Bagian 4

8 1 0
                                    



Pagi tak secerah biasanya awan terlihat murung, namun hujan tak kunjung turun. Zaira berjalan keluar rumah, duduk di teras menjinjing sepasang sepatu convers hitam kesayangannya. Suara kendaraan terdengar ramai, berlomba-lomba untuk melakukan aktivitas. Ia menoleh ke belakang, rumah ternyaman itu kian sepi. Orang rumah tak kian pulang, hanya sibuk bekerja.

Perlahan tangannya menutup lalu mengunci pintu, mulai menghidupkan motor. Ia tersenyum samar, pagi ini zaira tak lagi membawa bekal hanya diberi uang jajan lebih. 

"Mau kemana lo zai ?". Zaira menoleh mendengar pertanyaan absurd itu, apakah ia terlihat ingin pergi kesawah.

"Menurut lo gimana?", balas zaira berkacak pinggang meneliti lawan bicaranya itu, terlihat aidan memakai kaos oblong dengan celana denim yang terlihat robek di bagian lutut. Aidan terkekeh mendengar balasan zaira dan membuka tas mengeluarkan sebuah kotak makan bergambar minion tersebut, lalu menyodorkan ke zaira membuat sang empu bertanya

"Apaan nih, lo nyogok gue lagi. Perasaan hidup lo tuh nyogok mulu.", Mengingat aidan yang selalu memberi ia barang untuk menutup mulut agar tak kelepasan menjawab ke orang tuanya bahwa ia sedang melakukan kegiatan diluar pembelajaran di kampus. Aidan selalu dilarang untuk mengikuti hal-hal berbau acara kampus, tapi entah kenapa ia selalu bisa memberikan alasan seperti 'Kerja kelompok', 'menyelesaikan tugas dari dosen', untuk mengikuti acara-acara tersebut. 

"Kali ini bukan nyogok. Ibu yang suruh gue kasih ke lo, ga bawa bekal kan?." Zaira menggeleng memasukan kotak bekal itu ke dalam tas miliknya. "Bilangin sama ibu ya, makasi banyak udah peduli sama kelangsungan gizi gue.", Aidan terkekeh mendekat lalu mengelus kepala zaira lembut "Kalau ada apa-apa jangan segan ke rumah. Pintu rumah kita selalu terbuka untuk lo aira.", 

Tatapan mata mereka beradu, terdiam beberapa menit. Zaira menghela napas menjauhkan tangan aidan, ia selalu merasa merepotkan keluarga aidan. Entah dirinya yang selalu makan malam disana, meminta bantuan untuk perihal permasalahan dirumah yang tak bisa ia kendalikan. 

Zaira selalu takut sepi, ia takut keheningan. 

Tertawa singkat zaira perlahan menjauh, menaiki motornya. Aidan menatapnya sendu, perempuan riang itu tak pernah punya tempat untuk pulang.

"Gue duluan ya aidan, bentar lagi mau bel. Ga bisa masuk gue ntar.", melihat jam tangannya menunjukan pukul 06.55 yang dimana tiga puluh lima menit lagi bel masuk. Ia melambaikan tangannya lalu menaiki motor mengendarai dengan kecepatan kencang.

Aidan kembali menghidupkan motornya, memakai helm melanjutkan perjalanan menuju kampus.


***

Kelas pagi itu ricuh setelah mendengar pengumuman, akan diadakan pentas seni untuk siswa siswi baru. Itu memang sudah jadi kebiasaan turun-temurun sekolah, mereka sibuk mencari siapa kandidat yang akan tampil. Adesa masih sibuk bermain game online di pojok kelas sambil mengunyah bakwan jagung dibungkus plastik bersama radief. Adesa indentik dengan badan yang tinggi serta kulit yang sedikit gelap, sedangkan radief keturunan cina bermata sipit berkulit putih serta bertubuh sedikit lebih pendek dari adesa.

Sedari tadi mulut radief tak berhenti mengumpat lantaran dirinya kalah bermain game online, membuat tiga orang laki-laki di dekat mereka ikut bergabung melihat keseruan adesa dan dirinya. "Main apaan tuh woi?", tanya laki-laki bertubuh gempal mendekat  berusaha melihat apa yang mereka mainkan. 

Pandangan radief tertutupi badan laki-laki gempal itu membuat dirinya kehilangan keseimbangan lalu kalah, adesa berteriak senang membuat radief geram menatap laki-laki itu "Lo ngapain sih su?", heran radief menatap melas. 

"Su?", tanya laki-laki itu memastikan yang didengarnya. 

"Iya.., ASU.", jawab radief dengan sedikit berteriak mereka tertawa kencang, membuat laki-laki itu tersenyum malu. Melihat radief yang tampak kesal jadi hiburan. 

Tak lama tawa mereka terhenti, adesa menoleh dan mengajak mereka berkenalan

"Kenalan dulu lah kita, ya kan." Mereka mengangguk dan menyebutkan nama mereka masing-masing. 

Laki-laki bertubuh gempal itu bernama Khale Adnan, lalu disebelahnya laki-laki berbadan sedikit kecil dari khale bernama Rula Satria, sedangkan laki-laki yang bertubuh kurus sekali  Yanda Trinagta. 

Adesa dan radief mengangguk paham, lalu mereka berlima hanyut di dalam pembicaraan.


Perhatian semua manusia di kelas itu teralihkan oleh dua anggota osis yang masuk kedalam kelas, mengintrupsi kelas untuk tenang. Anggota osis mulai menuliskan di papan beberapa bakat yang akan di tampilkan pada pentas seni. 

"Oke saya ga akan basa basi, kita butuh cepat data dari kelas kalian. Yang ingin menampilkan bakat yang ada di depan maupun yang tidak ada silahkan maju."

Hening, tak ada yang menjawab. Mereka semua saling berpandangan, membuat osis kebigungan "Ini ga ada yang punya bakat apa gimana?"

"Udah ga usah malu, maju aja. Ngapain malu-malu kalian."

Tak lagi ada sahutan dari pertanyaan osis, hanya gelengan yang diberikan. 

"Ini masa ga ada yang bisa sih. Banyak loh kalian, ga ada yang bisa nyanyi kah, puisi, pidato atau apa mungkin yang lain?" rentetan pertanyaan dari anggota osis hanya dibalas dengan diam. 

"Kita udah buat di pengumuman, ada sanksi bagi kelas yang tidak mengikuti. Jadi kalian siap sedia aja ya, kami pamit. sekian."

Pintu tertutup keras, semua langsung ricuh saling menyalahkan. Suasana kelas jadi tak kondusif, star menghempaskan buku paket ke meja. Hening, mereka semua terdiam. 

"Udahlah kita juga ga ada yang bisa kan, trus ngapain lo pada ribut ?" kesal star melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda

"Kita jalanin aja hukumannya, gausah riuh." timpal radief. Semua kembali pada aktivitas masing-masing setelah mendengar teguran starla dan radief. 

Zaira mendekatkan kursi ke sabita dan berbisik "Bit ini kok guru ga ada yang masuk ya?", "Padahal gue udah bolak-balik dari luar, kelas yang lain tuh lagi belajar." tambah zaira bingung dengan raut berpikir

"Mungkin guru yang ngajar kita lagi ga bisa masuk." balas sabita tanpa menoleh melanjutkan aktivitas bermain hp. 

Wanita disebelah nya itu tidak bisa tenang, terdengar suara berisik mencari sesuatu didalam tas nya. Zaira berusaha mengorek isi tas nya mencari apakah ada yang bisa ia makan.

Sebuah tangan menyodorkan permen yang tampak lusuh kemasannya ke depan sabita dan mengambil dengan cepat sebelum sang empu menarik kembali. Membuka bungkusan lalu mengunyah tapi ada rasa yang aneh dari permen itu, seperti rasa lama. 

"Ini permen dari kapan zai?", Yang ditanya sibuk mengunyah permen itu tanpa menjawab pertanyaan yang ia berikan. "Udah makan aja, halal itu kok.", Senyum tengil yang membuat perasaan sabita cemas. Ia menanyakan kembali "Dari kapan nih permen anjing?", Desak sabita 

Dengan santai zaira menjawab "Enggak tau sih dari kapan, tapi kayaknya dari MOS kemarin." , membuat sabita bernafas lega, "SMP." tiba-tiba zaira melanjutkan perkataan yang ia pikir sudah selesai , mengambil tissu dengan cepat lalu mengeluarkan permen itu dalam mulutnya. 

Zaira tertawa terpingkal-pingkal melihat sabita yang berhasil ia tipu, "Seperti yang lo tau bit, gue jarang nyuci barang-barang yang dipakai keseharian. Jadi tas ini isinya ga pernah tukar hehe." Jawaban yang membuat sabita ingin memukul zaira dengan kotak minum di depannya.







Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 17, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Taman FanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang