Katamu, jangan pulang dulu.
Masih ada Indomie varian baru, dengan inovasi-inovasi lezat yang akan membuat lidahku jatuh cinta.
Masih ada rintik hujan syahdu, dengan gerimis yang menggelitik.
Masih ada bintang untuk dipandang, mimpi-mimpi yang harus dikejar, orang-orang yang mesti dibahagiakan.
Masih ada apa lagi? Banyak, katamu. Beribu-ribu. Kalau disebut semua, nanti lidahmu bakal kelu.Aku terdiam sejenak. Itu seperti sebuah template, kalimat berulang yang begitu general, yang sering diucapkan orang lain ke sesamanya. Aku sering membaca kalimat semacam itu, namun bukan berarti aku tidak menganggapnya benar.
Kamu benar, kalau aku pulang, aku tidak akan bisa menyesap kopi favoritku, tidak bisa lagi mencicipi varian Indomie terbaru, tidak bisa lagi melihat hujan yang konon katanya syahdu.
Aku tidak akan bisa lagi melihat bintang yang selama ini aku pandangi sendirian, dan kuajak bicara.Kalau aku pulang, aku nggak bisa lagi mengejar mimpiku di sini. Aku wajib berhenti dan harus merelakan semua yang sudah aku pertahankan sampai sejauh ini. Banyak hal yang akan berubah, dan itu nggak akan mudah.
Aku tahu, kupahami konsekuensinya. Aku paham betapa banyak hal-hal yang hilang jika aku tiada,
Tapi tetap ... Aku ingin pulang.Aku sudah tidak memikirkan hal-hal yang kamu sebutkan tadi.
Aku tidak butuh lagi mencicipi Indomie varian terbaru, yang dulunya memang sering kutunggu-tunggu.
Aku tidak butuh lagi, melihat hujan yang dulu kunanti waktu kecil.
Aku tidak mau lagi bermonolog kepada bintang.
Aku tak ada harapan lagi, dalam mengejar mimpi.
Aku siap kehilangan itu semua.Sungguh, mau pulang.
Pulang ke pelukan Tuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tidak, Aku Tetap Ingin Pulang
Short StoryBukan apa-apa, hanya kisah sedih di hari Minggu. ... Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu. ⚠️ negatif vibes dan pemikiran pesimis. Kalau mau motivasi nonton Mario Teguh sj ⚠️