Naura berjalan dengan cepat keluar dari ruang kelasnya saat bel pulang berbunyi nyaring. Namun langkahnya harus terhenti kala sebuah suara memanggil namanya.
Naura pun membalikan badannya sambil tersenyum tipis kearah gadis itu. Lira.
"Lo kenapa buru-buru banget sih? Tungguin gue napa."
"Kan kita pulangnya bareng." ucap Lira sambil membenarkan tasnya di pundak.
"Enggak Lir. Lo pulang duluan aja, gue mau ke..." Naura menggantungkan ucapannya. Saat ini ia tengah berpikir keras untuk mencari alasan yang tepat.
"Ke mana?" tanya Lira.
"Gue mau ke makam ortu gue dulu. Mungkin sore gue baru balik ke rumah, jadi lo duluan aja yah." ucap Naura berbohong.
"Serius lo mau ke makam sendirian? Kalau mau gue bisa temenin kok."
"Gak usah Lir, gue pengen sendiri aja."
Lira mengangguk paham kemudian tersenyum. "Oh oke, kalau gitu gue balik duluan ya." gadis itu memegang bahu Naura.
"Iya, hati-hati." balasnya.
Naura menghela napas saat gadis berambut pendek itu telah pergi. Jujur Naura merasa bersalah karena lagi-lagi ia membohongi Lira.
"Maafin gue Lir."
°°°
Naura terduduk lemas di atas closet. Kelopak matanya bersiap menumpahkan cairan bening yang sedari tadi menumpuk di sana.
Seolah ada ribuan jarum yang menusuk dadanya. Dada itu terasa sakit dan rasanya sulit untuk bernapas. Sesekali gadis itu menepuk-nepuk pelan dadanya, berharap dengan itu nafasnya kembali normal.
Kaki dan sekujur tubuhnya terasa lemas saat ia melihat hasil dari benda kecil berukuran pipih itu menunjukkan dua garis berwarna merah.
Hamil.
Ya, Naura tidak bodoh. Ia tahu apa maksud dari dua garis itu. Dirinya positif hamil. Sebelumnya Naura masih tak yakin akan test pertama yang ia lakukan. Namun saat ia test untuk kedua kalinya dengan tespack yang baru, hasilnya tetap sama. Membuat Naura merasakan sesak yang amat sangat.
Rasanya dunianya berhenti saat itu juga. Di dalam perutnya kini terdapat jabang bayi yang hidup di sana.
Tidak, Naura tidak mengharapkan kehadirannya. Tapi salahkah bayi itu? Bukan, bukan makhluk kecil itu yang salah. Salahkan Naura yang berani melakukan hal bodoh itu hanya demi uang.
Kini dirinya benar-benar hina dan kotor.
Ia bersusah payah menelan salivanya. Akan tetapi terasa amat sulit baginya. Ia terisak di dalam toilet itu. Seolah tak memperdulikan jika nantinya ada orang yang mendengarnya.
Cukup lama Naura berada di dalam toilet yang sepi itu, gadis itu pun memutuskan untuk pergi. Ia berjalan dengan langkah gontai dan wajah sembab yang tertutup masker berwarna hitam.
Kini tujuannya adalah pergi ke Rumah sakit. Gadis itu duduk berhadapan dengan seorang wanita berusia 40 tahun yang mengenakan jas berwarna putih bersih.
Wanita itu tersenyum sambil mengulurkan tangan kanannya. Saat itu juga Naura langsung mendengus geli sambil memalingkan wajahnya. Ia tahu apa yang akan dokter itu katakan. Pasti dokter itu akan mengatakan selamat padanya. Ya, itu pasti. Tapi bukan itu yang mau Naura dengar.
"Kamu kenapa?" tanya Dokter itu lembut kemudian menarik kembali tangannya. Ia berdiri menghampiri Naura sambil mengelus punggungnya.
"Dokter mau ucapin selamat kan buat saya? Iya kan dok?" tanya Naura. Suaranya bergetar menahan tangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAMIAN
Dla nastolatkówAlvaro Damian Andreas, seorang laki-laki yang merupakan most wanted di sekolahnya. Laki-laki yang menjadi incaran para gadis di sekolahnya namun malah jatuh hati pada seorang gadis yang telah di rusaknya. Seorang gadis yang merelakan masa depannya d...