Berpamitan

9 1 0
                                    

13 Oktober 2007

Kulihat kedua mata sembab yang telah semalaman menangis. Sungguh! Sebenarnya aku tidak tega melihat pemandangan ini, kedua tubuh tua renta yang merangkulku erat sambil terus mengusap-usap rambutku dengan napas yang tidak panjang.

"Kakek, aku janji deh, nanti kalo liburan sekolah lagi, aku kesini dan main sama kalian. Sekarang aku pergi dulu, ya. Doain Anna, biar sekolahnya pintar. Anna mau Kakek dan Nenek sehat, biar kita bisa sama-sama memetik anggur lagi di deket gua."

Wajah keduanya langsung berubah setelah aku mengucapkan kata terakhir.

"Memetik anggur di dekat gua?"

keduanya saling bertatapan, lalu memandangiku heran.

"Sulastri, tolong tinggalkan kami sebentar." ujar kakek pada pembantunya. Wanita setengah baya yang dipanggilnya pun langsung berlalu meninggalkan kami bertiga, tak lupa menunduk dengan sedikit sunggingan senyum sebelum ia pergi.

"Anna," panggilnya lembut, "kamu lihat gua itu?"

Tentu saja aku melihatnya!

Aku terheran sejenak, pertanyaan dan raut wajah mereka seolah-olah gua itu hanya bisa dilihat oleh orang-orang spesial.

Aku hanya mengangguk bingung menanggapi pertanyaan yang bagiku konyol. Tapi, wajah mereka yang sedaritadi heran, kini tambah heran lagi. Kenapa aku jadi bingung?

"Anna, kamu lihat orang tua yang berdiri di sana?" tanya nenek menunjuk pohon rambutan rindang yang terletak tidak jauh dari halaman belakang rumahnya, tempat aku biasa bermain dan berteduh.

"Dia, temanku." Aku tersenyum kecil, seraya menatap sosok familiar yang sedang duduk di bawah pohon tersebut. Seakan menikmati angin sepoi sore yang menenangkan.

Aku tidak mungkin berbohong dengan mengatakan bahwa kakek-kakek dengan tongkat emasnya itu adalah temanku. Konyol memang? Tapi, sungguh aku tidak berbohong. Dia selalu mengawasiku saat bermain, dia selalu bilang, "hati-hati Anna."
Bahkan ketika aku terjatuh, kakek itu yang pertama kali terpogoh-pogoh menghampiriku dan menanyakan keadaanku.

"Tapi, dia nggak berdiri, Nek. Dia  lagi duduk."

Nenekku tersenyum penuh arti pada suaminya. Mereka adalah orang tua ayahku. Tapi, bahkan sampai sekarang, aku tidak tahu siapa ayahku, seperti apa wujud rupanya, atau bagaimana keadaannya.

  .............

Namaku Anna, Lianna Arsya Putri. Lahir di Jawa tengah, 2002.
Menginjak umurku yang ke-21 tahun, aku baru saja menceritakan apa yang kualami 16 tahun yang lalu.
Saat itu aku baru berusia 5 tahun, ketika liburan sekolah TK ibuku mendaftarkan aku bersekolah di Jakarta, di sinilah tempat aku tinggal sampai sekarang.
Dalam cerita itu, aku adalah gadis kecil yang suka bermain sendirian di bawah pohon rambutan kakek dan nenekku di kampung. Ya! Sendirian. Sejak kecil aku tidak suka bersosial, semua kulakukan sendiri, tanpa teman, tanpa saudara. Tapi adikku lahir 2 tahun setelahku, dan saat itu aku tidak mengerti kenapa dia dilahirkan. Sedangkan aku saja tidak pernah melihat sosok ayahku sejak lahir, mungkin.

Adikku adalah Sofia. Rasanya, tak perlu kusebutkan nama lengkapnya, karena dia saja sudah tiada. Aku sama sekali tidak pernah menduga permusuhanku dengan adikku akan berakhir di tangan perampok, begitulah. Aku suka sekali membahas hal-hal yang membuatku sakit, atau, mengingat kembali luka yang telah kurasakan.
Hubunganku dengan siapapun itu, tidak pernah panjang, ya! Bisa kalian lihat sendiri bagaimana kami berakhir. Maksudku, aku dan adikku.
Hari itu, adalah pertama kali aku mengetahui bahwa aku memiliki kemampuan untuk melihat orang-orang yang sudah mati. Mereka adalah jiwa-jiwa gentayangan yang membutuhkan pertolongan. Tapi terkadang, mereka menetap di dunia karena ingin hidup kembali. Meski terdengar begitu ganjil, alasan mereka itu sangat umum di kalangan 'dunia ghaib'.
Mereka yang tidak menerima takdir, mereka yang selalu meminta lebih, mereka itu seperti anak kecil yang harus dituruti kemauannya, jika tidak maka mereka akan melakukan apa saja untuk melukaiku.
Meski begitu, aku tak bisa untuk tidak menghiraukan mereka. Aku sulit tumbuh dewasa tanpa mereka, karena sebagian dari mereka, menetap di dunia untuk memberi nasihat pada yang masih hidup, mencari orang-orang sepertiku yang bisa berkomunikasi dengan mereka, lalu menyampaikan apa yang ingin mereka sampaikan. Begitulah aku bisa menjalani hidupku yang sepi tanpa sosial, meski orang-orang disekitarku menganggapku gadis aneh, mereka tidak tahu, bahwa aku yang sekarang adalah didikan arwah-arwah baik yang bergantian datang padaku.

   .........

Rumah ini terlihat luas, kosong, hampa, tanpa penghuni.
Meski sebenarnya, ada banyak sekali jenis 'mereka' yang berkeliaran di lorong-lorong, bahkan langit-langit yang mulai retak.
Itulah kesan pertama ketika aku membuka pintu kamarku, setelah sekian lama, aku hidup menyendiri merenungi bagaimana alurku selama ini.
Aku berjalan perlahan sambil menyapukan pandangan ke berbagai arah, melihat 'rumah kosong' yang rapuh. Mungkin jika ada angin yang sedikit kencang, tembok-tembok di sampingku akan mulai retak dan menghancurkanku bersamanya.

"Anna!" panggil si jalang, tante Rosita maksudku.

Ia memelukku erat, menyunggingkan senyuman, seakan bertemu saudara yang telah lama menghilang. Padahal, jika dilihat terlalu dekat, aku ini seperti mayat hidup.

"Kau rindu arwah penasaran?"

Ia langsung melepaskan pelukannya, menatapku penuh arti. "Sayangku, akhirnya kembali. Udah selesai?"

"Apanya." Tidak, itu tidak terdengar seperti kalimat atau kata tanya kan? Karena sebenarnya aku tidak pernah bertanya.

"Anna, tantemu ini, kangen!"

Aku berbalik badan membelakanginya ketika hampir saja ia kembali memelukku, aku benci dipeluk.

"Oh, baiklah. Sayang, tante mengerti."

"Jangan lagi, ya. Jangan kaya gini lagi. Ayo, Nak. Bangkit dari keterpurukan."

Aku hendak melangkah meninggalkan celotehan tak berbobotnya yang hampir merusak gendang telingaku.
Setelah sekian lama aku sendiri, suara pertama yang kudengar adalah kata basi? Yang benar saja!

"Anna!"

Aku mengibaskan tangannya yang mencengkeramku, sebenarnya ia tak benar-benar mencengkeram, sih. Dia hanya tidak ingin aku mengurung diri di kamar lagi, sejak 2 tahun ini dia menungguku, pastinya si jalang tak akan melewatkan begitu saja kesempatan langka ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 19, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Teror Nenek Gayung Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang