09. Embun yang menemani rumput

126 19 2
                                    

Sekolah, sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa, Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal yang umumnya wajib dalam upaya menciptakan anak didik yang mengalami kemajuan setelah mengalami proses melalui pembelajaran.

Banyak anak muda yang bertemu pada lembaga tersebut, menghabiskan waktunya untuk berteman dan belajar. Namun beberapa ada yang tidak beruntung sehingga tidak sekolah dan harus putus sekolah.

Bagi Jaechan sendiri, sekolah adalah mimpi buruknya. Menjadi terlalu introvert membuat dia di kucilkan, kesendirian sudah seperti makanan harian saat masa-masa sekolah, jadi, hanya sedikit hal baik yang bisa ia ingat saat itu.

"Berbicara tentang tempat penampungan mahluk fana, kupikir Yoo jin kembali pergi"

"Eh?" Jaechan berkedip, lalu menengadah pada pria jakung didepannya. Mungkin karena sudah lelah dengan isi pikirannya yang terbaca, ia akhirnya tidak terlalu bersemangat untuk merespon berlebihan.

"Sudah tahun ajaran baru, itu yang kudengar dari beberapa penduduk" Seoham mengendikan bahu, beralih dari Jaechan setelah sebelumnya mengambil segelas air pada teko di sebelah Jaechan, pria itu kembali pada nenek Cho rong yang sedang duduk di bawah pohon rindang.

Jaechan menghela nafas "Pantas saja tidak ada yang berteriak di sebelah gubuk dari tadi, biasanya mereka menerbangkan layangan jam segini" Anak-anak itu selalu mengajak Jaechan untuk bermain, dan setelah mengetahui kebenaran, Jaechan tidak lagi bertanya-tanya.

Seharusnya Jaechan senang dengan kedamaian ini, tapi rasanya sedikit sepi ketika tidak ada yang berisik. Akhirnya pemuda itu berdiri dari tempat santainya, memakai sendal dan berjalan menuju neneknya.

"Jaechan" Panggil nenek Cho rong.

Jaechan yang mendengar namanya di ucapkan secara lirih, segera berlari cepat pada neneknya yang memanggil.

"Iya nek?" Jaechan duduk pada rerumputan, bahkan dengan sengaja mendorong Shasta sedikit menjauh dari nenek nya, secara tidak langsung ingin membuat petisi bahwa ia ingin berduaan dengan beliau.

Seoham sesungguhnya tidak masalah, tapi karena terdorong ia tidak sengaja menginjak tanaman. Rumput yang bersebelahan dengan tanaman itu terkejut, ia memaki seoham karena telah membunuh temannya. Seoham yang mendengar hanya mengangkat alis dan sekali lagi membuat tindakan tidak disengaja pada rumput yang memaki.

Mengingat pada nenek Cho rong, beliau tersenyum hangat didepan cucu nya. Kerutan pada punggung tangan di genggam erat oleh Jaechan.
"Karena sudah pertengahan tahun, nenek ingin sesekali memakan daging"

Jaechan tertawa kecil, "Apakah gigi nenek masih cukup kuat untuk mengunyah sesuatu yang keras?"

Beliau tersenyum dan menunjukkan deretan giginya, memang benar masih terbilang cukup sehat dan sudah ada beberapa yang bolong.

"Biasanya Seungyoun juga masih mengizinkan nenek untuk makan, tapi karena sudah kehilangan satu gigi kemarin, nenek tidak yakin akan di izinkan lagi"

"Begitu ya," Jaechan akhirnya memahami, ia sebenarnya setuju jika kak Seungyoun tidak lagi mengizinkan neneknya untuk makan sesuatu yang keras tapi karena melihat neneknya yang begitu ingin, dia jadi luluh.

"Tolong bantu nenek untuk minta izin pada Seungyoun" Beliau terlihat merogoh sebuah kertas yang terselip di antara kantung bajunya "Dan jika dapat izin, bisa tolong pergi belikan sekalian?"

"Tapi nek," Jaechan rasanya mau tertawa, neneknya begitu cepat mengambil langkah, sehingga sulit bagi Jaechan mendapatkan celah untuk menolak. "Tapi, jika aku pergi. Siapa yang akan menjaga nenek?"

"Nenek bahkan sudah disini dari lahir, tidak akan ada masalah. Ajaklah seoham bersama mu juga, kalian harus jalan-jalan di kota sesekali"

Jaechan awalnya ingin seoham tinggal bersama neneknya tapi karena neneknya menyarankan, ia akhirnya pergi bersama Seoham.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SHASTA (SuamChan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang