Awal Cerita

2 0 0
                                    

         Topi dari setengah bola dan dicat dengan warna merah muda sepertinya menjadi tanda paling mencolok untuk di kenali sebagai siswi kelas sepuluh yang sedang melakukan kegiatan MOS. Sementara bagi siswa kelas sepuluh yang mengenakan topi dari setengah bola yang dicat dengan warna biru.
       Papan nama dari kardus yang dikalungkan pada pemilik masing-masing mempermudahku dan murid yang lain untuk mengetahui nama satu sama lain tanpa harus basa basi berkenalan.
        Matahari siang ini begitu terik memancarkan sinarnya. Beberapa siswa siswi lemah jatuh pingsan dan segera mendapat pertolongan dari petugas PMR, entah pingsan betulan atau hanya pura pura, yang jelas mereka akan diperlakukan sama. Mereka akan disadarkan dengan aroma minyak kayu putih dan diberi teh hangat ketika sudah sadar. Bukankah begitu?.
       Dari pandanganku orang yang berminat menjadi PMR bukan berniat tulus, tak sedikit dari mereka yang hanya ingin mendapatkan keuntungan dengan berjaga di belakang dan ikut berteduh ketika ada murid yang pingsan. Mereka juga tidak perlu mengkhawatirkan topi upacara jika saja hilang saat sebelum upacara di mulai, karena mereka cukup datang ke UKS mengambil atribut yang sudah di sediakan oleh sekolah tanpa takut hilang. Sungguh, niat licik yang tertutup perbuatan baik.
       Di depan sana kak Nendra, ketua OSIS belum berhenti mengoceh sok bijak di depan adik kelasnya. Aku tidak habis pikir dengan orang-orang yang bahkan senang repot menjadi orang penting dan harus kehilangan waktu belajarnya di sekolah.
Beruntung aku mendapat barisan tengah, aku tidak perlu memikirkan ekspresi wajahku, bagaimana jika aku memikirkan hal lucu dan senyum senyum sendiri seperti orang gila. Tidak, bukan itu yang ingin ku tertawai tapi, perempuan malang yang bersama teman laki laki nya harus berdiri di depan tiang bendera sejak sepuluh menit lalu, entah dosa apa mereka.
Dari rumor yang beredar, mereka adalah murid kelas dua belas yang sudah biasa menjalani waktu sekolahnya untuk hukuman, ada yang bilang mereka lebih senang di hukum seperti ini karena bisa menghabiskan waktu berdua, dasar bucin goblok!.
        "Jessica putri, silakan maju ambil alih barisan!" Jessica putri? Siapa itu? Namaku Jessela Candrina Puri. Tapi sepertinya yang dimaksud ketua osis itu benar aku. Itu terbukti ketika Orang orang di sekelilingku sudah menoleh ke arahku seolah olah memaksa ku untuk segera maju, khawatir akan dikenai hukuman jika aku tidak maju. Enak saja, dia saja salah memanggil namaku.
Aku yang tidak segera maju membuat Kak Nendra mendatangi barisanku, aku pasrah jika nanti harus dihukum sekalipun. "Kamu yang tadi terlambat kan?, ayo pimpin barisan!"Oh, rupanya karena aku terlambat "Kamu dengar,enggak?" Ucapnya ketika menghampiriku.
       Aku menatap datar manusia sok bijak itu, memang aku sedikit kesal dengan tampangnya itu.
Lagi lagi aku tidak berniat merespon apapun yang dikatakannya. Sepertinya dia sudah kesal dengan sikapku yang menjengkelkan ini, biar saja. Ia mengangkat tangannya, menyibakkan rambut yang menutupi telingaku dan berkata "Rambutnya di ginikan ya Jessica putri, biar dengar kalau di perintah!".
     Aku menghembuskan nafas kasar lalu mendongak menatap matanya yang dilengkapi kacamata yang bertengger di hidungnya, tanganku tergerak untuk membenarkan kacamata nya. "Udah bisa baca dengan jelas belum?"
Papan nama yang terkalung di leherku sengaja aku angkat agar lebih dekat dengan mata minusnya kemudian kutegaskan "Jessela C. Puri, perbanyak makan wortel, minusnya tambah, tuh!"
 
                                  ***
HALLO GUYSKUU!!!

Udah lama banget aku engga update, akhirnya dengan semangat baru aku juga bisa membuat cerita baru!!

Gimana guys? Suka engga sama prolognya? Udah ada bayangan ending?
Pantau terus ya guys ya.....

See u

worthlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang