Bagian 3

4 1 0
                                    




Mereka berjalan menuju ke arah parkiran dengan zaira yang tiada henti berbicara dan melontarkan pertanyaan aneh ke sabita dan rani. Rani selalu menjawab semua yang zaira bicarakan walaupun ia sebenarnya juga lelah, tapi entah kenapa mereka menikmati ocehan tak penting dari zaira.

Zaira menuju ke arah motor yang membuat rani serta sabita melongo, bayangkan zaira yang memakai rok mengendarai motor kopling tinggi itu. "Ini beneran motor kamu ?", Zaira mengangguk menjawab pertanyaan rani.

"Emang kenapa sih", Zaira mendengus perkara sejak pertama kali ia membawa motor ini ke sekolah, sudah sepuluh kali orang bertanya apakah benar ia yang mengendarai motor itu.

Sabita perlahan berjalan dan memutari motor dan "Perasaan motor lu ga ini deh".

"Lah emang motor gue yang mana?" Tanya zaira balik, ia juga merasa bingung motor yang dimaksud sabita. "Yang motor matic itu loh, yang ada stiker lu senyum sambil melet di plat nya."

Zaira menganggukan kepalanya paham yang dimaksud sabita "Oh..., itu motor bunda."

"Dibawa bunda kerja?" Lanjut sabita membuat zaira lantas mengangguk, lalu menoleh ke arah rani yang tampak bingung. Sabita merangkul rani "Kapan-kapan lu liat deh ran motor matic itu"

Zaira memutar bola mata heran "Kenapa sih, dari dulu orang-orang terobsesi banget sama motor bunda, dari SMP loh".

Tawa kencang keluar dari mulut sabita membuat rani juga ikut tertawa walau ia sebenarnya tak tau apa yang harus ditertawakan. "Aduh sakit perut gue, ga bisa bayangin tu stiker" Sabit mengelus perut sambil meredakan tawanya.

"Udahlah ente pada ga mau pulang hah?" Kibas tangan zaira membuat rani tersadar dan melihat jam tangannya menunjukan pukul 18.00, yang mana angkutan umum sudah mulai tidak beroperasi.

"Aduh...." Erang rani membuat perhatian mereka berdua beralih, Zaira menarik kembali helmnya bertanya "Kenapa ran?"

"Angkutan umum udah ga ada jam segini, gimana dong..." , Rani panik menepuk dahinya kenapa ia sampai lupa. Sabita melirik ke arah zaira yang juga sedang berpikir, lalu "Sama lu aja"

Zaira tampak berpikir, "Rumah lu dimana ran?"

"Arah atas zai", Membuat zaira serta sabita menoleh cepat. "Jauh banget anjing" , "Astaga trus lu ngapain sekolah disini?" rentetan pertanyaan dari mereka berdua hanya di balas senyum oleh rani.

"Muter dong gue." , Raut rani berubah lesu membuat zaira mau tak mau harus mengantarnya.

"Udahlah, sekali doang zai. Pelit banget lu." Sabita mendorong rani agar menaiki motor tinggi zaira, "Yaudah, deh. Naik ran, Tapi ga nyamping ya. Gue takut oleng ntar", Zaira memakai helmnya lalu sabita membantu rani naik.

Terdengar suara motor diluar pagar, "Abang lu udah jemput tuh," Sabita mengangguk lalu pamit "Gue duluan ya, udah di jemput abang hehe" lalu berlarian kecil ke arah luar sekolah sambil melambaikan tangannya.

"Hati-hati ya gais", Zaira dan rani melambai ke arah sabita yang perlahan hilang dari pandangan.

Perlahan zaira mulai menjalankan motor ke luar sekolah, terlihat langit yang sudah bewarna jingga serta tampak segerombolan burung yang ingin pulang. Tak ada pembicaraan selama di jalan pulang, yang rani dengar hanya suara helaan napas berat zaira yang kian berulang.

Dari kaca spion zaira melirik rani yang tampak menikmati senja pada sore, samar-samar zaira mendengar rani berbicara "Menurut kamu arti bersyukur itu apa sih zai?", motor zaira berhenti di pemberhentian lampu merah. Mata mereka melirik ke arah rombongan anak kecil yang sedang bersorak menawarkan tissu yang mereka pegang

"Hmm...." Zaira tampak sedikit berpikir tapi tangannya memanggil salah satu anak penjual tissu tersebut, lalu mengambil beberapa helai uang sepuluh ribuan. Menyerahkan semua uang itu pada anak kecil, dan hanya mengambil satu bungkus plastik tissu.

Tissu itu diberikan pada rani yang sedang menunggu jawaban dari pertanyaan tadi. Lampu berubah bewarna hijau, zaira segera melanjutkan perjalanan mereka.

Rani tak lagi menuntut jawaban dari pertanyaannya, ia mengerti setelah melihat kejadian tadi. Zaira tiba-tiba berbicara membuat rani terkejut dengan jawaban yang di berikan.

"Kalau menurut gue apa arti bersyukur itu simple sih, selagi kita masih dikasih napas gratis sama tuhan, bisa melakukan aktivitas, bisa tersenyum, kita harus bersyukur. Ga perlu susah-susah liat yang dibawah kita. Mereka juga sebenarnya bersyukur kok bisa dapat tiga anugerah itu dari tuhan. Kita juga mirip sama mereka, sama-sama berusaha tapi jalan kita dan mereka berbeda."

Rani menatap mata zaira takjub melalui kaca spion, apakah ini dibalik cover tengil zaira. Rani tersadar, setelah kehilangan sang ayah membuatnya lupa akan bersyukur untuk hal-hal lain yang diberi tuhan.

Ia menunduk meminta maaf dalam-dalam, kenapa selama ini ia terlalu dibutakan atas kehilangan sang ayah.

"Buka aja tissunya." titah zaira tanpa menoleh ke arah belakang, memutar kaca spion ke arah lain agar tak telihat pipi rani yang mulai basah. Zaira bersenandung pelan menyanyikan lagu sempurna- andra the backbone. Keramaian jalan raya jadi saksi atas pembicaraan mereka.


***

Tak terasa waktu berjalan, hari yang perlahan mulai gelap. Mereka sampai pada rumah sederhana bercat hijau dengan tumbuhan yang hidup dengan baik. Terlihat seorang ibu yang menunggu seseorang di depan pagar dengan khawatir, mereka sampai. Rani perlahan turun dari motor, lalu menoleh ke arah mama yang tampak khawatir.

Zaira turun dari motor lalu menyalami tangan mama rani, tersenyum lebar "Maaf ya tan, aku ngantar rani kemalaman. Soalnya jalan macet tan hehe." ujar zaira yang diiringi dengan kekehan.

Mama rani membalas dengan tersenyum manis dan "Nggak apa nak, Maaf ya rani merepotkan. Biasanya galang yang jemput, tapi abangnya itu lagi ada urusan." serta mengelus pundak zaira lembut.

"Gapapa kok tan, Sekalian aja."

"Masuk dulu yuk, kita makan malam dulu nak-"

"Zaira tante." sambung zaira . "Iya zaira ayo masuk dulu, makan malam kita." ajak mama rani kembali lembut mengajak zaira masuk.

"Ayok zai , makan malam dulu." timpal rani ikut mengajak

Zaira menggaruk lengannya dan meminta maaf "Aduh maaf tante, Kapan-kapan deh aku kesini lagi. Bunda juga udah nunggu dirumah." Tolak zaira lembut mengingat bunda sendirian dirumah dan ia juga harus lekas pulang

"Yaudah, kapan-kapan kesini ya. Ajak teman yang lain juga biar mama masakin kalian.", Zaira mengangguk dengan semangat juga menyalami tangan mama rani dan pamit, menaiki motornya serta mengucapkan salam "assalamualaikum tan, ran." lalu mengendarai motor pulang.

Rani dan mama berjalan masuk ke dalam rumah

"Loh tumben diluar ngapain." langkah mereka terhenti mendengar suara galang dan motornya memasuki teras rumah.

"Ini rani baru pulang diantarin temannya bang." balas mama memasuki rumah serta tinggalah rani dan galang diluar rumah.

"Siapa yang nganterin kamyuu." tanya galang dengan nada alay sambil mencolek dagu adik perempuannya itu. Rani berteriak "BANG GALANG." membuat sang pemilik nama lari kencang kedalam rumah menghindari sang adik.

Taman FanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang