01

0 0 0
                                    

Seperti pada kehidupan biasa, Alea berangkat sekolah dengan sepedanya. Sepeda berwarna hitam yang harganya tak kalah mahal, yakni, 13 juta.

Alea menggayuh sepedanya perlahan demi perlahan, sembari mendengarkan musik tenang yang ada di earphone nya.

Namun, samar-sama ia mendengar suara teriakan berisik dari arah belakang. "Woy Alea!"

Tanpa respon apapun, Alea tetap melanjutkan aktifitas menggayuhnya. Seolah, tidak ada siapa-siapa disana.

"Woy anjir, tunggu!" Teriakan itu makin mengeras. Karena hal itu, gayuhan sepeda Alea mencepat, sepertinya, Alea memang tak ingin diganggu saat ini.

"WOY LEA, BUDEG LO? APA GIMANA SIH!" Menggelar jelas dikuping Alea. Alea segera memberhentikan sepedanya. Dengan tatapan tajam, ia menoleh kebelakang.

"Apasih, ganggu banget lo." Tuntas Alea kepada cewe yang selalu mengutitnya itu.

"Lo itu, punya kepribadian berapa sih? Kadang marah, kadang cengeng, kadang baik, kadang-" Terpotong sudah perkataan cewe itu, sebab Alea menutup mulut cewe itu dengan jari telunjuknya.

"Muak gue denger pertanyaan lo yang sering diulang itu." Tegas Alea. Cewe itu memejamkan matanya seraya mengambil nafasnya, lalu menghembuskannya.

"Jangan pernah tanyain hal kayak gitu lagi ke gue Celsia. Ini gue masih sabar." Ucap Alea, setelahnya cewe itu kembali menaiki sepeda kemudian pergi dari hadapan Celsia.
"Aneh lo Al. Lo aneh cuman gue kagum."

******

10 menit sebelum pembelajaran dimulai, Alea belajar terlebih dahulu. Memahami materi-materi lalu dan membaca catatan yang telah ia catat kemarin malam.

Ditengah ketenangan yang sedang ia rasakan, tiba-tiba saja cewe berambut panjang bermata sedikit sipit itu menggebrak mejanya.

"Mau apa lagi lo?" Tanya Alea sembari menghembuskan nafasnya kasar Sepertinya, Alea sudah lelah dengan pagi hari ini.

"Jawab pertanyaan gue yang tadi." Jawabnya tegas. Cewe itu menatap sinis kepada Alea.

Alea masih dalam keadaan membaca catatanya tersebut seraya berkata, "Lo pikun atau gimana sih? Jelas jelas tadi gue bilang, gue udah muak sama pertanyaan lo itu."

"Gue orangnya keras kepala maaf."

"Ngelunjak lo."

"Bodo."

"Gue males debat. Jadi, lebih baik lo balik ke meja lo sebelum amarah gue ningkat."

Celsia menghembuskan nafasnya pasrah. Cewe itu lalu kembali ke tempat duduknya.

"Arka, lo cuman satu satunya orang yang bisa gue percaya." Lirih Alea.


*******

Sepulang dari sekolah, Alea langsung merebahkan dirinya pada kasur tidurnya. Alea begitu lelah hari ini. Sejak pagi hingga kini, tidak ada hiburan sekali untuk dirinya.

Begitu hampa hari ini.

Bahkan, Arka yang sering kali menghubungi nomer Alea, sekarang, sedang tidak menghubunginya.

Alea sebenarnya ingin sekali menghubungi nomer Arka, tetapi gengsinya terlalu tinggi untuk melakukan itu.

"Ah, Alea jelek. Nelfon Arka masa gengsi!" Cibir Alea kepada dirinya sendiri. Alea ternyata, dari tadi hanya memiringkan badanya ke kanan dan ke kiri secara bergantian.

"Ah sialan. Gengsi lu ketinggian Al." Tatapan mata Alea tidak lepas dari room chat dirinya bersama Arka.

Saat dirinya tengah menatapi room chat dengan fokus. Dia dikagetkan oleh kehadiran kakaknya.

"Wassap men! Lagi ngapain lo dek ku sayang?" Alea menoleh sejenak lalu mematikan ponsel handphonenya.

"Kepo amat lo." Ucap Alea datar.

"Gaboleh?" Satu alis kakaknya terangkat. Sepertinya, kakaknya ini ingin mencari masalah dengan Alea.

"Diem atau gue tampar muka lo!" Tegas Alea menatap kakaknya.

"Gue.." potongnya sejenak kemudian mengetuk-ngetukkan jari telunjuk tangan kananya ke dagu.

"Gue ga milih apa-apa." Ucap kakaknya diiringi muka khas kakaknya. Yakni, muka jahil.

"Beneran gue gampar lo kak." Alea bangkit dari tidurnya, menghampiri kakaknya dan bersiap-siap untuk menggamparnya.

"LEA, ITU ADA NOTIF DARI ARKA!"

Alea segera mengecek handphonenya dari jarak jauh. Matanya sedikit menyipit, dikarenakan dia tidak memakai kacamata. Dan, ya..

Ternyata itu adalah tipuan semata.

Alea segera berbalik kearah depan lagi.
Dia saat ini sudah tidak mendapati wajah kakaknya lagi. Huftt, memang ya, kakaknya itu sangat jahil!

"Pengen gue hajar, cuman kakak sendiri." Ujarnya lesuh sembari menghela nafas.

Alea kembali melihat room chatnya bersama Arka, ia harap, cowo itu segera menelfonnya.

"Bacot Al, dia gabakal telfon lo." Cewe itu pasrah. Sudah 20 menit dirinya menunggu untuk ditelfon.

Alea mematikan handphonenya, menatap kosong kearah depan. "Kalo gue cerita masalah gue ke orang-orang, bakalan kesebar ga ya?" Alea bertanya kepada dirinya sendiri.

"Sepertinya, mau gue paksain diri gue untuk cerita ke orang-orang dan merubah sikap gue, gabisa." Lirih Alea.

Alea menenggelamkan kepalanya dengan tangan yang disilangkan dikedua lututnya.

'Kringg'
Bunyi telfon dari handphone Alea terdengar, membuat dirinya kaget dan buru buru mengecek siapa yang menelfonnya.

Ternyata, tertera nama 'Arka' dihandphone tersebut. Dengan cepat, Alea mengangkat telefon tersebut.

"Cie yang gengsi nelfon gue."
Padam merah sudah pipi Alea seperti tomato.

"GAJELAS AH LO ARKA!" Marah Alea kepada Arka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 24, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ALEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang