6

249 32 1
                                    

French mengetuk-ngetukan sepatunya di atas lantai. Mengelus dagunya seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat. Bagaimana tidak? Ia sedang memikirkan cara apa saja yang bisa ia lakukan untuk membuat Zara bahagia. Tersenyum tanpa beban. Ia sudah tak memusingkan apa perasaan Zara untuknya. Yang terpenting gadis itu bahagia.

Ia bukanlah pria bodoh yang tak tahu jika perempuan itu tak menerima bunga-bunga indahnya. Ia sedikit sakit hati bahwa bunga-bunga itu malah dijual. Bagaimana bisa ia tahu? Karena satpam yang ia bayar untuk memata-matai Zara memberitahu hal yang sangat menyakitkan itu.

Ia memegang dadanya yang sakit. Astaga.. apakah jatuh cinta sesakit ini? Ia tak pernah sesakit ini sebelumnya. Ia tak patah hati jika perempuan yang dulu ia dekati akan menolaknya. Ia tak sampai sesakit ini.

Lagipula karena ia benar-benar ingin serius menjalin hubungan dengan perempuan itu. Tapi, apalah daya ia harus memikirkan cara pendekatan yang tepat. Yang menguras pikiran dan perasaannya. Sepertinya gadis ini memiliki aura yang kuat. Sehingga pria yang dulu sekuat baja kini lunglai tak berdaya hanya karena cinta.

C'mon.. usianya kini sudah tak lagi muda. Well, 29 tahun memang sedikit tua untuk gadis 19 tahun. Tapi, siapa peduli? Yang terpenting mereka jodoh. Ia sangat yakin akan hal itu.

"Oh jodohku.. bisakah engkau dekat denganku setiap harinya? Agar aku tak gila memikirkanmu sepanjang hari," gumamnya seraya mengetuk-ngetuk pulpen di atas meja.

Pria itu persis seperti orang gila jika dilihat dari kaca jendela. Berbicara sendiri tanpa ada lawan bicara.

Ia memilih mengirim pesan untuk gadis itu.

Me
Apa yang sedang kau lakukan, sayang?

French menghela nafasnya kasar karena pesan gadis itu hanya checklist

Mungkin gadis itu sibuk sekarang. Apa ia harus selalu memakluminya? Padahal ia sendiripun juga sibuk.

***


"Apa yang kau lakukan disini?"

"Aku hanya ingin memberimu ini."

Zara melirik benda yang dibawa pria itu ke depan apartemennya.

"Pizza?"

"Yes.. sesuai yang kau mau. Jadi, apa kau sudah makan?"

"Belum. Kebetulan sekali."

"Aku juga belum, kebetulan sekali. Kita bisa makan berdua."

Zara melirik sinis pria itu. Menggeram dalam hati. Modus..

"Jadi, kau kesini hanya ingin memberi pizza untuk kau makan juga?"

"Bukan. Bukan begitu. Kita bisa makan berdua kan? Porsinya lumayan besar untuk satu orang. Jadi, kita bisa makan berdua agar tak membuang-buang makanan."

Zara menghela nafas pelan. Sudah pukul sembilan malam. Seharusnya ia tak mengemil malam-malam. Tapi, apalah daya perutnya ingin pizza yang hangat ini.

"Oke, ayo masuk!"

Pria itu tersenyum dalam diam. Bersorak dalam hati karena untuk pertama kalinya ia masuk ke dalam apartemen gadis itu. Hmmm.. pertama kali masuk ia langsung mencium aroma khas Zara. Parfum yang selalu membuatnya terkadang merindukan gadis kecil ini.

"Kau mau minum apa?"

"Aku ingin minum susu."

Zara menaikkan sebelah alisnya.

"Maksudku.. apa saja."

"Aku tak punya susu. Kau sering minum susu?"

"Ah.. bukan maksudku.." pria itu menggaruk kepalanya salah tingkah. Apa yang pria itu pikirkan? Susu? Entah kenapa ia berpikir semesum itu. Namun untungnya gadis itu tak sadar.

"Aku ingin kopi. Kopi susu, ada?"

"Aku tak punya susu. Kopi saja mau?"

"Yeah.."

Zara meminta pria itu untuk duduk terlebih dahulu. Kemudian membuatkan kopi yang jarang sekali ia minum. Well, memang ia kurang suka kopi. Ia hanya akan minum jika ia butuh.

PLEASE LOVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang