TIGA: Kebon Batu

41 4 0
                                    

Saat ini kami sedang sarapan bubur ayam tepat di depan terminal Cikajang, terminal ini juga bersebelahan dengan pasar, jadi tidak heran hari sabtu pagi di sini sangat ramai dan sibuk.

Tapi aku tidak bisa berbohong tentang suasana di daerah ini, udara yang sejuk dan pemandangannya adalah gunung Cikuray yang terlihat sangat gagah di belakang sana, gunung yang sebentar lagi akan aku taklukkan.

Bubur ayam di sini memiliki rasa yang sangat enak, dengan uang sepuluh ribu bisa mendapatkan satu porsi komplit yang sangat banyak. Seperti saat ini aku sudah memakan porsi keduaku dengan lahap, mungkin efek akibat makan sedikit tadi malam.

Bang Marko mengusak rambutku, "Makan yang banyak biar nanti kuat, terus pas di atas jangan ngerengek terus ya anak kecil."

Aku merengut, mana ada anak kecil, aku sedikit lagi sudah lulus SMA jadi tolong berhenti panggil aku anak kecil, "Gak lah, gue udah gede nih bang, dikit lagi lulus sekolah, habis itu kuliah dan bisa bebas main ke mana aja, terus punya pacar yang langgeng dari awal masuk sampe lulus kayak di film-film."

Mendengar jawabanku, mereka semua malah tertawa, padahal tidak ada yang lucu.

Setelah selesai sarapan, ternyata tempat untuk memulai pendakian masih setengah jam perjalanan lagi, di dalam mobil aku memikirkan bagaimana nanti proses pendakiannya, karena seumur hidup aku sama sekali tidak pernah kepikiran untuk mencoba mendaki gunung, sama sekali tidak pernah.

Pemikiran-pemikiran lain pun menyerbu kepalaku, mulai dari bagaimana cara mengatur napas agar tidak mudah lelah hingga cara buang air di alam, sedikit menyesal karena aku tidak pernah ikut kegiatan pramuka, di PMR pun aku belum diajarkan cara bertahan hidup di alam bebas.

Aku memerhatikan pemandangan di luar untuk menghilangkan pikiran jelek, aku sadar kalau diriku sebenarnya mudah dialihkan, seperti saat ini aku malah menikmati pemandangan yang sangat cantik di luar sana.

Mobil pun memasuki area perkebunan dengan jalan berbatu dan berlumpur, di kebun pinggir jalan banyak wanita paruh baya yang menatap ke arah mobil kami, sepertinya karena mereka tidak mengenali mobil ini, karena yang aku tau kalau hidup di desa seperti ini semua warganya saling kenal satu sama lain, jadi jika ada orang atau kendaraan yang tidak mereka kenali otomatis akan menjadi pusat perhatian.

Lalu kami berhenti di depan bangunan usang yang mirip dengan bangunan sekolah, di sana sudah ada dua orang yang sepertinya menunggu kedatangan kami. Aku turun terakhir dari mobil setelah mendapat konfirmasi dari bang Marko kalau tempatnya sudah benar dari tujuan kami.

Udara di sini lebih sejuk daripada di terminal tadi, bahkan cukup dingin padahal sudah memasuki jam delapan. Aku berjalan di belakang mengikuti bang Satya dan dua orang yang belum aku kenal, untung saja aku saat ini langsung memakai sepatu gunung yang aku beli kemarin, karena jalanan menanjak dan cukup licin, sepertinya semalam di sini diguyur hujan deras.

Sekitar lima menit berjalan ke arah atas, kami sampai di sebuah rumah cukup besar yang terbuat dari kayu, terlihat cantik karena sepertinya rumah ini sangat terawat. Di depan rumah terdapat dua orang paruh baya yang sepertinya sepasang suami istri.

"Akhirnya sampai juga." Suara berat itu keluar dari pria yang berpakaian serba putih dengan batu cincin besar berada di jari jemarinya, sepertinya orang terpandang di desa ini.

Setelah bersalaman, sang ibu dan bapak ini memperkenalkan diri mereka, seperti tebakkan ku sebelumnya memang benar mereka adalah orang yang dihormati di desa ini, mereka juga yang membangun dan menjalankan pondok pesantren tempat tadi kami memarkirkan mobil.

Kami pun dipersilahkan masuk ke dalam rumah untuk istirahat, tidak tradisional secara keseluruhan karena lantai di rumah ini sudah memakai keramik walaupun dindingnya masih memakai kayu sebagai pemisah. Kami diantar ke lantai dua, di sini malah kesan tradisionalnya lebih terasa daripada lantai satu, walaupun rumahnya luas, di lantai dua ini hanya terdapat dua kamar di pojok, bagian tengah kosong tidak terdapat peralatan apa-apa kecuali stop kontak yang tergantung di pilar kayu di tengah ruangan.

Catatan Farhan (1) : 2821mdplTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang