Malam baru saja beranjak. Pemuda itu bersimpuh di lantai ruang tamu apartemennya yang seperti kapal pecah. Wajahnya tertunduk dan kedua tangannya mengusap wajah keruhnya beberapa kali. Rambut yang dibiarkan terurai tampak seperti baru saja tersapu angin tornado mahadahsyat. Mata pemuda itu menatap tajam ke arah lembaran-lembaran lukisan yang masih terpajang di dinding. Lukisan dengan objek gadis yang sama, dalam pose yang berbeda-beda.
"Sial! Kenapa mimpi buruk itu harus datang dua kali?"
pemuda itu merutuk.Dia pun bangkit mendekati lukisan-lukisan itu dan
meraihnya."Selamat datang kembali," suara pemuda itu terdengar
parau. Setengah hatinya terasa kecut, tapi sebelah jiwanya
meletup, mengharapkan sebuah keajaiban terjadi.Pascal, pemuda itu, menurunkan lukisan-lukisan
buatannya satu per satu dan meletakkannya di atas meja.
Dia melepas lukisan-lukisan itu dari piguranya. "Maafkan
aku, Fleur. Kamu memang tidak bisa hidup lagi. Tapi, gadis
itu membuatku seperti bertemu denganmu lagi." Pascal
menelan ludah yang terasa pahit. Dia memandangi lukisan-lukisannya dengan penuh ketegaran.Gigi Pascal bergemeletuk. Dia berusaha keras untuk
bangun dari tidur agar mimpi buruk segera pergi. Bahkan,
pemuda itu ingin mengubah mimpi buruk itu menjadi
mimpi indah."Sudah satu tahun berlalu. Sampai kapan pun,
kamu tidak akan pernah kembali," gumam Pascal sambil
menggulung lukisan-lukisannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARIS, AFTER THE RAIN
Teen FictionIni seperti mimpi! Paris dan kuliner! Setelah semua usaha yang kulakukan, akhirnya aku berhasil mendarat di Paris. Le Culinaire, sekolah kuliner impianku. Semua calon chef ternama pasti ingin ke sana. Aku nggak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, ba...