Padahal hanya dua puluh menit berada di dalam mobil, tetapi kelopak mata Issa yang tidak kunjung terbuka sempurna, sudah cukup menjelaskan betapa netra gadis itu belum terbiasa dengan cerah yang menusuk tepat ketika langit biru memayunginya langsung. Mentari di cakrawala Solo rupanya sedang ingin memamerkan gagahnya. Issa perlu mengerjap beberapa kali sebelum membiarkan sneakers yang dia pakai bergerak lebih jauh memasuki sebuah gang yang tidak sempit, tetapi tidak cukup untuk dibilang lebar. Setidaknya, sampai seberkas suara menghentikan geraknya.
"Brifieng dulu bentar."
Segera saja, Issa memakukan tubuh pada tanah sebelum membawa arah pandangnya berbalik, pada tempat yang menjadi arah suara milik Gyan tersebut. Gadis itu mendekat pada tiga lelaki yang berdiri dekat dengan sebuah motor dan satu mobil terparkir. Rupanya, hanya Issa yang bergerak lebih dulu. Ya, mau bagaimana lagi? Lukisan di sebuah bangunan di depan sana yang tampak mengintip sedikit, terlalu menyita perhatiannya tepat setelah mata cantik gadis itu mampu beradaptasi dengan terik.
Issa menggaruk belakang lehernya sedikit. Salah tingkah. Untung tidak ada yang memperpanjang pergerakan sok tahunya tadi, meski dia dapat menangkap gelagat Raja yang tampak sedang menahan tawanya. Pelototan tentu saja menjadi hal pertama yang Issa berikan. Meski respons gadis itu hanya berhenti di sana, diinterupsi oleh suara Gyan yang segera mengisi.
"Hari ini kita fokus ke pendekatan, biar ke depannya mereka lebih open ketika riset dan pengambilan gambar. Ingat, riset dalam pembuatan dokumenter itu on going research, terus berjalan dari proses perancangan sampai editing nanti. Based on facta, itu alasannya. Kita bakal mengunjungi tempat ini berkali-kali. Jaga hubungan yang baik, biar mereka berkenan untuk provide informasi yang kita butuhkan." Kalimat panjang itu diucapkan Gyan dengan membagi tatapannya pada masing-masing dari mereka, yakni Issa, Raja, dan Yesha.
Bagaimana dengan Visca? Perempuan yang menjadi redaktur politik itu memiliki banyak agenda wawancara. Itu yang menjadi penjelasan absennya eksistensi Visca hari ini.
"Jelas, kan?" tanya Gyan memverifikasi.
"Jelas, Mas." Kompak, respons itu berasal dari Raja dan Issa.
"Aman, Yan." Sedangkan ini suara Yesha, yang ternyata tidak selesai sampai di sana. "Eh, mau ngingetin aja, sih. Kita posisinya sebagai volunteer, ya. Jangan sampe bingung mau apa, pokoknya bantuin pihak Kayu Apu, cek kerjaan peserta, bantuin anak-anak yang lagi belajar baca, atau sekadar tanya-tanya, tapi jangan sampai ganggu. Terus, langsung membaur aja nanti, pengurus yang kita hubungi ke sininya masih nanti soalnya. Intinya, kalian bangun kedekatan sama semua elemen di sana, kayak yang dibilang Pak Director tadi." Di ujung kalimat, Yesha melirik Gyan dengan mengubah nada bicara menjadi memiliki kesan ledekan.
Gyan? Tentu tidak merespons positif. Lelaki itu mendengkus, yang membuat tiga orang lainnya terkekeh geli.
Issa tidak tahu apakah Yesha dan Gyan merupakan teman dekat bahkan di luar pekerjaan. Mungkin, nanti dia bisa menanyakannya kepada Raja. Sebab, menurut gadis itu, Yesha yang tampak santai dan makin ke sini makin terlihat isengnya, akan membuat sebuah pertemanan menjadi lucu jika Gyan yang menjadi partnernya. Mereka terlihat bertolak belakang. Kemungkinan besar, pertemanan mereka tidak akan berjalan dengan teramat datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Borderlines - Jeong Jaehyun
RomanceC A M P U S S T O R Y A New Adult Romance *** Harusnya Issa kesal pada supervisor-nya yang menyebut Issa tidak becus di hari pertama dia bergabung dengan divisi Lifestyle Navigasi Media. Akan tetapi, sebaliknya, hidup yang semula berada di ruang...