Bel istirahat berbunyi, Inilah saat yang tepat Aufa menepati janjinya dnegan Andra. Sejujurnya Ia malu untuk bertemu dengan Andra, namun kepentingan memaksanya. Meski pun sedikit terpaksa, ini juga sebuah kesempatan untuk bisa mengenal Andra lebih jauh lagi, mengenal Andra secara nyata.
Keduanya memang sudah membuat janji untuk bertemu, setelah Aufa membeli minyak sisa praktek Andra dan teman-temannya kemarin, mau tidak mau keduanya harus bertemu untuk melakukan transaksi. Andra sudah siap menampilkan penampilan terbaik versinya. Sesekali benaknya berkata benarkah Andra akan menemui perwmpuan itu? Akan 'kah kamu siap dengan segala resikonya? Bagaiamana jika ekspetasinya tak sesuai harapan? Sambil bertanya-tanya tak terasa wanita yang Andra suruh untuk menghampirinya sudah ada di depan mata.
Dikejauhan, Aufa sudah menunggu penuh harap, sambil memasang penampilan ramah miliknya. Andra terus menjernihkan mata, apakah benar dia perempuan yang akan dia temui, apakah benar wanita yang setiap malam menemaninya sejenis bidadari sepertinya? Ia tidak percaya seolah Andra sedang bermimpi.
Aufa begitu cantik dari kejauhan, apalagi jika dilihat dari dekat. Pakaiannya yang begitu rapi, senyum terbaiknya semakin melengkapi kesempurnaannya.
Tiba-tiba Andra merasa insecure dengan keadaannya sendiri, Ia merasa Aufa terlalu sempurna untuk dirinya, Ia sudah bula untuk memilih tidak menemuinya, demi tidak mengecewakannya. Ia mencari seseorang untuk menggantikannya menemui Aufa, hingga akhirnya Fahrizal lah yang menurut Andra cocok dijadikan umpan.
"Zal, ambil tuh, uang minyak kemarin, malu eyy, gak pede." paksa Andra.
"Idiiih, kan elo yang punya janji," tolaknya sambil menyindir.
"Pokoknya, ambil." pungkas Andra sambil terbirit-birit masuk kelas.
Karena merasa tidak enak, Fahrizal akhirnya menuruti titahnya. Ia segera melenggang menghampiri Aufa, untuk mengambil uang pembelian minyak kemarin.
"Ini, gak usah dikembalian." pungkas Aufa singkat, menyodorkan Uangnya ke Fahrizal dnegan ekspresi kecewa.
Fahrizal hanya melongo melihat tingkah Aufa, wanita itu kemudian berbalik sambil berlari entah kemana. Aufa sepertinya menangis, terlihat saat Ia memberika Uang, matanya sudah membasah. Fahrizal terus memperhatikan kemana Aufa pergi, sambil meneliti apakah benar Ia menangis, fahrizal bulat jika wanita itu benar-benar menangis. Tapi, apa yang sebenarnya terjadi.
Fahrizal segera menemui Andra dan melaporkan kejadian tersebut. Andra tidak percaya dan segera mengecek ponselnya, dan benar wanita itu marah padanya.
"Kenapa malah nyuruh orang lain, aku bela-belain datang kesana demi kamu, padahal aku malu. Tapi, kamu kok gitu?"
"Kecewa, Aku, Ndra!"
Melihat isi pesan tersebut, jantung Andra tiba-tiba berdegup kencang, Ia merasa sangat bersalah sudah melakukan itu. Ia segera menanyakan kemana arah pergi wanita itu. Fahrizal menebak jika Aufa hendak pergi ke ruangan ekstrakulikuler, sebab Ia emamg sering terlihat di sana.
Andra segera berlari menyusul Aufa dengan rasa bersalah, Ia sangat memarahi dirinya sendiri karena telah mengecewakan perempuan yang belum Ia kenal lama. Perempuan yang setiap malam menemaninya, bahkan malam tadi juga masih telponan. Andra harus segera menemuinya dan meminta maaf sebesar-besarnya. Hingga pada akhirnya Ia tiba di sebuah ruangan ekstrakulikuler. Ia melihat sekekliling ruangan itu, hingga akhirnya mendapati Aufa yang sedang duduk menangis menghadap jendela.
"Ndraa?" gertak Aufa mencoba menyadarkan lamunan Andra.
"Kenapa?" tanya Aufa tulus.
"Nggak, itu ... barusan aku inget film azab kubur, hehehe." jawabnya ngeles sambil menyusut beberapa bulir air mata yang tanpa sadar membasahi pipinya.
Ya, Andra baru saja membayangkan kembali cuplikan bagaimana Aufa bisa menangis sederas itu, semua itu karenanya. Sekali lagi Ia mencoba meminta maaf padanya, karena sejak tadi Ia belum mendengar apakah Ia dimaafkan atau tidak.
"Jadi gak di maafin, nih? Yausah deh, aku nangis lagi, huhuhuhu ..." kata Andra sambil pura-pura menagis.
"Tadinya sih, enggak. Tapi, sekarang udah aku maafin, kok." balasnya jujur.
"Bener?"
"Iya ..."
"Bener? Ih apaan sih, Dra ...."
"Hobi banget deh kamu, gitu ...."
Keduanya pun kembali berbincang, Andra sangat kecewa dengan dirinya sendiri. Untung saja Aufa pemaaf, jika tidak entah harus bagaimana Andra harus meminta maaf. Obrolan yang masih diisi rasa canggung itu, tiba-tiba terpotong oleh bel masuk, namun begitu mereka masih asyik mengobrol.
"Aku, janji deh. Gak bakal bikin kamu nagis lagi" pungkas Andra sambil menyodorkan jari kelingkingnya.
Nahas, Aufa tidka membalasnya, Ia malah berlali ke luar sambil menjulurkan lidahnya. Kali ini Aufa menang, kini giliran Andra yang dipermainkan Aufa. Andra hanya tersenyum melihat tingkah kikuknya kini menular pada Aufa, mungkin karwna saking dekatnya mereka akhir-akhir ini.
Andra tidak percaya jika wanita yang awlanya begitu dingin, kini berubah drastis 360 derajat. Jika Andra tidak menemuinya hari ini, hubungan mereka mungkin akan sedikit bermaslah, Ia menafas lega sambil berjalan santai menuju ruang kelasnya. Ditengah-tengah perjalanannya Ia terus mengingat wajah dan segealanya tentang Aufa yang langsung jatuh pada hatinya. Awalnya Andra ragu jika Aufa akan kecewa dengan keadaan Andra yang tak se-keren pria-pria lain disekolah ini. Ternyata Aufa berbeda, wanita Itulah yang selama ini dicarinya, dialah Aufa perempuan cantik yang bisa menerima Andra Apa adanya. Akankah keduanya bersatu atau berpisah? Akankah Andra segera menyatakan rasa cintanya? Atau memilih terus dalam zona seperti ini. Andra berharap, lebih dari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANDRAUFA
Non-FictionAku pernah punya keyakinan jika mencintaimu adalah ketidakmungkinan, terlebih memilikimu. Namun, keyakinan itu pada akhirnya roboh setelah sadar kau telah begitu dekat. Aku kembali memastikan apakah aku sedang bermimpi? Tapi kau mencubitku setiap ma...