"Beneran? Nggak mau magang semester depan aja?"
Harusnya, ketika Nadya terus melontarkan pertanyaan itu, bak repetisi yang bersirkulasi, Issa menjadikannya kesempatan untuk berpikir ulang. Akan tetapi, dasarnya sok tahu, gadis itu justru memberikan jawaban independen yang statis. Tidak ada variabel yang dibiarkan memengaruhi.
Keukeuh, tetapi berakhir misuh-misuh dalam hati. Tepatnya, di hari ini. Hari pertamanya menjalani aktivitas sebagai mahasiswa magang divisi Marketing Communication.
Dalam keadaan apa pun, Issa itu cenderung tidak bisa diam. Pun setiap mengikuti kelas, ia hampir sepuluh menit sekali ditegur oleh Nadya karena bolak-balik meminjam bolpoin, melongok catatan, mencoret-coret buku, hingga menerbangkan pesawat kertas. Sudah seperti anak TK yang belum memiliki desain sempurna untuk mencurahkan kepatuhan.
Sedang saat ini, sudah lebih dari tiga puluh menit dia duduk di depan komputer dengan gambar dinosaurus simetris, yang entah sudah berapa kali ditabrakkan pada kaktus dengan sengaja. Tentu saja, oleh Issa.
Wajah gadis itu sudah tidak karuan. Ditekuk dengan mata mengantuk, juga posisi duduk dengan punggung yang dijatuhkan pada sandaran kursi.
Untuk kali kesekian, embusan napas terdengar. Untungnya, semua orang yang berada di ruangan besar dengan puluhan kubikel ini memiliki kegiatannya masing-masing, sehingga tidak sempat menangkap ekspresi nonverbal sarat kebosanan yang dilontarkan Issa.
Ah, sepertinya memang hanya Issa yang tidak memiliki kesibukan sama sekali.
Khawatir kepalanya akan jatuh ke atas meja jika tidak segera mengusir kantuk, Issa memilih berdiri dan menyambangi kamar mandi. Lagi. Ya, mungkin ini sudah ketiga kalinya dalam tiga puluh menit terakhir Issa melakukan hal yang sama.
Gadis itu paling malas re-apply make up, tetapi tidak mau juga riasan tipis tanggal dari wajahnya. Untung saja, produk yang mempercantik matanya memiliki sifat water dan transfer proof. Dia tidak perlu khawatir maskaranya luntur setelah meneteskan sedikit air di sana.
Issa bersandar pada tembok, meletakkan sebelah siku ke wastafel sembari mengutak-atik ponselnya.
Tidak berselang lama, nada sambung terdengar dan butuh puluhan detik sampai orang di seberang menghentikannya.
"Apaan lagi, sih, anjir?"
Refleks, Issa menjauhkan ponsel dari telinga kala suara keras menghantam rungu. Dipandangnya layar ponsel dengan detik panggilan yang terus berjalan. Namun, seolah tidak peduli dengan kejelasan kesal milik seseorang di balik nama "Nanaddd" itu, Issa kembali mendekatkan alat komunikasi ke telinga, membawa diri bersandar dengan lebih lesu lagi.
"Bosen." Itu kata pertama yang keluar dari mulut Issa. "Boseeen anjir. Gue pulang aja apa, ya." Ujung kemeja abu-abu yang dia pakai, menjadi sasaran empuk untuk dipelintir hingga kusut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Borderlines - Jeong Jaehyun
RomantizmC A M P U S S T O R Y A New Adult Romance *** Harusnya Issa kesal pada supervisor-nya yang menyebut Issa tidak becus di hari pertama dia bergabung dengan divisi Lifestyle Navigasi Media. Akan tetapi, sebaliknya, hidup yang semula berada di ruang...