DELAPAN BELAS

4.7K 477 5
                                    

Vote nya cintaa💣





"Selamat siang Yang Mulia, semoga rahmat Dewi Keselamatan senantiasa selalu digenggaman anda." Ujarnya dengan tangan kanan diatas dada seraya menundukkan kepalanya.

"Duduklah nak."

"Tidak perlu Yang Mulia, saya hanya ingin memberikan data prajurit yang gugur dimedan perang seminggu terakhir ini."

"Dan saya meminta agar peralatan perang dari persenjataan hingga kendaraan tempur segera diperbanyak, mengingat perang ini mungkin akan cukup memakan waktu yang lama." Pintanya secara sopan namun tegas.

Yang Mulia mengangguk singkat sembari melihat data yang ada digenggamannya namun telinganya fokus pada ucapan lelaki didepannya.

"Apa yang kau minta akan kukirimkan minggu depan."

"Dan besok akan kukirimkan bahan pangan untukmu dan para prajurit." Ujar Yang Mulia melanjutkan ucapannya.

"Kalau begitu saya permisi Yang Mulia, semoga rahmat Dewi Keselamatan selalu digenggaman anda." Kepalanya menunduk usai berpamitan lalu berbalik melangkah keluar.

Namun sebelum ia keluar langkahnya terhenti ketika mendengar ucapan dari orang nomor satu di negaranya.

"Bryton, tak bisakah sehari saja kau bersikap selayaknya anak pada ayahnya?" Ujarnya lirih.

Bryton terdiam. Emosi bisa saja meluap jika ia tak menahannya.

"Bisa-" Bryton berucap singkat.

"Asal kembalikan Mama sekarang juga."

Setelah itu Bryton melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu.

"Nak." Lirihan yang jelas tak akan terdengar lagi oleh anaknya.

Andai saja waktu bisa diulang ia tak akan melakukan perbuatan yang membuat keluarganya hancur dalam sekejap.

Ia pun tak ingin kehilangan istri yang amat dicintai dan ia sayangi sekaligus kehilangan binar cinta serta pancaran cahaya dari anak laki lakinya.

Andai malam itu tak terjadi.

Andai ia tak menuruti egonya.

Seandainya saja ia jujur pada dirinya.

Ternyata, semuanya hanya andai semata.

***

"Kau ini sudah kubilang jangan keluyuran masih saja keras kepala." Omel Arunda sambil berkacak pinggang.

Amora menghela napas gusar. "Kau ini, kau pikir berdiam diri ditenda tanpa melakukan apapun tidak membosankan?"

"Itu membosankan tauk!" Geram Amora.

"Aku ingin pulang." Lanjut Amora.

Arunda yang mendengar itu mendelik kesal. "Dasar bodoh! Setelah banyak kejadian yang menimpamu kau ingin mengulanginya lagi?"

"Kau berniat ingin mati atau bagaimana bodoh?!" Kesal Arunda.

Amora cengo.

AMORA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang