BAB 10

744 90 38
                                    

Sudah dua hari berlalu sejak pertemuannya dengan teman dari teman masa kecilnya, Tirta, di kepolisian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah dua hari berlalu sejak pertemuannya dengan teman dari teman masa kecilnya, Tirta, di kepolisian. Belum ada perkembangan lebih lanjut, Gevariel juga tidak ada menghubungi—sepertinya sedang sibuk. Selama itu juga, pekerjaannya lancar jaya. Viola tidak mendengar namanya disebut-sebut ketika melewati dapur, atau bisik-bisik di bilik kamar mandi. Setidaknya, untuk saat ini Viola bekerja dengan nyaman.

Maka dari itu, pekerjaannya selesai lebih awal. Terlebih, Viola sudah menyelesaikan pembayaran pajak perusahaan, mengisi e-billing di website sejumlah yang tertera pada salah satu aplikasi bantu penghitung pajak. Beruntung perusahaannya bekerja sama dengan developer aplikasi, sehingga tidak terlalu sulit baginya untuk menghitung jumlah total potongan pajak.

Kini, Viola sedang duduk manis di salah satu coffee shop yang tak jauh jaraknya dari kantor. Ice cappucino berukuran fenti, less sugar, less coffe, yang sanggup perempuan itu habiskan sendiri.

Baru sekarang lagi, Viola dapat menikmati minumannya dengan tenang, tanpa gangguan, tanpa mendengar celaan sekali pun dari rekan satu divisinya. Pun di tempat ini, kemungkinannya sedikit, atau bahkan tidak ada yang mengenalinya.

Kapan lagi Viola bisa mendapatkan momen santai seperti ini. Viola tidak mau menyia-nyiakannya. Maka dari itu, ia sekarang sudah membuka laptop yang sengaja dibawa untuk berselancar di website belanja online

Entah kapan terakhir dia shopping-shopping begini, yang pasti sebelum masalah tentang video mesum itu ada—ah, Viola malas mengingatnya. Pokoknya hari ini, ia harus bersenang-senang, dan kegiatan belanjanya ini adalah self reward karena sudah melakukan yang terbaik juga bertahan di antara gempuran masalah yang datang dari segala arah.

Jemarinya mengklik pad, membuka laman sebuah design tas kulit berwarna cokelat muda, dengan aksen pita di talinya. Viola kembali merenung, ia bingung antara membeli tas atau sepatu karena diingat lagi, sepatunya yang dipakai saat ini sisi-sisinya sudah mulai terbuka. Ugh, padahal Viola beli dari merk yang cukup dikenal.

Tidak mungkin membeli dua-duanya, masih ada kebutuhan lain yang harus dipenuhi. Terlebih, gajinya pun tidak seberapa, ia bukan bekerja di perusahaan industri kelas besar. Ujung jarinya mengetuk meja, dengan satu kaki bergetar pelan di kolong. Viola masih belum memutuskan.

"Tapi kalau beli tas, sepatu gue solnya udah nganga. Kalau beli sepatu, tas gue talinya udah mau putus," monolognya, "alah, ternyata gue miskin banget sampe barang hampir rusak pun masih dipake."

Bagaimana kalau, Viola meminta dibelikan sepatu dari Wiryo, ayahnya. Wiryo berjanji akan membelikan Viola apa pun di tiga tahun perempuan itu bekerja. Ya, sudah selama itu Viola mendedikasikan diri bekerja di perusahaan industri ini, tepatnya di dua puluh hari lalu tanggal tepat tiga tahun lalu perayaan resmi sebagai karyawan tetap.

Viola meraih ponsel yang tidak jauh dari gapaiannya. Belum sempat ia membuka ponselnya, benda itu bergetar panjang di dalam genggaman. Bola matanya bergerak, untuk melihat kontak salah satu rekan divisinya. Viola segera menggeser tombol hijau ke atas, menempelkan layar ke telinga.

Partner in Prime [ ✔️ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang