Bagian 22 - Recovery

7.9K 950 94
                                    

Sebelumnya kalo banyak typo maklumin ye, entah file yang udah gue edit dulu lenyap kemana -_- dan gue gada waktu buat edit lagi. So, semoga typonya gak begitu banyak dan ganggu. Vote dululah, ntar lupa wkwk


*****

Seperti tenggelam dalam sebuah pusaran air yang tak berujung, aku merasakan diriku terposok jauh ke dalamnya. Aku tak bisa menjelaskan apa yang aku rasakan. Aku seperti terkurung dalam kebingungan yang luar biasa.

Apa ini?

Apa yang terjadi?

Suara-suara aneh menggema di kepalaku, menghantarkanku pada sebuah rasa pusing yang luar biasa. Ada potongan-potongan gambar yang melayang menjauhiku, menuju ke dalam kegelapan tak berujung. Aku tak memiliki daya untuk meraihnya, aku lebih bingung karena tak bisa bisa menemukan alasan mengapa aku begitu ingin meraihnya. Aku juga tak tahu apa yang pergi. Aku tak tahu apa yang menghilang.

Apakah itu merupakan sesuatu yang penting untukku?

Entahlah.

Apapun itu, aku hanya tahu hal bahwa apa yang pergi itu sudah menghilang sepenuhnya dan, mereka takkan pernah kembali.

*****

"Sychelles!"

Aku tersentak setengah mati langsung membuka mata. Dadaku naik turun bersamaan dengan detak jantungku yang berpacu kencang. Tubuhku berteringat hingga aku bisa merasakan tubuhku basah.

Matak masih terbuka lebar, tak berkedip ketika aku menatap atap berwarna putih polos di atasku.

"Dokter, dia sadar!" Teriak seseorang dengan nada gembira sekaligus panik. Ia berlari menuju pintu dan berteriak lagi lebih keras. Setelahnya ia kembali mengampiriku.

Aku yang masih tegang menoleh ke sisi ranjang, menemukan sesosok wanita paruh baya yang tengah menangis terharu sambil mengusap-usap lenganku dengan penuh kelembutan.

"M—mom?" Bibirku berucap begitu saja ketika otakku spontan menyimpulkan sebuah pesan tak lama setelah mataku meneliti wajahnya.

"Iya sayang, ini aku. Tenanglah, kau akan baik-baik saja." Wanita itu mendekatiku, mengusap dahiku dengan penuh kasih sayang.

Aku tak tahu mengapa ia bisa menangis sehebat ini? Aku bahkan merasakan gemetar. Air matanya terus mengalir seolah ia baru saja merasakan kesedihan yang luar biasa. Usapannya seperti sebuah obat yang menenangkan. Sampai akhirnya debaran kencang yang kurasakan mulai mereda.

Aku masih belum mampu untuk berbicara, tenggorokanku seakan kering. Otakku seakan belum stabil untuk bisa memilih kata-kata apa yang harus kuucapkan. Jadi, saat mereka semua memasuki ruangan dan memeriksaku. Aku hanya diam.

Ayahku berdiri tepat di ujung ranjang, dia menatapku sambil mengusap-usap pelan kakiku. Kemudian belakang ayah, ada seorang gadis berkacamata yang amat kukenali. Grace. Dia menangis di sana, air matanya mengalir deras namun ia menyembunyikan itu semua dibalik punggung ayah.

Sampai sebuah jarum suntik ditusukkan ke lenganku, aku masih tetap diam. Kali ini aku lebih tenang. Cairan yang menyebar ke dalam tubuhku ternyata membawa efek ketenangan yang mampu membuatku merasa nyaman. Kini aku lebih tenang dan lebih bebas memandangi sekelilingku saat sekumpulan orang berbaju putih itu keluar, menyisahkan keluargaku di sini.

The Last SaverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang