Bagian 5 (Sorry)

11.9K 1.4K 109
                                    

          "Mulai sekarang, berlajarlah mencintaiku."

         

          Apa dia gila? Mengapa begitu mudah meloloskan ucapan itu dari mulutnya? Dia berkata tanpa beban, seolah ungkapan itu tidak lebih berat dari ucapan selamat pagi. Aku menelan ludah. Julian memang terlalu menganggap remeh sebuah perasaan.


          Kami masih berdansa dan aku menatapnya tajam. Perlahan aku menghirup udara yang seolah kian menipis, lalu aku meperkuat tatapanku. Tatapanku begitu tajam, dan aku harus menahan diriku agar tidak menendangnya.


          "Aku berubah pikiran. Aku tidak mau menikah denganmu!"

          Awalnya kukira Julian akan terkejut, namun dugaanku sepenuhnya salah, dia malah menanggapi ucapanku dengan tenang. "Terserah," ucapnya datar.

"Jika itu maumu, kau punya dua pilihan, pertama aku takkan menikahimu tapi tetap akan membuatmu melahirkan tujuh orang bayi." Dia berhasil membuatku membulatkan mata. "yang kedua, aku takkan menikahimu, takkan membuatku melahirkan tujuh orang bayi, tapi kau harus rela melihat mayat orang-orang yang kau cintai terbujur kaku di depanmu," sambungnya penuh kemenangan. Ini semua seperti bumerang, kini aku yang justru dihampiri emosi.


          Seketika aku mendesah kasar kemudian menurunkan tanganku dari leher Julian, namun aku gagal saat Julian menahan tanganku untuk menjauh. Tubuhku menenggang dan langsung menatap Julian penuh kekesalan. Sialan! Dia benar-benar mempermainkan perasaanku. Aku tahu orang-orang yang ku cintai yang ia maksud adalah keluargaku, keluarga yang telah membesarkanku. Tidak. Itu tak boleh terjadi.


          "Kau mengancamku." Aku ingin sekali menangis detik ini juga tapi aku harus menjaga sikap dan suara di tengah orang-orang ini.

          "Aku tak punya pilihan. Aku memang kejam. Ku pikir kau sudah tahu tentang itu." Julian lantas meraih pinggangku lebih dekat dan membisikkan sesuatu di telingaku. "Jangan membuat keributan atau aku akan melakukan caraku untuk membungkammu."


          Sialan. Emosiku sudah sampai ke titik didih. Aku memberanikan diri menatap Julian dengan penuh amarah. Lantas aku menyerangnya dengan umpatan yang bertubi-tubi.

          "Kau memang sialan."

          "Tidak punya perasaan."

          "Menyebalkan."

          "Aneh."

          "Dingin."

          "Aku membenc——"

          Dan detik itu juga aku merasa duniaku runtuh. Aku tak menyangka Julian menempelkan bibirnya tepat dibibirku dengan begitu cepat. Dan bodohnya aku tidak menarik diri, justru membiarkan ini bertahan selama beberapa detik.

          Jantungku nyaris copot dan duniaku kembali hening. Bibirnya terasa begitu lembab dan kenyal, seluruh diriku kini berjuang keras untuk tidak mengigit bibirnya saat merasakan Julian yang sedikit melumat bibir bawahku, aku diam, tak berdaya memberikan respon apapun selain mematung. Untungya itu hanya berlangsung sekitar lima belas detik sebelum akhirnya Julian

melepaskan bibirnya dan menatapku dengan seringai liciknya.      


          "Aku sudah memperingatkanmu," ucapnya dengan suara yang begitu seksi namun dingin. Seaindainya aku punya kekuatan lebih, seandainya aku tidak lemah, seaindainya dia manusia biasa, seandainnya dia bukan seorang Volter pasti akan ku habisi dia detik ini juga.

The Last SaverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang