Dandelions

15 0 0
                                    


Kala itu. Dimana hari terasa dingin. Ku melihatnya tengah berdiri seorang diri. Indah rupawan wajahnya berseri. Menatap langit,mengumbar seri dibawah hangatnya sinar sang mentari pagi.

Rona merah timbul dari kedua pipi ini. Diiringi senyum kecil yang tersembunyi.
Namun. Apa daya ini? ku hanya mampu meredam dalam sembunyi. Berjalan menatap ke arah ujung kaki.

Angin berhembus menyela langkahku. Tepat dimana takdir menemukan titik temu. Sejuk dirasa. Namun... Lain dihati.
Sinyal asing apa,yang tertangkap ini?
Efeknya membuat ritme jantungku meninggi.

"Abaikan saja!!!" Hati ini bergumam

Manusia itu...
Yah,benar. Dia bukanlah manusia dari kalangan bangsawan. Tak setetespun darah biru terlihat mengalir dalam arteri tubuhnya. Dia hanyalah manusia fana yang hidup ditengah-tengah semak belukar. Ia tumbuh beriringan dengan musim semi yang terlahir menemani kesendiriannya.

Terik matahari mungkin mampu menarik air dari bumi. Namun,ia tak mampu menarik kehendak darinya.
Guyuran hujan mungkin mampu meluluhkan dedaunan. Namun,ia tak mampu meluluhkan tekadnya.
Badai mungkin mampu meluluhlantakan alam. Namun,ia tak mampu menghilangkan ketulusannya.
Bahkan,jika angin berhembus kencang. Ia akan terus terbang sendiri hingga pengaruh angin itu hilang darinya.
Cintanya yang murni mampu membuatnya bertahan hidup dimana dan dalam segala kondisi apapun.

Mattea. Nama itulah yang pertama kali kudengar dari mulut lain.
Ryuzaki. Nama itu pula yang membuat akalku mencari.
"Mattea Ryuzaki" Nama itulah yang pertama kali terucap dalam uluran tangannya padaku. Senyum manisnya menuturkan awal dari sebuah ikatan.
"Terimakasih," Tanganku berujar membalas sambutan tangannya.

*Purnama tak mampu memancarkan cahayanya tanpa dorongan sang Surya. Begitu pula dengan Surya yang tak mampu kembali menemui senja jika purnama terlena dengan keindahan dirinya.*

Jika aku adalah purnama. Maka Mattea lah yang menjadi suryanya. Begitulah dia datang mewarnai hidupku ditengah kesunyian. Sejak saat itu,lambat laun ikatan pertemanan yang terjalin diantara dua insan semakin rekat.

Angin membawaku dan dirinya ke malam pertengahan musim panas. Telunjuknya mengarahkan kedua jendela mataku pada rembulan yang tengah mempertontonkan kecantikannya. Kecantikan Artemis yang jarang ia tunjukan pada makhluk fana. Kecantikan yang membuat orang enggan untuk tidak tenggelam padanya.

"Aku menyukaimu,sangat..."

Kepalaku menganguk, menyetujui pernyataannya itu.

"Dia memang indah. Sangattt indah..." Ucapku. Bibir ini tersimpul,wajahku merekah menunjukan kebahagiaan pada rembulan malam itu.

"Bukan dia. Tapi,kau." Tuturnya

Kedua jendela matanya menatap dalam kearahku. Menunjukan ketulusan cinta yang ia bawa dalam sanubarinya. Binar matanya berujar,mengharap jawaban yang mampu membuat hatinya tersenyum bahagia.

"Tidak bisa. Dan tak akan pernah..." Ucap lirihku dengan berat

Kuurungan kembali wajah merekahku. Ku berbalik,memalingkan tubuhku membelakanginya. Perlahan,kakiku melangkah menjauhi pria yang tengah terduduk di kuda besi miliknya itu. Ia terdiam,sembari melihat kekecewaan yang tak ingin didengarnya.

*Kini,purnama kembali pada tempatnya.
Berdiri ditengah kegelapan. Terdiam ditengah kerumunan bintang-bintang yang terbungkam.
Menikmati kesunyian teriringi nyanyian hewan malam.
Mencari ketenangan bersama dinginnya angin malam.*

Air menjadi pasang dikedua mata jendela. Sedangkan cahaya, ia tetap bertahan terpancar dalam wajah rupawannya.

"Mattea..." Lirihku

-
-
-

~Bersambung....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Leven ( Your Life )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang