[7] Godaan Vallosca

501 53 6
                                    

Ibu membuka pintu kamar perlahan. Barang belanjaannya yang banyak membuat tangannya terasa penuh. Ayah juga membantu ibu membawa beberapa kantung belanjaan. Hari ini sudah genap seminggu sejak ayah keluar dari rumah sakit. Berarti kurang lebih sebulan sudah ketiga anak mereka terbaring lemah tak berdaya. Sudah sebulan lamanya Aletheia, Athena, dan Arete koma tak sadarkan diri.

Dokter yang bertanggung jawab atas Karsha bersaudara tiba di kamar beberapa saat setelah ayah dan ibu datang. Ia ditemani seorang perawat. Perawat itu tersenyum pada ayah dan ibu saat memasuki ruangan. Setelah meminta izin dari ayah dan ibu, dokter memulai pemeriksaan rutinnya.

Keanehan terjadi saat akan memeriksa Aletheia. Tangan kiri Aletheia tiba-tiba terluka dan mengeluarkan darah. Lukanya memanjang dari siku hingga ke pergelangan tangan. Untunglah tidak membuat urat nadinya putus. Dokter, perawat, serta ayah dan ibu kaget melihat kejadian itu. Padahal tak ada yang menyentuh Aletheia sampai dapat menimbulkan luka sebesar itu.

Atas perintah dokter, perawat segera mengambil perban, kapas, dan benda-benda lainnya yang dibutuhkan untuk membalut luka. Setelah mendapat yang diinginkannya, dengan sigap sang dokter membalut luka Aletheia tersebut. Ia juga berusaha untuk membuat pendarahannya berhenti.

Ayah dan ibu menunjukkan wajah panik sekaligus cemas. Mereka tak mengerti dengan kejadian di depan mata mereka. Kenapa Aletheia tiba-tiba bisa terluka dan mengeluarkan darah seperti itu? Dokter saja tak mengetahuinya. Akhirnya mereka yang berada di dalam kamar hanya terdiam heran.

***

Athena panik. Tangan kiri Aletheia terluka sangat parah akibat tebasan pedang Arete saat mencoba melindunginya. Darah mengucur deras dari luka itu dan mengotori rumput hijau di bawahnya. Aletheia terduduk sambil memegang tangannya yang luka. Athena menyobek gaun yang dikenakannya. Sobekan gaun itu ia ikatkan di sepanjang luka Aletheia. Dengan harapan darah berhenti mengalir.

"Arete!" kata Athena pada Arete yang terdiam menatap luka Aletheia. "Apa yang kau lakukan?!" tanyanya dengan membentak.

Arete tak menjawab. Dia membuang pedang yang digunakannya untuk melukai Aletheia. Kemudian membalikkan badannya dan berjalan menjauh dari kedua kakaknya. Dia terus berjalan tak peduli. Anak tangga demi tangga ia naiki. Tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Arete!"

Sekali lagi Athena mencoba memanggil. Tetapi Arete berpura-pura tak mendengar. Dia terus berjalan menelusuri istana menuju kamarnya. Matanya tak menunjukkan sedikit pun rasa bersalah.

Butler Sebastian yang kebetulan lewat bersama Ciel Phantomive melihat peristiwa itu. Ciel segera memerintahkan butlernya untuk mengejar Arete yang sudah jauh berjalan. Sementara Butler Sebastian mengejar Arete, Ciel membantu Athena untuk membawa Aletheia kepada tabib istana.

***

"Tak apa. Lukanya tak parah," kata seorang wanita berambut dan bermata merah.

Ciel dan Athena tak mengomentari sedikit pun perkataan wanita itu. Mereka hanya terdiam sambil menatap Aletheia yang meraba perbannya. Senyum kecil yang ditunjukkan Aletheia membuat Athena merasa khawatir. Perasaan cemasnya bahkan sudah tampak di wajahnya.

"Tapi, Ciel. Kenapa kau membawa Tuan Aletheia kepadaku? Apa keponakanku yang sangat imut ini sedang merasa rindu padaku?"

Ciel berwajah kesal setelah mendengar perkataan wanita merah. "Itu karena hanya Madam Red dokter yang kukenal di sini. Tak ada alasan lain," jawab Ciel membantah perkataan bibinya, Angelina Durless.

"Ouw. Keponakanku ternyata masih malu!"

Madam Red memeluk Ciel. Kemudian mengelus-ngeluskan pipinya ke pipi Ciel. Menggoda sang keponakan tersayang. Ciel bergidik dengan perlakuan Madam Red. Tetapi dia tak mampu berbuat apa-apa. Kecuali pasrah dengan perlakuan yang ditunjukkan Madam Red kepadanya.

Negeri MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang