09 - rupanya tumbal

1K 80 2
                                    

Nama tokoh, tempat kejadian dan konflik cerita ini hanya fiktif belaka.

.
.
.
.

Hari minggu selalu menjadi hari yang Rezel sukai, sebab remaja itu bisa bangun lebih siang dan bermalas-malasan di rumah seharian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari minggu selalu menjadi hari yang Rezel sukai, sebab remaja itu bisa bangun lebih siang dan bermalas-malasan di rumah seharian. Seperti saat ini, bahkan matahari sudah meninggi saat dia memutuskan untuk meninggalkan tempat tidurnya.

Rezel memaku diri di hadapan cermin. Melihat pantulan dirinya yang telanjang dada, hanya dililiti handuk putih yang menutupi pinggang hingga lututnya.

Dia baru saja selesai mandi dan menyadari bahwa tanda yang Na Parama tinggalkan tempo hari terlihat semakin mencolok. Padahal sebelumnya tidak seterang ini warnanya.

Sebuah lingkaran kecil berwarna hitam kini menjadi pemandangan aneh yang harus ia lihat tiap kali bercermin. Na Parama pernah bilang bahwa tanda itu akan redup dan terang menyesuaikan dengan kondisi tubuhnya. Jika Rezel sedang lemah maka tanda itu akan memudar dan begitu juga sebaliknya.

Lamunannya buyar begitu dering ponsel menggema, membuat remaja itu tergelak dan buru-buru berpakaian. Kaos oversize dengan warna sage green dan celana hitam selutut menjadi pilihannya.

Masih dnegan rambut basahnya ia berlari kecil menuju tempat tidur dimana ponselnya berbunyi nyaring tanpa jeda. Rupanya itu telepon dari Bunda yang saat ini sudang berada di luar dengan Ghali.

Pasutri itu, terutama Ghali memang selalu menyempatkan diri untuk menghabiskan waktu hanya berdua. Entah itu makan di luar atau ke tempat-tempat yang Elina sukai. Lelaki berkepala empat itu memang terkenal bucin.

"Ya?"

"Baru bangun ya?"

"Udah mandi." Rezel bergeser sedikit, membuka laci nakas dan mengambil hair dryer untuk mengeringkan rambutnya.

"Tadi Bunda nggak sempat nyiapin sarapan. Pesen aja ya."

"Iya."

Remaja itu merotasikan bola matanya, lagi-lagi Elina bersikap berlebihan. Padahal tanpa diberitahupun ia akan memesan makanan sendiri jika tidak ada makanan di rumah. Seolah dia masih bocah 5 tahun yang ditingggal sendirian.

"Kayaknya Bunda pulangnya nanti malam."

"Nginep aja di hotel sampe aku punya adek."

Tawa Ghali menggelegar diseberang sana dan Rezel bisa mendengarnya dengan jelas.

"Nanti Ayah transfer, Zel!"

Rezel tersenyum kecil mendengar teriakan sang Ayah diseberang sana.

"Udah dulu ya. Kita lagi di jalan. Baik-baik di rumah kamu."

Reze na paramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang