Part 4: Senjata makan tuan?

1 0 0
                                    

"Tidak bisa ndra, OSIS bukan organisasi main main, untuk masuk OSIS saja perlu adanya seleksi dan kemudian kita pilih sesuai kualisifikasi, apalagi ketua OSIS."

Rapat OSIS kali ini tidak lain membahas soal tantangan Nendra kepada Jessela tempo hari. Di hadiri Bu Ajeng selaku kesiswaan membuat Nendra terlihat bodoh dengan usulannya. Memang benar yang dikatakan Bu Ajeng, untuk mendapatkan suatu jabatan dibutuhkan seleksi.

"Ko pu otak su hilang ka? Su pasti sudah, ko pu rasa special deng adik kelas, iya to?" Sengak Felara dengan logat timur yang sudah sedikit luntur. Fe memang tipikal orang yang blak-blakan, mulutnya yang selalu hilang kendali membuatnya terus menjadi pusat perhatian.

Nendra melirik tajam ke arah fe, merasa tersudut? Iya. "Anak itu memang berniat ikut OSIS atau bagimana, ndra?" Tanya Bu Ajeng. "Dia sudah sepakat mengikuti kegiatan OSIS bu, bahkan dia tahu bagaimana Organisasi OSIS berjalan tanpa pandangan buruk dari warga sekolah, OSIS yang biasanya suka maksa, ngatur dan pandangan buruk lainnya bu"

"Cukup menarik, tapi bukankah sekolah kita punya aturan ndra? Benar yang dikatakan bu Ajeng di awal, untuk menjadi pengurus OSIS saja perlu seleksi, apalagi ketua". "Okey, kalau kamu mungkin capek menjadi ketua OSIS, kamu punya wakil ndra. Wakil bisa gantiin kamu," Luna sebagai Wakil ketua OSIS angkat bicara dan diangguki Bu Ajeng dan pengurus lain.

"Lo udah kehabisan ide buat sekolah? Sampai sampai orang yang belum ada satu bulan di sekolah ini Lo suruh jadi ketua OSIS? Gue akui ide lo bener bener gila, keren! Denah sekolah aja belum apal di suruh ngatur penghuni sekolah" Galang ikut berkomentar.

***

        "Aku engga mau ya kalau namaku ikut keseret masalah kamu sama ketua OSIS itu" Perkataan itu menyambutku yang baru saja mengambil posisi duduk di bangku kesayanganku. Apa maksud Fadil ini? Apakah ini ada hubunganya dengan tantanganku mengikut i OSIS?

Sungguh, aku malas sekali berhadapan dengan makhluk kurang Vitamin A itu. Tetapi bagaimana lagi, gengsi sudah memenuhi ruang di tubuhku, aku tidak mungkin membatalkan kesepakatanku dengannya karena dia akan merasa menang.

Aku bangkit kembali dari posisi duduk yang belum lima menit berlangsung. Belum sampai aku keluar dari pintu kelas Aryan dan Carla dari luar ruangan sudah teriak teriak memanggil namaku.
     "Jess, Jessela" kata mereka bergantian
     "Apa sih!" Mereka mampu membungkam niatku untuk mengoceh dengan sebuah tampilan layar pada ponsel milik Aryan yang di alih genggam oleh Carla. Aku bisa membaca dengan jelas apa isi layar itu, aku tidak buta dan juga tidak minus.

Berniat menjadikan siswi kelas sepuluh ketua OSIS tanpa seleksi, jabatan Nendra terancam lengser.

Dinilai kehabisan ide untuk acara sekolah, dikabarkan Junendra memiliki gagasan untuk memberikan kesempatan kepada kelas sepuluh menjadi ketua OSIS sementara. Hal itu menjadi perdebatan pada rapat OSIS kemarin sore.

Tudingan memiliki rasa kepada siswi berinisial J hingga dituduh bosan menjadi ketua OSIS, Junendra tidak berani angkat bicara.

Luna yang selama ini mendampingi Junendra sebagai wakilnya sampai bertanya tanya, apa gunanya Luna selama ini? sampai sampai Junendra bergagasan mengangkat siswi yang belum sebulan menginjakkan kaki di sekolah ini menjadi ketua OSIS.

Rupannya Junendra berharap OSIS akan lebih maju jika dipimpin oleh orang yang memandang buruk OSIS, katanya ia tahu mana saja yang harus diperbaiki pada organisasi OSIS

Menurut kalian gimana nih guys?

"Jadi trending topik jes" celoteh aryan. Aku menatap Aryan dan Carla bergantian, sungguh aku juga tidak tahu harus bersikap bagaimana sekarang, semua sudah tahu perkara ini. Memang bodoh aku ini, pikiran sempit gengsi selangit, haduh.

Pikiranku kacau, ditambah melihat tingkah Carla di depanku yang tengah asik membentuk permen karetnya menjadi balon.
"Aaaaa, Jess!" Teriaknya ketika aku mengempeskan letupan permen karet yang susah payah dibuatnya, sedangkan Aryan tertawa melihat kekesalan Carla.

"Ewh, lengket Carla"ocehku

"Manusia kurang kerjaan ya gitu," Fadil berkomentar.

Aku melirik tajam kearah Fadil, entah iri atau bagimana, sepertinya manusia satu itu tidak senang akan semua kelakuanku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

worthlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang