BAB 17

624 70 28
                                    

Luvita bangkit dari duduknya di sofa beludru merah, yang terletak di lobby, tempat tamu menunggu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luvita bangkit dari duduknya di sofa beludru merah, yang terletak di lobby, tempat tamu menunggu. Ia menyambut kedatangan dua temannya yang baru saja sampai kembali ke kantor. Wajahnya ditekuk, serupa karakter yang sedang marah, dengan bibir mengerucut ke depan.

"Sori, sori." Reza berkacak pinggang usai berdiri di hadapan perempuan yang tingginya hanya sampai ketiak. "Tadi dadakan banget soalnya, gue nggak ada rencana ke luar bareng Vio."

"Tega banget lo pada," gerutu Luvita, "gue nyariin keliling kantor, mana telepon nggak diangkat!" Luvita terus menyerocos panjang, sementara dari balik punggung Reza, Viola datang berjalan dengan lesu, duduk di sofa beludru panjang.

Perempuan itu memejamkan matanya, seraya menarik napas, dan mengembus berat. Tentu saja kehadirannya menarik atensi kedua sejoli yang sedang dalam perdebatan—atau lebih tepatnya Luvita yang terus saja mengomel.

Namun, ekspresi Luvita mengendur melihat raut putus asa di wajah sahabatnya itu. Luvita memilih untuk merapatkan bibir dan duduk di samping Viola. "Gimana? Gimana, Vi?" Tangannya menggenggam penuh tangan Viola, mengelus punggung tangan halus dengan ibu jari.

Viola baru bisa mengangkat panggilan dari Luvita tadi, ketika di perjalanan mereka kembali ke kantor. Ia menjelaskan semuanya, termasuk tentang SP yang diterima juga Tirta yang masih membutuhkan waktu. Viola berharap, Gevariel bisa mendesak temannya itu untuk segera mencari tahu pelaku.

"Pasrah deh, gue." Viola bersandar pada sofa, matanya mengedar di langit-langit lobby. "Siap-siap aja, jadi pengangguran."

"Heh!" seru Luvita, "jangan ngomong gitu, usaha nggak akan ngekhianati hasil, kok." Ia berucap dengan tegas dan percaya diri. Viola hanya terkekeh kecil sebagai responnya.

"Bener," sahut Reza, masih berdiri menatap kedua teman perempuannya. "Kita kan, udah usaha Vi. Pasti ada hasilnya."

Sebab masih di jam istirahat, kebanyakan karyawan sedang makan siang. Ketiganya memilih untuk diam dulu di sana, sesekali mengobrol. Luvita sangat senang membicarakan video cover lagunya yang mencapai lima ratus ribu penonton, di kanal YouTube. Memang, perempuan itu sangat menyenangi hobinya menyanyi. Jadi, ia memanfaatkan teknologi juga fasilitas WiFi kantor setiap upload atau edit video.

Seorang perempuan berambut pendek datang, kakinya melangkah lebar juga tegas. Air mukanya sangat buruk, perempuan itu seperti sedang menahan amarah hingga wajahnya memerah.

"Viola!" teriaknya, yang tidak hanya menarik atensi tiga sekawan. Akan tetapi, hampir perhatian semua orang yang sedang berada di lobby mengarah padanya berdiri di dekat sofa.

Viola baru saja bangkit dengan bingung melihat kedatangan Resti, tapi satu tamparan malah meluncur di pipinya menimbulkan jejak merah. Wajah Viola terlempar ke samping, mulutnya terbuka kaget.

Luvita ikut bangkit, dalam keterkejutan ia mendorong Resti mundur. "Lo apa-apaan, sih?!"

Resti mendelik, mata tajamnya beralih pada Viola, dengan ujung telunjuk mengarah pada wajah cantik itu. "Dia yang apa-apaan!"

Partner in Prime [ ✔️ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang