SATU: Ajakan

109 8 0
                                    

Farhan Adla Kusuma, nama yang diberikan orangtua kepadaku 17 tahun lalu. Anak satu-satunya yang ada di keluarga Kusuma yang merupakan juragan kost di dekat kampus di ibukota. Walau sudah memiliki pemasukan yang stabil, kedua orangtua ku tetap bekerja seperti manusia lainnya, membuatku merasa sedikit kesepian ketika mereka melakukan perjalanan bisnis.

Namun karena rumahku menjadi satu bangunan dengan kost milik keluarga jadi rasa sepi yang ada di diriku sedikit terlupakan. Aku dekat dengan beberapa mahasiswa yang tinggal di kost, terkadang juga mereka mengajakku pergi liburan bersama teman kampus mereka.

Selama menjalani masa sekolah, aku adalah anak yang termasuk pendiam, aku tidak banyak mengikuti kegiatan sekolah seperti murid-murid yang lain. Di sekolah aku hanya mengikuti ekskul PMR, karena menurutku hanya ini ekskul yang tidak terlalu banyak diminati dan ternyata sejauh ini aktifitas yang dilakukan cukup seru bagiku.

"Farhan, sini deh."

Aku yang baru saja sampai rumah setelah sekolah langsung menghampiri gerombolan manusia yang ukurannya lebih besar dari diriku, di sana bang Marko-mahasiswa yang tinggal di kost bersama tiga temannya sedang duduk berbincang di ruang tengah yang memang disediakan untuk penghuni kost.

"Kenapa bang?" Tanyaku sembari ikut duduk di salah satu kursi kosong depan televisi, aku menatap ketiga temannya itu bergantian sembari tersenyum, hingga tatapanku berhenti di salah satu pria yang terlihat asing, belum pernah kulihat sebelumnya.

Bang Satya salah satu teman bang Marko yang paham dengan tatapanku membuka suaranya, "Ini Gema, adiknya bang Putra yang waktu itu ikut ngerayain tahun baru." Aku mengangguk tanda ingat, lalu menjulurkan tanganku ke arah pria itu, "Farhan."

"Gema." Lelaki berkulit putih itu menyambut tanganku lalu tersenyum manis.

"Jadi kita rencananya mau nanjak gunung, lo mau ikut gak?" Ucap bang Marko sembari membenarkan topi hijau kesayangannya.

Sedikit terkejut mendengar ajakan bang Marko, aku terdiam sebentar, biasanya ketika bang Marko mengajakku jalan-jalan pasti tujuannya adalah pantai. Sebenarnya aku takut karena sering mendengar banyak berita orang hilanng di gunung, apalagi aku tidak suka berolahraga dan fisikku bisa dibilang tidak terlalu kuat.

Tapi di sisi lain aku juga penasaran dengan sensasi naik gunung, apa yang membuat banyak orang yang pergi ke puncak gunung padahal secara logika-ku itu hanya buang-buang energi, ditambah resiko yang ditanggung juga sangat besar, jadi itu yang membuatku penasaran untuk mencobanya, setidaknya sekali seumur hidup.

"Boleh deh bang."

Kebetulan juga minggu depan sudah masuk libur semester, daripada tidak ada kegiatan sama sekali, jadi dengan mantap aku menerima ajakan dari mereka.

Mendengar jawabanku mereka tersenyum senang, setelah itu kita berunding menentukan tanggal dan gunung apa yang akan kita naiki, sesekali beberapa dari mereka juga memberikan beberapa tips saat hiking untuk pemula sepertiku.

Sebenarnya aku sangat senang bang Marko tinggal di kost keluargaku, karena aku bisa merasakan sosialisasi sepertu manusia lainnya ketika berada di sisi bang Marko, ia juga memiliki teman-teman yang seru ketika diajak diskusi ketika aku meminta bantuan untuk mengerjakan tugas, sesekali juga aku pun mengundang mereka main di rumah ketika orangtua sedang pergi ke luar kota.

"Nanti buat persiapan, lo ikut olahraga bareng gue aja." Suara Gema membuatku sedikit terkejut.

"Nah bener tuh, lo kan males olahraga Han, kalo ada temennya jadi gak berasa." Bang Satya menimpali.

Aku pun mengangguk.

Tiba-tiba suara gerbang terbuka terdengar dilanjutkan dengan suara mesin mobil, tak lama masuk wanita paruh baya dengan pakaian formal, wajahnya berseri-seri saat melihatku yang bergabung dengan orang-orang, "Nah gitu dong ngobrol, jangan diem di kamar doang." Ucapnya sembari melangkah mendekat, aku lantas mencium tangannya.

Catatan Farhan (1) : 2821mdplTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang