#38 - Bungeoppang

375 79 12
                                    

Bulan sabit menggantung indah di pohon cemara taman belakang rumah. Dari ruang tengah, Sehun menumpukan dagu di sandaran sofa dengan pandangan menelusuri sekeliling yang terlihat terang. Lampu taman menyala benderang, menyinari pepohonan, tanaman hias milik sang ibu, dan juga kolam ikan di dekat area berbatu tempat sang ayah latihan berjalan. Saat ia membuka jendela, angin dari luar bertiup sejuk mengalahkan deru mesin pendingin ruangan.

Sehun merindukan suasana di luar rumah. Sejak kecelakaan tragis yang nyaris menewaskan Hendery, ia tidak mau keluar rumah lagi, dengan alasan apa pun. Ia kembali seperti tahun lalu ketika belum menapakkan kaki di Sky Park. Mendekam sepanjang waktu di rumah seolah tempat itu adalah satu-satunya tempat teraman di dunia. Jika waktu itu ia bersembunyi karena takut pada matahari, kali ini ia mengurung diri karena takut mencelakai orang lain seperti yang terjadi pada Hendery.

Sangat sulit bagi Sehun untuk mengerti bahwa kecelakaan itu bukan salahnya. Ia selalu menyalahkan diri. Menganggap bahwa dirinyalah penyebab kecelakaan itu terjadi. Andai ia tidak memaksa pergi, mereka tidak akan berada di jalanan pada tengah malam sampai harus menjadi korban kecelakaan lalu lintas separah itu. Akibat keegoisannya, ia telah menyebabkan Hendery kehilangan kemampuan syaraf pada sebagian tubuhnya.

Sehun sepenuhnya paham bahwa ia tidak bisa mengembalikan keadaan seperti semula. Ia bukan Tuhan ataupun dewa yang bisa memberi keajaiban untuk kesembuhan Hendery. Maka dari itu, satu-satunya cara yang bisa ia lakukan hanyalah berusaha agar tidak muncul korban selanjutnya. Ia sudah menempatkan banyak orang dalam kesengsaraan, maka sekarang saatnya menebus dosa.

Selama kurang lebih tiga bulan belakang, Sehun mengikuti jejak sang kakak untuk menjadi tahanan. Bedanya, ia menjalani kehidupan penjara yang ia ciptakan sendiri. Ruangan yang serba tertutup, tidak keluar rumah sebelum matahari terbenam, dan mengerjakan tugasnya sebagai karyawan Sky Park melalui sambungan online. Ia yang pernah merasakan kebebasan meski hanya sesaat, mau tidak mau harus menikmati masa kurangan itu lagi, seakan-akan hidupnya memang ditakdirkan untuk berakhir seorang diri.

"Hun," panggil Hendery sembari meletakkan ponsel ke meja. Ia sekarang sama seperti Junghoo. Mengandalkan kursi roda untuk beraktivitas sehari-hari. Memang sangat sulit dan melelahkan, tetapi ia tidak punya pilihan lain. Ia sudah teramat bersyukur karena keluarganya masih dipertahankan di rumah besar Sky Park. Jadi, meskipun harus beradaptasi layaknya seorang bayi, ia harus bertahan.

"Apa?" sambut Sehun tanpa mengalihkan pandangan dari air mancur di kolam ikan.

"Aku ingin makan bungeoppang di kedainya Bibi Sun."

Sehun menoleh dengan alis kiri terangkat. "Tumben sekali kau ingin makan bungeoppang," komentarnya, sebab selama ini Hendery bukan tipe orang yang akan mengatakan apa yang ingin ia makan. Hendery selalu menelan apa yang diberi meski ia memiliki banyak uang yang cukup untuk sekadar membeli makanan. Ia tahu Hendery seperti itu bukan karena berhemat apalagi pelit, tetapi karena selalu mementingkan apa yang ingin dimakan oleh Sehun.

"Ingin saja. Rasanya bosan juga kalau makan roti terus," kata Hendery, tidak bermaksud menyinggung Sehun, walaupun kini ia menyadari ucapannya telah membuat bibir si bungsu menekuk ke bawah. "Tolong belikan aku bungeoppang."

"Bibi Cho bisa membuatnya," kata Sehun. Punggungnya sontak menegak, seakan tahu ke mana arah pembicaraan itu.

Hendery menggeleng. "Apa yang aku bilang tadi? Aku ingin bungeoppang-nya Bibi Sun, bukan ibuku," tolaknya.

"Pesan online saja kalau begitu," saran Sehun sembari meraih ponsel di meja.

"Bibi Sun tidak menerima pemesanan online," sahut Hendery. Berhasil membuat si bungsu melempar kembali ponselnya sebelum sempat dinyalakan. "Kita harus membelinya ke sana."

Prince of The City [Chanhun] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang