DUA PULUH TIGA

3.8K 453 33
                                    

Vote semakin banyak semakin cepat pula diriku ini up ya gez.
Happy reading cingtah💣

***

Pagi pagi sekali Amora dibangunkan untuk mulai bersiap siap menuju kediaman Duke Phillip.

Dengan segala keterpaksaan yang melanda, Amora tetap harus bersiap siap untuk penampilannya.

"Mereka yang butuh tapi gue juga yang jadi tumbal proyeknya." Dengusnya dalam hati.

Wajah Amora sudah sepat sedari tadi. Wajahnya berkata seolah olah 'Aku malas dengan semua ini. Kalian pergi saja aku mau lanjut tidur!'

Tapi tetap saja kalimat itu tertelan ditenggorokannya. Mana berani dia bicara aneh aneh, ini bukan kawasannya!

Setelah hampir dua jam ia bersiap, Amora pun diarahkan untuk segera berangkat. Kereta yang akan ditumpanginya pun sudah menunggu didepan istana.

"Mereka totalitas banget nyiapin ini semua biar gue mau ketemu keluarga Duke itu." Gumamnya pelan.

Sebelum menaiki kereta Amora menyempatkan diri bertanya pada kusir yang akan mengantarnya, katanya perjalanan akan memakan waktu sekitar enam atau tujuh jam.

Amora tak bisa membayangkan apakah ia akan duduk berdiam diri selama tujuh jam?

Oke, sepertinya selama perjalanan Amora akan tidur. Itu lebih baik daripada harus diam memandang jendela seperti seorang sad girl, iya kan?

Untuk itu karena dirinya memang sudah mengantuk berat akibat kurang tidur serta harus bangun pagi dan di dandani, akhirnya ia pun tidur. Tak peduli jika riasannya akan hancur ketika ia bangun nanti. Bukankah jika penampilannya buruk maka kesan pertama dari keluarganya akan buruk juga?

Nah! Itu dia!

Amora sengaja melakukan hal itu supaya ia tak diterima oleh keluarganya dan ia akan kembali diasingi dan tak diakui.

Mimpi Amora hanya mau menjadi rakyat biasa, bertemu pasangan lalu menikah dan punya banyak anak!

"Rencana gue emang bagus!"

Setelah hampir tujuh jam diperjalanan akhirnya kereta yang dinaiki Amora hampir tiba di kediaman utama keluarga Rodriguez.

Amora sudah terbangun, matanya sudah melihat bagunan megah itu dari jauh. Detak jantung Amora berpacu cepat.

Mansion utama itu besar dan terlihat suram jika dilihat dari luar. Apakah karena faktor tiga laki laki yang tinggal disana membuat mansion itu memiliki kesan suram?

Amora bergidik ngeri, rumah sebesar itu tak dipercantik, padahal uang mereka banyak sekali. Kalau mereka bingung uang mereka ingin diapakan, mending sini kasih ke Amora saja.

"Apa jadinya kalau gue jadi anak tersayang mereka ya? Ehe, ngarep banget gue."

"Dulu aja Mama gak sudi punya anak macam gue gini. Apalagi keluarga Duke itu yang nganggap gue pembunuh."

"Etdah, ngiri gue sama yang punya keluarga lengkap."

"Kapan gue punya keluarga macam keluarga cemara ya?"

***

"Selamat datang di kediaman Duke Phillip nona Amora. Perkenalkan saya Max, tangan kanan Duke Phillip." Ucap lelaki tampan didepan Amora.

Amora membalas salam tersebut. "Terima kasih atas penyambutannya, Tuan Max." Balas Amora mencoba ramah.

"Si Max gue embat sabi lah, cakep juga weh awoakwoak!"

"Maaf karena Duke tidak menyambut anda nona, beliau sedang sibuk dengan agendanya yang padat." Ujar Max dengan nada tak enak hati.

"Ah, tidak apa Tuan Max. Aku tak sepenting itu untuk mereka sambut." Ucapnya disertai senyuman, lebih tepatnya senyuman mematikan

Kalimat yang diucapkan Amora membuat Max sedikit merasa tersindir.

"Apakah karena aku tamu tidak penting lantas aku harus berdiri sampai aku beranjak pulang?" Celetuk Amora pedas lantaran memang ia tak dipersilakan duduk sedari awal ia datang.

Oh ayolah, kakinya terutama tumitnya pasti sudah lecet karena ia memakai heels setinggi tujuh sentimeter dan ia harus berjalan dari gerbang depan lalu masuk menuju mansion besar ini. Jaraknya bukan main!

"Gue jarang pake sendal tinggi begini buset, biasanya pake swallow."

"Kalau begitu mari keruang yang telah kami sediakan untuk menjamu kedatangan nona."

Max, lelaki yang mengaku sebagai tangan kanan Duke Phillip membimbing Amora untuk mengikutinya.

Amora bisa merasakan hawa mencekam ketika ia mulai berjalan mengikuti lelaki di depannya. Amora merasa seperti di perhatikan oleh seseorang dari jauh.

"Setan kali ya?"

"Silakan duduk dan nikmati jamuannya nona Amora, saya pamit sebentar untuk memeriksa sesuatu." Pamit Max undur diri.

Setelah kepergian Max, Amora menatap sekeliling dengan wajah datar. Pandangan matanya tertuju pada beberapa kue serta teh di depannya, tak ada niat untuk ia mengambil jamuan kecil itu.

Alasannya, takut diracuni.

"Nyambut tamu disini kayak tadi itu ya? Gak ada sopan sama sekali."

"Gak ramah bintang dua."

"Jadi kau menganggap bahwa jamuan tamu di keluarga ini buruk?" Sahut seseorang dari arah belakang Amora.

Sontak hal itu membuat Amora menolehkan kepalanya ke belakang. Dilihatnya seseorang sekitar usia empat puluh lima tahun sedang memandang dirinya seolah olah ingin melahapnya sekaligus.

Lelaki itu memiliki beberapa kerutan di ujung matanya. Warna rambutnya persis sama dengan miliknya, abu abu keperakan. Hidungnya mancung serta bibirnya tipis. Walau sudah terlihat tua namun lelaki di depannya ini masih terlihat tampan dan sehat bugar. Karismanya tidak main main, Amora bisa merasakannya walaupun jarak mereka agak berjauhan.

"Jadi, kau tidak menyukai bagaimana perlakuan di rumahku?" Tanya lelaki itu yang tiba tiba sudah ada di depan Amora.

Amora langsung bisa menebak bahwa orang di depannya ini adalah Duke Phillip, ayah kandung dari Amora Rodriguez yang menelantarkan anaknya sendiri.

"Kau bisu?"

Amora menaikkan sebelah alisnya mendengar pertanyaan yang dilontarkan orang tua bangka di depannya ini.

"Anda mendengar saya berbicara tadi, lantas mengapa bertanya dengan pertanyaan bodoh seperti tadi?" Balas Amora tajam.

"Tidak punya sopan santun." Ujar Duke Phillip menohok.

Amora memelototkan matanya. "Dasar tua tidak becus mengurus keluarga." Celetuknya tidak sadar.

Amora yang tersadar akan ucapnya dengan cepat memukul mukul mulutnya sendiri.

"Congor gue ngapa jadi gini dah? Woilah!"

"Parasit. Perempuan tidak punya tata krama." Ujar Phillip dengan datar.

"Apa anda bilang? Tidak punya tata krama? Lantas perilaku anda pada manusia lain seperti apa?" Balas Amora tersulut emosi.

"Kau juga tidak punya tata krama! Minimal sadar diri dulu lah!"

"Perempuan tidak tahu malu."

"Dan ucapannku benar bahwa kau tidak pernah diajarkan tata krama." Ujarnya dengan tajam.

"Bagaimana bisa saya punya tata krama sedangkan keluarga saya tidak pernah mengajarkan hal tersebut?" Ucap Amora menohok. Bibirnya menyunggingkan senyum manis yang terkesan horor.



----------
💣150 vote bisa gak nih?


Sehatt buatt kleann♡







AMORA [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang