8.

3 0 0
                                    

Gauri merasa tubuhnya semakin lemas saat infusan dicabut. Bundanya benar tidak main-main, hari ini benar-benar datang untuk memaksa dokter supaya mengizinkan untuk pulang lebih awal. Padahal sebelumnya dokter mengatakan bahwa minimalnya ia perlu tiga hari untuk bisa pulang. Tetapi mau bagaimana lagi, yang Gauri bisa hanya perlu menurut, tidak membantah dan tidak ikut campur yang bundanya kehendaki.

"Pastiin dia gak ke mana-mana abis ini. Saya mau pergi lagi."

"Baik, bu." jawab Ina yang sedang membereskan perlengkapan Gauri.

Setelah mendengar jawaban Ina, Lanny langsung melenggang pergi keluar dari ruangan. Tugasnya hanya meyakinkan dokter untuk memberi izin supaya Gauri pulang lebih cepat saja.

Baru beberapa langkah beranjak dari ranjang, Gauri merasa kepalanya masih keleyengan, sehingga ia mendudukan tubuhnya di sofa lalu menyandarkan kepalanya.

"Ayo non, semuanya udah beres."

Gauri mengangkat tangannya, bermaksud memberi kode kepada Ina untuk menunggu sebentar dan memberinya waktu.

"Ada apa lagi? Ada yang ketinggalan? Ayo non, kalau lama-lama nanti ibu yang marah ke saya."

Gauri menarik nafasnya mencoba menenangkan diri, "Sebentar, kepala saya pusing. Kasih saya waktu lima menit saja."

Ina yang tadinya mau mendebat, langsung mendudukan tubuhnya di kursi yang berada di sisi ranjang, ia mendapati Gauri yang bersandar dengan mata tertutup. Membiarkan Gauri untuk terdiam di sana sejenak. Ia kemudian membuka ponselnya.

Lima menit waktu berselang, Ina beranjak dari posisinya "Udah lima menit non, ayo!" setelah berujar, Ina berlalu melangkah menuju pintu ruangan.

Gauri membuka matanya, dan mendapati Ina yang menenteng tas sudah berada di dekat pintu. Mau tak mau ia bangkit dari posisinya dengan perlahan, kemudian mengikuti jejak Ina walaupun harus berpegangan ke dinding.

"Mbak Ina aku minta tolong dong, boleh minta tuntun gak? Kepalaku masih agak pusing."

Ina yang sedang memegang gagang pintu hendak keluar, langsung memundurkan langkahnya dan menggandeng tangan Gauri.

"Kalau masih pusing kenapa udah pulang non?" tanya Ina penasaran.

"Kayak gak tahu bunda gimana." balas Gauri singkat.

"Tapi 'kan--"

"Kak Gauri boleh minta fotonya gak?"

Ina agak kesal saat kalimatnya terpotong dari dua orang anak remaja yang menatap senang ke arah Gauri. Apakah mereka tidak melihat Gauri jalannya dituntun dengan wajahnya yang pucat seperti itu?

"Maaf ya kakak-kakak, bukan maksud menolak, tapi non Gaurinya baru keluar rumah sakit dia masih lemes, maaf ya sekali lagi." ujar Ina mencoba menjelaskan kondisi Gauri, karena Gauri mungkin saja sungkan dan akan tetap melayani di kondisinya yang seperti ini.

***

Satu hari saja belum terlewati dari Gauri pulang dari rumah sakit, tetapi jadwal beberapa ajakan podcast, collab, dan beberapa endorse yang masuk sudah terlist dengan rapih di room chatnya dengan Nina.

"Mending lo cari asisten baru deh, gue capek banget harus negosiasi sama brand, ngurusin jadwal kak Lanny sama lo. Kalau ada jadwal bareng kak Lanny baru deh gue yang terima lagi. Gue udah ngomongin ini sama kak Lanny, udah atas persetujuan dia." suara Nina otomatis terputar saat Gauri menekan tombol play voice note.

"Oke kak, makasih. Nanti sebutin aja brand dan produknya, nanti aku yang pikirin sendiri ide videonya, makasih."

Gauri sebenarnya bingung harus mencari asisten yang bisa membantu mengurusi undangan-undangan dan endorse. Nina terlalu dadakan langsung berhenti mengurusinya setelah memberikan jadwal yang cukup padat, padahal ia belum menyetujui undangan podcast dan collab yang dilist Nina.

You Never KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang