Kata orang, "uang bukan segalanya." Prettt kenyataannya pengen pipis doang lo mesti bayar dua ribu cuy. Jangankan pipis, air buat minum aja mesti beli pakai uang, emang lo pada mau minum air keran? Contohnya aja air keran di rumah Juna yang kalau di taruh di emer lama-lama bisa berkerak. Masih bisa bilang uang bukan segalanya di dunia yang apa-apa lo perlu duit?
Juna menghempuskan napas lelah, sesekali menatap muram pada lembar-lembar kertas yang berserakan di meja miliknya. Bermacam-macam tagihan bulanannya bercecer berantakan disana, menjadi satu dengan penggalan-penggalan dari bait lirik lagunya yang tak terselesaikan.
"Apa gue telpon Karin aja?" Juna bergumam sendiri, sibuk menimang-nimang sesuatu sambil sesekali menggigiti kuku-kuku jarinya. Kemudian tangannya tergerak untuk mengambil ponsel miliknya yang tergeletak asal di atara kertas-kertas putih penuh coretan, mendial nomor seseorang disana sebelum akhirnya derit ke-tiga di tempelkannya di telinga.
"Rin?"
"Apa?"
"Galak banget. Pms lo ya?" Juna bertanya langtang merasa tidak terima saat suara Karina terdengar begitu ketus menjawabnya.
"Iya, kenapa?"
"Oh oke, sorry. Mau gue beliin jamu pereda nyeri—"
"Langsung ke inti aja deh, butuh berapa?"
Tuh kan, memang deh adik perempuannya itu super duper peka. Juna jadi terharu. "5 juta ada nggak? Bulan depan gue balikin."
"Bang,"
"Iya?"
"Gue nggak tau deh mesti bersyukur karena udah di kasih abang atau mesti kecewa sama Tuhan karena dia ngasihnya abang modelan macem lo."
"Nyet—"
"Serius deh bang, mestinya gue yang manja-manja minta duit ke elo. Ini mah kebalikannya anjir."
"Lo kasih ngga nih—"
"Buset, udah minjem nggak sabaran pula. Meskipun nggak berhenti ngomel juga tangan gue tetep gerak. Udah gue tf uangnya!"
"Makasih sayang, cantik banget adek akuuu."
"Bang?"
"Hm?"
"Besok-besok kalau lo lahir ke dunia lagi tolong yah jangan jadi abang gue lagi. Udah cukup di kehidupan ini aja—"
"Okedeh sayang, nanti gue sampaikan keluh kesah lo sama Tuhan." Juna langsung menutup telponnya secara sepihak sebelum Karina kembali menghujaninya dengan serentetan kalimat sarat akan dendam kesumatnya.
Untung ada Karina, kalau tidak Juna mungkin harus siap begadang berhari-hari karena harus nyanyi sana-sini demi lembar-lembar uang yang nggak seberapa jumblahnya. Belum lagi dia harus mengerjakan tugas kuliahnya dengan tepat waktu. Huh, —sangat melelahkan. Namanya juga hidup, semakin lo bertambah umur semuanya akan semakin terasa menyesakan, karena kesenangan dan keceriaan yang pernah hadir di masa kecil, semua itu tidak akan lo temukan lagi setelah belajar menjadi dewasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anyelir
Teen FictionKata orang Arjuna Bhaskar Prawira hanya terobsesi dengan uang, lalu dengan tegas pemuda itu akan menjawab "Uang membuat orang berani bermimpi." Bagaimana bisa bermimpi jika tidak punya uang? Arjuna telah melakukan segalanya, mengerjakan apapun yang...