Tak terasa sudah hitungan minggu Aufa hadir melengkapi hari-hari Andra, pemuda yang sudah sejak lama menantikan seseorang yang akan menjadi sebabnya bisa tersenyum. Aneh sekaligus bahagia, pada akhirnya wanita super jutek itu bisa berbalik sikap. Padahal, Ia tak punya senjata pelet atau sejenisnya, semuanya tercipta begitu murni.
Bukan hanya Andra, kini Aufa juga punya pelipur lara yang baru, setelah beberapa purnama Ia menyiksa diri untuk memaksanya sedih sendirian. Setalah Andra hadir, Ia bisa sedikit bisa berbagi sedih dan bahagia.
Kadang Ia merasa dirinya ditarik ke masa lalu, saat nama itu melayang di pikiran. Sebab, nama Andra yang lain adalah tokoh paling mengecewakan sebelum Andra yang baru datang dalam hidupnya. "Alex" begitulah Aufa memanggil Andra satu ini, Andra yang membawa sebongkah kebahgaian baru.
"Al?" sahutnya dalam sambungan telepon.
Ya, mereka sudah saling berhubungan lebih intens, bahkan hampir setiap malam keduanya telponan. Anehnya Aufa tak pernah menolak panggilan itu, mungkin wanita itu kini benar-benar sedang membutuhkan pendengar, atau bahkan mulai tak bisa lepas dari Andra.
"Iya?" jawabnya agak bertanya-tanya, sebab nada suara yang dilantunkan agak berbeda dari biasanya, kali ini sedikit serius.
Andra segera memasang seribu sikap, Ia tahu jika kabarnya wanita itu sedang banyak yang mendekati. Andra sadar jika wanita secantik dia memang pantas mendapatkan itu, pantas jika pada akhirnya mengakhiri aksi pendekatannya. Lebih tepatnya memberi kabar jika Ia sudah punya hubungan dengan yang lain, dengan kata lain Andra harus segera mundur dan berhenti menghubunginya. Ia pun menelan ludah dan bersiap-siap mendengar kabar terburuk.
"Kamu ternyata, asyik, ya!" celetuk Aufa.
"Brakk!"
Andra terjungkir, Ia kewalahan menahan tubuhnya saat mendengar kalimat tersebut. Mungkin inilah perasaan yang dinamakan salting, Ia kegirangan saat ternyata sangkaan buruknya ditebas begitu saja.
"Eh, Ada apa? Kok berisik?" tanya Aufa heran.
"Euh, euh, Anu, itu barusan ada kucing." kata Andra ngeles, padahal Ia baru saja terjatuh dari kursi yang didudukinya.
"Dasar kucing aneh, malem-malem gini ganggu orang pacaran!" sambungnya pura-pura marah.
"Hahahaha!" Aufa tertawa renyah, saat mendengar Andra memarahi kucing.
Memang inilah salah satu keahlian Andra, tak pernah tidak membuatnya tertawa. Itulah mengapa Aufa bisa secepat itu nyaman berkomunikasi, baru kali ini Aufa menemukan pria se-spontan itu, pria yang tak pernah memperlihatkan sisi terbaiknya, dialah Andra pria sederhana yang apa adanya.
Bersamaan dengan itu, Andra masih merasa salting dengan kalimat tadi, pipinya juga semakin memerah saat tidak terkendali mulutnya mengatakan bahwa mereka sedang pacaran. Padahal mereka tidak mempunyai hubungan, entah mengapa Andra bisa mengatakan hal itu. Andra sudah bersiap-siap bila mana Aufa menanyakan maksud dari kalimat itu.
"Tunggu, tadi kamu bilang, pacaran?" kata Aufa memastikan.
"Deg!"
Jantung Andra bergetar hebat, benar dugaannya jika Aufa akan menanyakan itu. Salah dia sendiri mengapa berani-beraninya Ia mengatakan hal itu, tapi Andra memang tidak pernah merencanakannya, kalimat itu terucap begitu saja. Ia segera mencari alasan paling masuk akal, hingga pada akhirnya Ia selelu bisa membuat alasan.
"Oh, itu ... kucingnya 'kan baperan, mungkin butuh kepastian, kalau gak digituin, nanti dia ganggu kita lagi, dong." kata Andra meyakinkan.
"Hmmm, ada ada aja ..." balas Aufa tidak yakin.
Namun, apa pun alasan yang terpenting Aufa bisa tetap tersenyum. Aufa menyadari jika ada sesuatu yang disembunyikan dari Andra. Sejujurnya Ia tahu jika Andra sedang berbohong, Aufa tahu jika disebrang sana tidak ada kucing, Andra hanya menyembunyikannya agar Ia tidak terlihat salah tingkah saat Ia mengatakan bahwa lelaki itu asyik.
Saking saltingnya, terbukti sampai Andra keceplosan mengatakan bahwa mereka sedang pacaran. Terlebih lagi, Aufa semakin bisa melihat jelas apa yang sedang Andra rasakan, saat pemuda itu mengatakan jika kucing miliknya baperan dan butuh kepastian. Aufa hanya bisa terseyum dan membayangkan betapa malam itu sangat menyenangkan.
Andra segera mengalihkan topik pembicaraan, Ia merasa jika keadaannya mulai menegangkan, hingga pada akhirnya keduanya kembali mencair dalam pembicaraan yang lain. Malam semakin larut, bersamaan dengan larutnya Andra dan Aufa dalam perbincangan yang tak bisa dihentikan.
"Jatuh cinta memang rumit, kita harus selalu punya alasan dan pengalihan"
"Tunggu, siapa yang jatuh cinta, Thor?" tanya Andra pada penulis.
"Oh, itu kucing." pungkas penulis.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANDRAUFA
Non-FictionAku pernah punya keyakinan jika mencintaimu adalah ketidakmungkinan, terlebih memilikimu. Namun, keyakinan itu pada akhirnya roboh setelah sadar kau telah begitu dekat. Aku kembali memastikan apakah aku sedang bermimpi? Tapi kau mencubitku setiap ma...