anak bandel

295 22 1
                                    

"Doyoung ini sangat cerdas ya, anak idaman sekali"

Sudah berkali-kali Jungwon dengar pujian untuk kakaknya yang memang membanggakan itu. Salah satu hal yang tidak Jungwon sukai dari acara seperti ini adalah orangtua yang terlalu memuji kakaknya. Memang semua ucapan mereka benar, tapi lama-kelamaan menjadi sesuatu yang dilebih-lebihkan.

Sebenarnya Jungwon tidak iri, ia bahkan tidak mengurusi apakah kakaknya memang sehebat itu, yang penting sekarang adalah cara untuk kabur dari ruangan penuh manusia bermuka dua ini. Setiap ia hendak berjalan, sang papa langsung berdehem dan memanggilnya sambil memelototinya.

Sejak tadi ponselnya terus ribut tentang akan berkumpul jam sebelas malam nanti. Sialnya sekarang sudah jam setengah sebelas, Jungwon benar-benar harus menghadiri perkumpulan itu. Maka, dengan sangat memohon pada sang papa dan berbekal mengancam, Jungwon lolos dari acara itu.

Motor kesayangannya sudah melaju dengan kecepatan tinggi menyalip banyak kendaraan hingga tiba di markas tempat teman-temannya berada. Sudah tercium bau asap rokok dan kaleng soda yang penyok.

"Sialan, kalo ngerokok diluar bego!" Kata Jungwon seraya turun dari motornya.

"Hehehe maap maap"

Jisung sebagai pelaku hanya cengar-cengir tak bersoda lalu memadamkan rokok yang tinggal sedikit itu. Ya sebenarnya tidak ada yang mereka lakukan selain berbicara random dan bermain permainan, sih, jadi perkumpulan itu sangat amat tidak penting.

"Nih ya, jaman sekarang tuh orang keren mainnya uno pake tepung!"

"Jaman kakek lu kali!"

Meski memaki Sunghoon, mereka tetap bermain uno menggunakan tepung yang mana malah Sunghoon paling banyak mendapatkan coretan tepung di muka tampannya. Tidak terima, pemuda itu pundung tak mau lagi meneruskan permainannya sambil menggerutu memanyunkan bibirnya.

"Malu tau ga sama bisep lo, udah gede pundungnya gitu"

"Bodo amat! Masa wajah tampan ini jadi kaya badut! Apa kata dunia coba!"

"Dunia bilang, 'gue ketawa banget' gitu"

"Bangsat lu jan begitu lu"

Sunghoon semakin pundung mendengar kata Haechan, tapi yang lain hanya tertawa puas. Padahal mereka hanya bermalasan di ruang remang-remang itu, tapi begitu melirik jam, sudah pukul dua malam. Jungwon langsung panik karena telah berjanji pada papanya akan pulang jam dua belas.

"Sial dua ribu sial! Gue cabut ya gais, bisa hilang ini uang saku gue"

Dalam perjalanan yang cepat itu, Jungwon sibuk melirik jam di tangan kirinya yang seolah bergerak cepat. Setengah tiga pagi, Jungwon baru tiba di rumah. Memarkirkan motornya dan mampusnya, pintu utama belum dikunci. Artinya ada yang masih bangun.

Sialnya, ayah dan papa masih duduk menonton televisi sementara Doyoung baru hendak duduk di sofa. Mampus sejuta mampus, Jungwon hanya bisa cengengesan sambil garuk-garuk tengkuknya dan duduk di salah satu sofa.

"Lagi-lagi janji cuma omong kosong yang adek ucap, mana yang katanya pulang jam dua belas? Adek bisa lihat nggak itu jam di dinding pukul berapa? Padahal papa sudah beri kepercayaan kalau adek bisa memenuhi ucapan yang adek ucap sendiri loh"

"Maaf pa... Bener-bener nggak sadar kalo udah jam segini, bukannya adek nggak bisa tepatin omongan adek, tapi adek lupa, nggak bohong"

"Bau rokok"

Tiba-tiba Doyoung mendekat ke arah Jungwon dan menarik jaket kulit adiknya itu lalu mengedusnya.

"K-kan kalian tau sendiri kalo yang ngerokok si Sun, demi dewa apollo aku nggak ngerokok"

"Ayah sudah lelah, kamu jadi anak sulit sekali diatur. Lama-lama kamu ayah nikahkan juga ya!"

"Loh ayah kok mainnya gitu sih! Jangan kaya jaman neolitikum dong, masa dikit dikit nikah"

"Mangkanya kamu yang gampang kalo diatur, memang pantes anak kecil kaya kamu keluyuran malam-malam gini? Udah ganteng, bening, kaya, siapa coba yang nggak mau?"

"Ya kan anak muda yah, anak muda~ masa sulit diatur, pengennya bebas, dulu bang Doy juga gitu kan"

"Nggak, dulu waktu gue seumuran lo, gue sibuk bangun bisnis"

"Hadeh iyadeh"

"Sudah sudah! Pokoknya ayah sudah buat keputusan, ayah kasih kamu hukuman!"

"Jangan dong yah, uang saku yang kemarin udah menipis buat beli bensin si Helen"

"Kali ini bukan uang saku kok"

"Gawat dong, Helen mau ayah sita ya?!"

"Helen mu itu nggak berarti apa apa, besok juga kamu tau, udah sana semua tidur"

Jungwon menghela nafas lega memasuki kamarnya, bukan uang saku dan motor kesayangannya, mungkin hanya tidak boleh keluar malam atau harus menemani sang papa belanja, itu sih mudah!

Change ⟨ JayWon ⟩Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang