.
.
.
.
.Arthala mengetahui bahwa setiap jurusan akan mengirim satu orang perwakilan untuk memberikan penampilan terbaik sebagai pembuka acara pentas seni, yang tidak dia ketahui adalah fakta bahwa Senan juga merupakan perwakilan dari jurusannya sendiri, yaitu Teknik Komputer Jaringan. Pria itu tampil tepat setelah dirinya menyelesaikan penampilannya, berdiri di atas panggung dengan gitar akustik yang mengalung indah di bahunya. Dia amat sangat mengenali gitar itu.
Sosoknya tampak memukau dengan sinar lampu yang menyorot penuh ke arahnya, dia seperti terlahir untuk menjadi pusat atensi. Beribu tatapan kagum dilayangkan, semua orang terbuai dengan keindahan yang pria itu ciptakan. Suaranya mengalun indah, menggetarkan hati setiap orang yang mendengar.
Arthala mengepalkan tangan, menahan sesuatu yang ada di dalam dirinya. Sesak itu kembali, namun kali ini seperti akan membelah dadanya. Arthala membenci perasaan seperti ini, karena itu akan membuat dia terlihat lemah dan menyedihkan. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama, membuat dirinya terjebak pada kehangatan yang penuh dengan tipuan.
Seluruh siswa dan siswi berteriak heboh saat Senan menyelesaikan penampilannya, pria itu memberikan senyum teduh yang menghangatkan hati. Dan tatapan mereka bertemu, di antara ribuan orang, Senan memilih untuk melihat ke arah dirinya. Arthala melihat tangan pria itu sedikit bergetar, matanya yang semula menampilkan binar bahagia kini menjadi tatapan sendu yang menyakitkan.
Arthala pergi meninggalkan kerumunan, juga meninggalkan Senan dengan tubuh bergetar menahan sesak. Senan merasakan kakinya melemas, peluh membasahi dahinya. Tidak ingin membuat orang-orang khawatir, dia pamit undur diri dan memberikan salam penutup atas penampilannya.
Niat hati mengejar Arthala, namun dia yakin kehadirannya akan ditolak oleh gadis itu. Jadi dia memutuskan untuk menenangkan diri di belakang panggung.
Merasakan tepukan pelan di bahunya, dia menoleh dan melihat sosok Eric yang memberikan tatapan khawatir. "Lo kenapa?" Tanya pemuda itu.
Sunwoo membalasnya dengan tatapan heran, sebab dia merasa bahwa dirinya baik-baik saja. "Lo gak bisa bohongin gue. Gue merhatiin lo, tau?"
Sunwoo menghela nafas, dia melupakan fakta bawa Eric adalah pria yang terlalu peka terhadap sekitarnya.
Eric terkekeh dan kembali bertanya, "Jadi, lo kenapa? Gue nanya karena khawatir, bukan cuma sekedar kepo aja" Senan terlihat menimang lalu kembali menghela nafasnya.
"Gue capek" Eric yakin, bukan itu alasannya. Namun, dia tidak ingin membuat Senan merasa tidak nyaman. Jadi dia tidak akan memaksa Senan untuk menjawab dengan jujur.
Tepukan kembali dilayangkan di bahu Senan, dia mengangguk pelan, "Istirahat" lalu melenggang pergi. Senan menatap kepergian Eric dengan tatapan nanar, lalu pikirannya melayang kembali pada saat tatapannya bertemu dengan milik Arthala. Kepalanya pening, namun dia diminta untuk tidak meninggalkan area panggung karena akan ada kejutan untuk para penonton.
Malam itu acara pentas seni berjalan dengan lancar dan meriah, setiap kelas memberikan penampilan yang memukau dan memanjakan mata, menghibur para hadirin dengan sedemikian rupa. Para guru juga puas dengan hasil yang diberikan, mereka memberikan tatapan kagum juga bangga.
Dan, inilah kejutan yang dimaksud oleh beberapa guru. Senan dan Arthala diminta untuk tampil bersama di atas panggung, menyanyikan satu lagu bertema perpisahan sebagai penutup acara. Senan melihat Arthala memberikan tatapan tidak percaya ke pada para guru, namun tidak berani untuk memberikan protes ataupun membantah. Akhirnya, mereka menerima. Walau kebencian mereka yang dipertaruhkan. Atau, hanya Arthala?
Arthala menyanyikan satu lagu dengan iringan gitar akustik milik Senan. Mereka tampak serasi saat bersanding, berbagai tatapan memuja dilayangkan. Suara indah milik Arthala menenggelamkan penonton dalam lautan kesedihan. Mengajak para penonton untuk ikut merasakan apa yang saat ini dia rasakan tanpa harus menceritakan apapun, begitu menyesakkan dan menggetarkan hati.
Satu lirik terakhir dan riuh tepuk tangan mengudara, mereka mendengar berbagai sorakan bangga dan melihat beberapa orang menitikkan air mata. Tanpa sadar, pipi mereka juga membentuk sungai kecil. Dengan kesadaran penuh Senan merengkuh tubuh kecil Arthala, dipeluknya sosok yang selama ini menjadi alasan hatinya terluka. Betapa dia merindukan Arthala berada di dalam pelukannya, dan sakit itu datang ketika membayangkan bahwa ini adalah pelukan terakhir mereka. Tubuh Arthala menegang menerima pelukan tiba-tiba yang diberikan oleh Senan, dadanya bergemuruh ribut menghantarkan perasaan yang selama ini dia hindarkan.
Merasa pelukan Senan yang mengerat dan seperti tidak berniat untuk melepasnya, maka Arthala membalas pelukan itu dengan tidak kalah erat. Memberikan usapan lembut di punggung anak laki-laki yang selama ini dikenal sebagai musuhnya, sosok yang selama ini ia benci. Para guru tersenyum haru melihat ke dua anak kebanggaan mereka kembali akur setelah sekian lama. Mungkin, keputusan mereka kali ini tepat.
.
.
.Kepala sekolah memberikan sambutan terakhir serta pengumuman penting untuk semua orang, beliau berdiri di atas panggung dengan perhatian semua orang tertuju pada sosoknya yang agung.
"Selamat malam para siswa dan siswi yang saya cintai dan saya banggakan, juga para guru yang selalu setia berada di sisi saya. Pertama, saya mengucapkan banyak terima kasih untuk semua hadirin yang telah membantu memeriahkan acara pentas seni sekaligus perpisahan untuk kelas 12. Terima kasih untuk pertunjukan yang memukau dari setiap kelas, saya bangga dengan kalian semua. Juga, terima kasih untuk kerja keras para panitia. Tanpa kalian, acara ini tidak akan berjalan dengan baik." Para hadirin bertepuk tangan lalu kembali menunggu kalimat selanjutnya.
"Selanjutnya, saya ucapkan selamat kepada anak-anak saya yang telah menyelesaikan pendidikan di sekolah ini, keluar dengan segudang ilmu yang telah kalian terima selama tiga tahun bersekolah, dengan bangga melangkahkan kaki keluar dari tempat yang selama ini kalian sebut rumah. Namun, kami tetaplah rumah, kalian dapat berpulang kapanpun kalian mau. Saya dan para guru yang merupakan orang tua kalian sejak pertama kali kalian menapakkan kaki di gerbang sekolah ini, akan dengan senang hati membuka kedua tangan untuk menyambut kalian, anak-anak. Kasih sayang kami tidak akan pernah berubah bahkan ketika kalian sudah tidak mengingat di mana kalian tumbuh menjadi seorang remaja yang penuh rasa ingin tahu. Kami melepas kalian, untuk menjejaki dunia yang lebih luas, dengan membekalkan ilmu pengetahuan yang pasti akan berguna di manapun kalian berada. Selamat jalan, anak-anak. Perjalanan kalian sangat jauh, dan tidak akan pernah berhenti hingga kalian melihat sebuah pintu yang bernamakan kesuksesan. Tidak perlu takut, doa kami akan selalu menyertai langkah kalian." Air mata berjatuhan membasahi pipi bagi setiap orang yang mendengar, untaian kata yang diucapkan oleh kepala sekolah tercinta mereka membuat malam ini menjadi lebih menyakitkan dari malam-malam sebelumnya. Masing-masing memikirkan perpisahan setelah selama tiga tahun penuh saling bergandengan tangan untuk menguatkan satu sama lain, dan kini semuanya telah selesai. Melangkah berjauh-jauhan dengan kaki mereka sendiri.
Kepala sekolah menyeka air mata yang mungkin tidak disadari keluar dari matanya yang terdapat kerutan. Umur yang tidak lagi muda namun sosoknya masih dapat berdiri dengan penuh kekuasaan dan kasih sayang di atas panggung sana.
Pria tua itu berdeham sebelum melanjutkan pidatonya atau mungkin pengumuman yang sedari tadi ditunggu oleh beberapa orang.
"Seperti yang kita tahu, bahwa tahun ajaran baru akan segera dimulai. Dan seperti tahun-tahun sebelumnya, sekolah kita akan melakukan pertukaran pelajar ke luar negeri. Sekolah kita akan mengirim satu siswa atau siswi kelas 11 ke sekolah besar Elinor Ostrom Schule yang berada di Berlin, Jerman. Serangkaian tes harus dilalui oleh beberapa siswa dan siswi yang telah dipilih untuk mengikuti ujian percobaan pertukaran pelajar. Kalian bisa melihat situs sekolah untuk mencari informasi dan mengetahui nama-nama yang akan mengikuti tes tersebut. Hanya itu yang saya sampaikan, terima kasih dan selamat malam. Selamat beristirahat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us [Sunwoo The Boyz]
Roman pour AdolescentsIni bukan tentang benci. Setidaknya, begitu orang-orang melihat mereka. -local short story- School life A little bit of angst? By @thisbabyboss