Bagian 17 (New Feelings)

11.3K 1K 160
                                    

Frezee

Serena

Theressa

Finick

Felicia

Samuel

Sheryl

Tak henti-hentinya aku mencoba menghafal nama-nama mereka. Jari telunjukku berpindah-pindah dari keranjang kiri ke kanan, bibirku lirih mengucap urutan nama-nama mereka. Aku telah bersabar selama lebih dari 7 hari untuk hari ini. Hari dimana aku bisa mengamati dengan jelas wajah anak-anakku satu persatu. Sudah berjam-jam aku berdiri mengamati mereka semua yang tengah tertidur dalam dekapan selimut hangat yang membuat tubuh mungil mereka terasa begitu nyaman. Para peri pengasuh membantu untuk menjaga mereka selama aku masih dalam proses penyembuhan.

Jangan tanya bagaimana perasaaanku saat ini. Takkan ada satu kata ataupun kalimat yang mampu menjelaskan kebahagiaan ini. Terkejut, tak menyangka, tak tercaya? Tentu saja. Jika diingat lagi, bagaimana gadis sepertiku mampu melahirkan semua malaikat kecil ini?

Awalnya aku sempat kesal karena Julian tak mengizinkanku untuk ikut memberikan mereka nama. Semua nama-nama mereka sepenuhnya berasal dari Julian. Tetapi, begitulah ketentuannya. Di Bixon nama-nama bayi yang baru lahir harus ditentukan oleh sang ayah atau wali jika orang tua laki-laki telah meninggal sebelum anaknya lahir.

Hal itu tentu membuatku sedikit bertanya-tanya tentang nama yang sebenarnya disiapkan oleh ayah kandungku dulu. Aku yakin, sebelum aku lahir dia pasti telah menyiapkan nama untukku. Sayangnya, aku takkan pernah tahu itu.

"Frezee seorang Volter, sepertiku."

Aku tak tahu sejak kapan Julian berada di sampingku. Aku tak menyadarinya sangking terlalu fokus pada bayi-bayiku.

"Aku sudah menduganya." Aku tersenyum dan menatap Freezee, dia begitu tampan dan kini dia tengah menguap dengan mata yang masih terpejam. Tidurnya sangat nyenyak.

"Serena, aku tak tahu ini bakat siapa, mungkin berasal dari garis keturunan keluargamu, dia seorang Dream Bender." Julian mengerutkan kening menatap pada bayi perempuan yang tidurnya paling tenang, bahkan bibir mungil bayi itu sedikit tersenyum seoalah dia sedang bermimpi indah. "Percaya atau tidak, Serena saat ini sedang menjaga mimpi saudara-saudaranya."

"Dia luar biasa." Aku tak bisa menyembunyikan kegagumanku. Mengetahui anak-anakkku memiliki kemampuan istimewanya sendiri.

Lalu Julian melirik ke bayi ketiga. "Theressa, dia memiliki pengelihatan yang jeli. Kurasa dia akan tumbuh menjadi pemanah yang hebat."

Aku menatap Theressa yang sedang mendengkur lembut. "Aku bisa membayangkannya," ucapku lirih, tak ingin sauraku menganggu tidur nyenyaknya.

Julian menghembuskan nafas ketika matanya tertuju pada bayi ke empat. "Finick, dia seperti kakeknya. Ayahku pandai membekukan, tak kusangka kekuatan itu terwaris pada cucunya. Sebaiknya, kau jangan membuatnya kesal."

Aku tertawa pelan, "kau terlihat takut," sindirku lembut.

Julian menggeleng. "Tentu tidak, apalagi saat mengetahui kita memiliki Felicia." Julian menatap bayi ke lima dengan penuh bangga. "Dia bisa meredam emosi siapun dengan ilusi yang ia ciptakan. "

"Itu keren. Kalau begitu dia harus sering berada di dekatmu," sindirku lagi.

Jelas Julian harus sadar bahwa yang emosinya terkadang masih tak terkendali itu dirinya. Tetapi, saat kupikir Julian akan meladeniku sampai ke ajang perdebatan, ternyata aku salah, dia justru fokus pada bayi ke enam.

"Samuel, dia bisa berbicara dengan binatang. Hampir mirip sepertimu." Julian sekilas menatapku.

Aku membalas tatapannya sekilas sebelum akhirnya mataku jatuh pada bayi yang terakhir, yang paling mungil dan menggemaskan. "Kalau begitu, Sheryl pasti mirip sepertiku. Mengendalikan tumbuhan?" Kutebak dengan begitu yakin.

The Last SaverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang