Sekilas

32 8 37
                                    




Anye,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anye,

Katamu, kamu tidak luluh pada pemuda mana pun, kamu tidak bertuan.

Aku tidak kecewa.

Membujuk semesta agar tetap memeluk seluruh isinya biarkan menjadi tugasku.

Katamu, kamu tidak bertuan, Maka jangan lah kamu menjadi puanku.

Jika kamu setuju, aku hanya akan memintamu menjadi seorang teman saja.

Benar hanya teman.

Teman hidup yang mau memeluk tubuhku hingga eksistensi kita di dunia hilang tanpa sisa.







***




"Aku nggak pantas kamu cintai."

Juna menggeleng kuat, bertanda tidak setuju dengan ucapan Anye. "Pantas atau enggak kamu nggak bisa mendebatnya, itu perasaanku."

Anye akhirnya mengangguk, gadis itu beranjak untuk memberi jarak antara keduanya. Saat jarak dirinya dan Juna tak lagi sedekat tadi dia berujar penuh ketegasan. "Kalau begitu cukup sampai disana aja. Biarkan hanya jadi sebatas rasa, jangan sampai berubah menjadi hasrat yang kamu inginkan lebih dari itu."

Juna masih tidak percaya dengan apa yang barusan di dengar oleh telinganya. Dia di tolak. Bahkan sebelum sempat melakukan apa-apa. "Kenapa? Kamu nggak menginginkan aku?"

"Hm," Anye menatap Juna lurus-lurus, kedua mata bulatnya seolah ikut berbicara sarat kepastian. "Aku nggak pernah menginginkan kamu."

"Setelah semua yang aku lakuin buat kamu?" Juna dengan cepat menggeleng, berusaha meralat ucapannya. "Paling enggak, kasih aku kesempatan. Aku pengen ada di samping kamu.. kenapa kamu selalu berusaha mendorong aku pergi?"

"Jawabannya akan tetap sama." Anye menyipitkan matanya, tatapannya pada Juna berubah tajam. "Karena aku nggak menginginkan kamu."

Bohong kalau hati Juna tidak terluka mendengarnya. Perkataan yang terlontar dari bibir tipis Anye seperti belati yang di hunuskan tepat di jantung. Dadanya terasa sakit, sesak, sepersekian detik Juna sulit bernapas. Tapi bibir Juna hanya bisa menyunggingkan senyum pada Anye, sakit hatinya tidak seberapa. "Boleh nggak aku minta di peluk kamu?"

Anye hanya diam memandang tubuh Juna yang menyandar di dinding dengan kepala menunduk, gadis itu tidak mengatakan apapun bahkan gestur tubuhnya juga tidak memberikan jawaban.

"Hati aku sakit Nye, kamu nggak mau peluk aku biar sakitnya hilang?"

"Kalau mau sakitnya hilang, kamu harus nikmatin sesaknya sampai hati kamu mati rasa."

Juna menertawai dirinya sendiri mendengarkan jawaban menusuk Anye, sudut bibirnya tertarik ke atas. "Kalau gitu aku nggak mau sakitnya hilang. Sekalipun sesaknya bikin aku sulit bernapas, aku bakal nikmatin rasa sakitnya sambil memeluk bayangan kamu."

Sudah jelas Anye tidak menginginkan dirinya, lalu apa yang membuat Juna tetap bersikeras mengejar gadis itu? Juna ingin menyudahi kebodohannya, dia ingin merelakan perasaannya yang tidak pernah terbalaskan. Tapi tidak mudah, bayang-bayang Anye tidak pernah meninggalkannya.

Jemin benar, sebelumnya Juna hanya belum menemukan orangnya.

"Lo mungkin bisa bersikap begini sekarang karena belum ketemu orangnya aja, nanti mungkin lo sendiri yang bakal ngesot-ngesot, salto-salto, jungkir-balik-kayang sampai mampus kalau udah ketemu manusia yang bikin lo jatuh cinta beneran."

Perkataan Jemin kembali terngiang-ngiang di kepala, membuat segalanya terasa lebih pahit dari sebelumnya. Sekarang  —begitu dirinya sudah menemukan orang yang di maksud, seseorang yang membuatnya jatuh sejatuh jatuhnya.. orang itu malah tidak menginginkannya.

"Seandainya kamu datang lebih awal." Anye menarik senyum tipis di bibir. Dari gestur tubuhnya Juna bisa melihat gadis itu ingin cepat-cepat melangkah pergi meninggalkan dirinya. "Karena sekarang semuanya menjadi terlambat. Kita ketemu di waktu yang nggak tepat."

"Kenapa gitu?" Juna tidak mengira suara yang keluar dari bibirnya akan terdengar semenyedihkan itu.

"Karena seandainya kita ketemu lebih awal, aku mungkin belum sehancur sekarang."

Anye bahkan tidak mengucapkan selamat tinggal di akhir kalimatnya, tapi gadis itu sudah pergi meninggalkannya. Seolah meninggalkan adalah perkara mudah baginya, sementara Juna masih terbelenggu disini di temani hati yang berdenyut nyeri.

Jennitra Anyelir Pramudita.

Juna ingin meneriaki namanya berkali-kali agar jangan pergi, tapi lidahnya seakan kelu. Kini tubuh Anye sudah tidak terlihat, gadis itu benar-benar meninggalkannya.

Seandainya Anye juga serta-merta membawa pergi seluruh perasaan Juna terhadapnya.. Juna mungkin tidak perlu meneteskan air mata sekarang. Arjuna tidak pernah mengira mencintai bisa menjadi sesakit ini.

 Arjuna tidak pernah mengira mencintai bisa menjadi sesakit ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
















Tbc.

Anyelir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang