8. Me, you, and twilight

27 6 0
                                    

"Ka Dewa, healing yuk, pusingggg banget," ucap Aura sambil menatap makanan yang ada di hadapannya, merasa tak tertarik.

Dewa hanya meliriknya sebentar, "Ke mana?" tanyanya singkat, seolah belum menangkap maksud Aura.

"Ke mana aja deh, asal sama lo," jawab Aura spontan, lalu terdiam sejenak, merasa kalimatnya kurang tepat. "Eh, maksudnya... yang penting healing," tambahnya, gugup.

Dewa tersenyum simpul, sedikit merasa terhibur.

"Ke tempat kesukaan gue, ya?" tanya Dewa dengan nada menggoda.

"Yah, masa ke perpustakaan sih, Ka? Itu mah bukan healing, malah nambah pusing," jawab Aura, sambil memajukan bibir bawahnya, memelas.

"Kata siapa perpustakaan?" balas Dewa dengan nada cuek.

"Katanya tempat kesukaan lo. Lo kan suka ke sana, belajar," Aura menjawab malas, mencoba mengingat apa yang pernah Dewa katakan.

"Udah deh, sekarang lo telpon bunda minta izin. Pulang sekolah, gue culik lo," ujar Dewa sambil melanjutkan makanannya, tak peduli.

Aura mengangguk setuju, tanpa banyak protes.

---

Bel sekolah akhirnya berbunyi. Dewa sudah menunggu di depan gerbang dengan motor hitam glossy kesukaannya, siap untuk membawa Aura ke tempat yang dia maksud.

Setelah Aura mendekat, Dewa segera memakaikan helm untuknya, lalu menghidupkan mesin motor, melaju pelan ke arah yang hanya mereka tahu. Mereka berbincang asyik, membahas hal-hal random yang entah kenapa selalu bisa membuat mereka tertawa.

Perjalanan mereka berakhir di pantai.

"Wah, lo sejak kapan suka pantai, Ka?" tanya Aura, masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya—pantai yang luas dengan ombak yang berkejaran di kaki langit.

"Udah lama banget, Ra. Gue sering ke sini kalau lagi stres," jawab Dewa dengan sedikit kaget, mengakuinya tanpa berniat mengelak.

"Stres? Emang lo sering stres, Ka?" Aura menatapnya penuh tanda tanya.

"Kadang, belajar juga bikin stress kan?. Coba deh, pejamkan mata lo. Rasain semilir angin yang seolah-olah bisa menembus tubuh lo, nikmatin suara ombak dan daun-daun kelapa yang berbisik pelan," Dewa mengalihkan topik, berusaha mengajak Aura merasakan ketenangan.

Aura menurut. Begitu matanya terpejam, ia merasakan ketenangan yang luar biasa. Angin, suara alam—semuanya begitu menenangkan.

Mereka duduk di sana, menikmati sore yang tenang, hingga senja mulai datang dengan warna-warna hangat yang menyentuh langit.

"Senja indah ya, Ka?" tanya Aura, masih terpesona dengan pemandangan di depannya.

"Iya, indah, kaya lo, Ra," jawab Dewa dengan tatapan yang dalam, matanya menatap lekat pada kedua manik milik Aura.

"Hah?" Aura terkejut, wajahnya memerah seketika.

Dewa tertawa, manis dan penuh makna.

"Menurut gue, hal yang lebih manis daripada senja di langit yang jingga adalah senyum lo, Ra. Manis dan menghangatkan hati, seperti hangatnya senja."

Aura terdiam, sedikit terkejut dengan kata-kata Dewa. "Udah pinter gombal sekarang ya," ujarnya sambil menepuk lengan Dewa dengan gemas.

Tiba-tiba, Aura melontarkan sebuah pertanyaan, "Ka, tujuan lo hidup apa?"

Dewa menatap langit yang semakin kelam. "Nyelesain wishlist sebelum 18 tahun," jawabnya dengan suara pelan, menatap jauh ke depan.

"Wishlist, wishlist... Lo serius, Ka?" tanya Aura, tak percaya.

"Kalau lo punya alasan, pandangan lo soal wishlist yang terkesan norak itu bisa berubah jadi hal yang paling penting dalam hidup lo," jawab Dewa, matanya beralih memandangi Aura dengan penuh arti.

Aura terdiam, berpikir. "Hmm, emang wishlist lo apa?" tanyanya penasaran.

"Ah, kepo banget sih," jawab Dewa sambil menjulurkan lidah, membuat Aura mendecak kesal.

Namun, Dewa kemudian meraih kepala Aura dengan lembut, menyenderkannya ke bahunya, memandang matahari yang hampir tenggelam di balik laut. Angin pantai berhembus pelan, menambah keindahan sore itu.

Mereka duduk dalam keheningan, menikmati setiap detik bersama. "Andai hidup kita sesederhana menatap senja," pikir Dewa, dalam hatinya. Tapi ia tersadar, senja yang indah itu hanya sementara. Sama seperti banyak hal lainnya—keindahan yang akhirnya tenggelam.

Wishlist Sadewa.

— Rank 1 pararel untuk ayah
— Baikan sama ayah
— Bahagiain bunda
— Pacaran sama Aura

SADEWA & RAHASIANYA (REFISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang