakaian loreng itu.

"Sampai kapan kita disini?" Tanya salah satu wanita muda itu yang bernama Dara.

Adara Calista atau biasa di panggil Dara seorang gadis cantik berambut panjang lurus, kulitnya putih dan tubuhnya tinggi semampai seperti model. Ia telah menyelesaikan pendidikannya di bangku kuliah jurusan Manajemen dan ia lebih memilih bisnis kecil-kecilan daripada harus kerja kantoran.
Berbanding terbalik dengan pendidikannya, kehidupan asmara Dara justru tidak semulus pendidikannya yang hanya ia tempuh dengan 3 tahun setengah. Semenjak dua tahun belakangan ini, ia tidak pernah menjalin asmara dengan pria manapun. Ia masih enggan membuka hati setelah kisah cintanya yang terakhir harus berakhir pilu.

Dia melihat kekasihnya menggandeng wanita lain tepat di depan matanya sendiri. Yang membuat dia semakin sakit, wanita selingkuhan kekasihnya itu adalah temannya sendiri yang tak lain dan tak bukan Fanny, wanita yang sedang ia temani sekarang. Hampir setahun lamanya ia tak saling bertegur sapa dengan Fanny karena kejadian itu. Sampai suatu waktu, Fanny mengalami nasib yang sama. Ia pun di selingkuhi oleh mantan kekasih Dara itu hingga akhirnya mereka kembali akrab dan berteman seperti dulu.

Berbeda dengan Dara, Fanny justru senang berburu pria tampan. Fanny Amaliah, parasnya cantik berambut panjang dan postur tubuhnya sedikit berisi. Hampir 80% kesehariannya ia isi dengan chatingan beberapa pria. Dia berdalih jika yang ia lakukan adalah seleksi untuk pendamping hidup.

Sedangkan pria berbaju loreng yang menemani mereka adalah Aldian Damara Olavo, seorang tentara berpangkat Serda. Aldian sendiri adalah adik dari Radian Slavik Olavo, tentara berpangkat sertu yang di taksir oleh Fanny.

Radian sendiri adalah duda beranak satu, ia diselingkuhi oleh istrinya saat anaknya masih berada dalam kandungan. Tepat sebulan setelah anaknya lahir, ia resmi bercerai dari istrinya dan hak asuh jatuh di tangannya. Radian pun salah seorang selebgram yang cukup terkenal, followersnya di media sosial mencapai ratusan ribu. Ketampanannya membuat banyak wanita klepek-klepek dan ingin jadi pendamping Radian.

"Tuh, bang Radian muncul!" Tunjuk Aldi ke salah satu arah pinggir lapangan.

Nampak dari jauh seorang lelaki tinggi berkaos hitam dan celana panjang loreng sedang menggendong seorang gadis kecil berumur enam bulan.

Fanny yang sudah kegirangan segera mengambil cermin dari dalam tasnya dan mengecek penampilannya.

"Ada apa, Di?" Tanya Radian yang baru saja tiba.

"Gak ada apa-apa, bang. Nongkrong aja disini, sambil ajak Cyra lihat sekeliling." Aldian memberi tempat di samping Fanny. Ia tau kalau Fanny sejak tadi menunggu abangnya itu.

"Hai, Anak cantik!" Beda dengan Fanny yang terpana dengan ketampanan Radian, Dara justru terpesona dengan gadis kecil dalam gendongan Radian. Wajahnya sangat mirip dengan Radian versi perempuan. Gayung bersambut, bayi kecil itu menyodorkan badannya ke arah Dara dan tersenyum memperlihatkan gusinya yang telah di tumbuhi dua gigi di bagian bawah.

Dara yang tidak ingin mengganggu kesenangan temannya itu, ia memilih membawa Cyra ke bawah sebuah pohon yang tak jauh dari tempat Fanny.  Sebelum duduk, ia sempat membeli sebuah mainan bebek kecil untuk Cyra.

Tak berselang lama, ia merasakan jika seseorang baru saja duduk di sampingnya. Benar saja, setelah ia menoleh ada Radian yang juga sedang duduk persis di sampingnya.

"Ngapain kamu kesini?" Tanya Dara kaget.

"Nanti kamu nyulik anakku."

"Ya, gaklah. Mana berani saya nyulik anak-anak. Kamu kenapa disini gak duduk disana bersama Aldi dan Fanny?"

"Untuk apa?"

"Ehm, kenalan dengan Fanny atau ngobrol."

"Udah kenalan tadi dan gak ada yang menarik untuk di obrolin."

Dara berbalik badan dan tak melihat Fanny ada di tempatnya yang tadi. Ia menoleh ke kiri dan kanan tapi Fanny tak terlihat. Hanya ada Aldian yang berjalan ke arah dia dan Radian.

"Fanny mana, Di?" Dara sedikit berteriak.

"Pulang."

"Lah, kok pulang? Kenapa dia gak nungguin saya?"

"Coba tanya kunyuk di samping kamu itu!"

Dara berbalik menatap wajah Radian yang tanpa ekspresi.

"Kamu apain teman saya?" Dara mengenyitkan dahi.

"Saya gak ngapa-ngapain dia."

"Fanny sakit hati dengan omonganmu." Aldi menimpali. "Lagian, kenapa sih kamu ngatain dia kayak ondel-ondel?"

"What?" Dara terkejut.

"Lah, emang dia kayak ondel-ondel. Bibir merah, pipi juga merah kayak habis di tampar." Jelas Radian dengan nada sedikit tertawa.

"Kamu kok jahat banget!" Hardik Dara. "Kamu kampungan, itu namanya Fashion!"

"Tapi dandanannya bukan pada tempatnya, ini bukan kondangan."

"Make up salah satu cara wanita untuk memikat cowok yang di taksir dan harusnya kamu hargai itu. Dia seperti itu karena kamu."

"Tapi saya gak tertarik dengan dia!" Radian berbalik menatap Dara. Mata mereka saling beradu, membuat dada Dara berdegup lebih kencang. Ia menyadari itu dan buru-buru memalingkan wajahnya.

Pengunjung pasar malam tiba-tiba lari berhamburan. Beberapa bulir air dari atas menerpa kulit Dara. Ia mnedongakkan wajahnya ke atas dan ternyata langit nampak gelap. Tak butuh waktu lama, hujan turun begitu deras.
Radian bergegas naik ke atas motor milik Dara.

"Ayo cepat!" Teriak Radian.

Dara buru-buru menggendong Cyra dan berlari naik ke atas motor, sedangkan Aldian telah lari lebih dulu.
Dara tak tau Radian akan membawanya kemana sampai akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah dinas milik tentara.

"Kevin." Teriak Radian sambil mengetuk pintu.

Tak lama kemudian, seorang wanita muda membuka pintu dan mempersilahkan mereka masuk.

"Calon mama barunya Cyra, yah, om?"

"Bukaaannn." Dara dan Radian menjawab secara bersamaan. Wanita itu mengerutkan dahinya heran.

"Dia temannya Aldi, kebetulan tadi ketemu di depan dan malah terjebak hujan. Makanya saya bawa kesini."

"Tadi saya kesini nemenin teman yang mau ketemu sama dia." Dara melirik ke arah Radian.

"Kirain calon mama barunya Cyra, saya udah senang ada tetangga baru."

"Ada-ada aja. Saya kenal dengan dia aja gak." Balas Radian.

"Ya, udah kalian kenalan kalau gitu!" Timpal Aldi yang sudah berganti pakaian. "Ayo!"

Radian mengulurkan tangan terlebih dahulu dan di sambut dengan Dara.

"Radian."

"Dara."

"Kalau gitu, aku juga kenalan deh." Wanita muda itu turut mengulurkan tangan kepada Dara. "Misya. Tapi disini saya biasa di panggil ibu Ibra atau mama Kevin."

Pukul 21.25 hujan tak kunjung juga reda. Dara sejak tadi sudah gelisah ingin pulang. Namun di tahan oleh Misya yang tak mengizinkannya pulang di karenakan dengan kondisi di luar sana masih hujan deras dan jarak rumahnya dari batalyon cukup jauh. Misya memaksanya untuk nginap di rumahnya malam ini, lagipula Cyra sudah terlelap pulas di pangkuan Dara.

*Bersambung

Cinta itu KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang