1

146 10 0
                                    

Hari Minggu ini cuaca cukup cerah. Langit yang selama beberapa hari belakangan digelayuti awan mendung yang menjatuhkan hujan deras kini mendadak bersih seolah awan mendungnya tersapu angin. Bagi Bu Epo tentu ini adalah saat yang tepat untuk menggos— eh, maksudnya mencari update terkini tentang situasi hari ini pasalnya Bu Epo sudah bosan berdiam di "kandang"-nya seminggu lebih gara-gara hujan yang setia turun di komplek Perumahan Asri Garden. Alhasil, selepas salat subuh dari masjid, Bu Epo berkeliling komplek sambil masih mengenakan mukena one piece-nya yang bagian roknya diangkat ke atas dengan sandal jepit Swallow biru andalannya. Bu Epo sengaja melewati jalan lain yang memutar lebih jauh. Hitung-hitung sambil mencari udara segar dan melatih otot-ototnya agar tidak kaku dan mudah penyakitan apalagi usianya sudah menginjak kepala enam tahun ini. Lagipula dia juga bingung mau kemana selepas salat subuh begini. Diam di rumah juga mau apa. Yang ada malah mengantuk padahal tidur sehabis salat subuh dilarang. Semenjak suaminya berpulang ke rahmatullah lima tahun lalu karena sakit diabetes dan ketiga anaknya sudah mentas ikut suami mereka masing-masing — ya, ketiga anak Bu Epo kesemuanya perempuan — Bu Epo tidak pernah memasak lagi. Tidak untuk sarapan, makan siang, maupun makan malam. Bu Epo lebih sering membeli sarapan dari penjual sarapan yang selalu lewat di depan rumahnya. Lebih praktis dan ekonomis. Begitupun untuk makan siang dan malam biasanya Bu Epo membeli dari warung makan di sekitar perumahan yang bisa ditempuh dengan hanya berjalan kaki. Beberes rumah juga sekedarnya saja karena tenaganya sudah tak sanggup kalau harus digunakan untuk membersihkan rumahnya yang dua lantai itu. Namun, seminggu sekali ada seorang pengurus rumah yang dibayar Nanda, anak pertamanya, untuk membersihkan rumah, mencuci, dan menggosok baju-bajunya.

Bu Epo sadar tinggal sendirian di rumah memang membuatnya kesepian. Tidak ada lagi yang mengajaknya berebut remote control TV seperti waktu anak-anaknya masih tinggal di rumah — anak-anaknya ingin menonton kartun sementara dirinya ngotot ingin menonton sinetron. Tidak ada lagi yang setia mendengarkan cerita-ceritanya tentang apa saja seperti waktu almarhum suaminya masih hidup. Segalanya kini berubah hening hingga keheningan itu kadang membuat bising. Oleh sebab itulah, Bu Epo lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah untuk mengobrol dengan para tetangga — hingga namanya masyhur sebagai tetangga paling sreseh sekomplek kalau tidak mau disebut sebagai tetangga paling kepo — demi menghindari keheningan yang bising itu. Sebenarnya bukannya anak-anak Bu Epo tak peduli. Mereka pernah mengajaknya tinggal bersama bahkan mereka saling berebut untuk menampung Bu Epo. Namun, Bu Epo merasa berat meninggalkan rumah yang ditempatinya sekarang sebab rumah itu adalah peninggalan almarhum suaminya yang penuh kenangan. Mereka mendapatkan rumah itu dengan perjuangan panjang puluhan tahun lalu dan itu tidak mungkin bisa dilupakan Bu Epo.

"Eh, Bu Epo. Pagi-pagi udah keliling aja nih. Satpam komplek aja masih belum bangun kayaknya," sapa Bu Kris yang berdiri di depan pagar rumahnya sambil menyiram tanaman dengan selang.

Bu Kris adalah tetangga Bu Epo yang tinggal dalam blok yang sama. Rumah Bu Epo dan Bu Kris hanya beda jalan dan RT/RW saja tapi terhitung cukup dekat karena jalan rumah mereka bersebelahan.

Bu Epo membusung bangga. "Berarti satpamnya kalah rajin sama saya, Bu."

"Kalau gitu Bu Epo aja yang jadi satpam komplek," usul Bu Kris.

"Ah, bisa aja nih Bu Kris. Kalau saya yang jadi satpam malah malingnya pada kesini semua dong soalnya tahu kalau satpamnya udah jompo," timpal Bu Epo. 

Bu Kris tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Bu Epo sampai bahu Bu Kris berguncang-guncang. Bu Kris baru berhenti tertawa saat Bu Epo memperhatikannya dengan tatapan yang seolah berkata udah-puas-belum-ketawanya sehingga Bu Kris salah tingkah.

"Eh, maaf, Bu. Abisnya omongan Bu Epo tadi lucu sih," kata Bu Kris sambil cengar-cengir tidak enak.

"Enggak papa. Saya seneng kok kalau lihat tetangga hepi," sahut Bu Epo dengan nada ramah yang kontras dengan senyum masam di wajahnya.

Bu Epo Si Tukang Kepo (Novelet) | Tamat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang