Peterpeen Syndrome

47 11 0
                                    

Happy reading🌱
.
.
.


"Adek, Papi tinggal ya". Remaja yang memakai hoodie baby blue itu cemberut.

"Lia, kamu gak ada kuliah kan hari ini, saya titip Ajisaka ya sama kamu". Yang diajak mengobrol masih asik memandang remaja laki-laki yang usianya mungkin tiga tahun di bawahnya.

"Lia, kamu dengar saya?". Lanjut Pak Agung

"E-eh iya pak siap, bapak berangkat aja gak usah khawatir". Pak Agung menggelengkan kepalanya heran kemudian dia keluar rumah untuk berangkat kerja.

Sebenarnya bisa saja pak Agung mengerjakan pekerjaannya itu dari rumah, secara perusahaan tempat ia kerja adalah miliknya sendiri. Tapi, karena ada pertemuan penting dengan client luar negeri jadi pak Agung harus ke kantor.

🌱🌱🌱

Balok-balok kayu ringan di depan Lia berserakan, begitu juga beberapa hotweels yang warnanya sudah agak pudar. Apa bocah ini autis? Kenapa tingkahnya tidak seperti anak seusianya? Pikir Lia.

"Ajis kamu lagi apa?". Tanya Lia lembut.

"Pak Kun! Adek ga mau sama orang ini". Ajis berlari keluar kamarnya ke halaman depan untuk mengadu pada Pak Kun, satpamnya, bahwa dia tidak suka dengan Lia.

Lia mengejar Ajis, tetapi saat dia baru sampai pintu depan, dia melihat Ajis bicara sesuatu pada Pak Kun.

"Pak Kun, Adek mau sama Papi aja. Adek gak mau sekolah, matematika pusing". Rengek Ajis pada Pak Kun.

"Gak boleh gitu toh Den Ajis, Mbak Lia itu baik, coba ngobrol dulu sama dia". Jawab Pak Kun menenangkan.

Lia yang merasa aneh akhirnya menghampiri mereka berdua ke pintu pagar. "Pak Kun maaf, sebenernya Ajis kenapa takut sama saya tapi gak takut sama bapak?".

Ajis yang mengetahui Lia menghampirinya pun berlari masuk lagi ke dalam rumah.

Pak Kun merasa ragu mengatakan sesuatu pada Lia, dia berkali-kali menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dengan tatapan yang kesana kemari.

"Gapapa pak, bilang aja ke saya sebenarnya ada apa". Ujar Lia

"Jadi mbak Pak Agung pernah bilang ke saya kalo Den Ajis itu Pet... pet... sindrom apalah gitu mbak". Jawab Pak Kun

"Pet Sindrom? Maksud bapak manusia yang sifatnya kaya hewan?". Tanya Lia dengan nada suara yang tinggi dan mata melotot. Dia baru mengetahui ada sindrom seperti itu.

"Hush mbak! Bukan itu maksudnya. Maksud saya itu loh orang dewasa tapi sikapnya gak dewasa, masih kaya anak kecil". Lia menganggukan kepalanya mengerti, oh maksudnya peterpen syndrome toh yang dimaksud pak Kun.

"Itu mah namanya peterpen syndrome pak, gimana sih bikin kaget aja". Ujar Lia sambil menepuk lengan Pak Kun, Pak Kun meringis sambil mengelus lengannya.

"Iya mbak gitu maksud saya, jadi Den Ajis harus dikasiih perhatian khusus". Hmm sebenarnya bukan Ajis doang sih yang harus dikasih perhatian khusus, tapi semua kakak-kakaknya juga.

"Mbak pegang jadwal Den Ajis kan? Kalo gak salah Den Ajis masih harus home schooling setiap hari". Ujar Pak Kun

Lia pun membuka ponselnya dan melihat jadwal Ajis yang dikirimi langsung dari Pak Agung. "Bukannya Ajis udah umur delapan belas tahun ya pak? Kan seharusnya sudah lulus".

"Ya... harusnya gitu sih mbak, tapi tahun kemaren agak susah lulusnya soalnya Den Ajis gak mau tanggung jawab sama tugas akhirnya, jadinya gak dilulusin deh. Karena takut ada pembullyan, jadi Pak Agung sekolahin Den Ajis di rumah". Lia mengerti setelah mendengarkan penjelasan dari Pak Kun, sepertinya tugas dia tambah berat sekarang, Lia harus membantu Ajis bertanggung jawab dengan tugas akhir kelulusannya.

Lia pamit pada Pak Kun untuk menghampiri Ajis dan terlihat bocah itu masih enak-enakan makan pizza di ruang keluarga sambil menonton film di ponselnya.

"Hai Ajis". Sapa Lia sambil melambaikan tangannya dan tersenyum lebar, berharap Ajis menerimanya. Namun, Ajis masih tidak menghiraukan Lia.

"Ajis, habis ini kita masih ada jadwal home schooling lho, ayok siap-siap bentar lagi gurunya dateng".

Ajis membawa kotak pizza itu di tangannya dan masuk ke kamarnya lalu menutup pintu dengan keras. Lia tampak lelah sekali, bahkan di hari libur pun ia harus tetap bekerja. Ada pikirannya untuk balik ke rumah, tapi ia gengsi pada sang ayah.

"Ajis ayo kita belajar". Ujar Lia sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar Ajis, rasanya kayak mengurus anak umur 5 tahun yang lagi tantrum.

"Gak mau, gurunya galak". Jawab Ajis dari dalam kamar, lalu Lia menemukan pintu kamar Ajis tidak dikunci, jadi ia memberanikan diri untuk masuk.

Ajis nampak tidak ada di kamarnya, tetapi waktu Lia melihat bed cover yang ditarik dari bawah, Lia tahu Ajis sembunyi di bawah kasur.

"BAAA"

"AAAK"

Lia sengaja mengejutkan Ajis untuk mengalihkan perhatiannya. Ajis keluar dari bawah kasur dan hendak keluar kamar, tetapi pintu kamar terkunci. Lia tidak sebodoh itu, tadi ia sempat mengunci pintu kamar dari dalam dan mengantongi kuncinya agar Ajis tidak bisa kabur dan dia dapat berbicara dengan leluasa.

"Hayoo mau kemana". Lia menutupi seluruh badannya dengan selimut sehingga ia terlihat seperti hantu, Ajis yang melihat itu berlari menjauhi Lia, Lia pun pura-pura mengejar Ajis. Mereka akhirnya bermain kejar-kejaran.

"HAP, yey akhirnya kamu ketangkep sama aku". Lia memeluk Ajis dari belakang, Ajis tidak memberontak melainkan tertawa. Sudah lama Ajis tidak berinteraksi secara aktif dengan orang-orang di sekitarnya.

"Ampun monster, jangan cubit aku, jangan pukul aku". Lia sempat terdiam mendengar itu, padahal ia tidak ngapa-ngapain, Cuma memeluk Ajis dari belakang dan sedikit menggelitiki perut Ajis.

"Ampun monster, jangan cubit aku, jangan pukul aku, itu sakit". Lia pun melepas pelukan nya dari perut Ajis dan mentap Ajis yang ekspresi nya berubah menjadi sedikit ketakutan.

"Ajis kenapa? Ada yang sakit? Tapi tadi aku gak ngapa-ngapain kamu kok". Tanya Lia sambil memegang tangan Ajis.

Tok tok tok

"Den Ajis, ini Miss Lea udah dateng, ayo sekarang waktunya belajar". Terdengar salah satu pembantu di rumah Pak Agung menyuruh Ajis ke luar kamar karena guru home schoolingnya sudah datang.

"Hmmmp, aku takut, gak mau". Ajis bersembunyi di balik badan Lia, padahan badan Ajis lebih tinggin 20 cm dibanding badan Lia.

Lia berpikir sejenak, apa ada hubungannya sama monster yang disebutin sama Ajis tadi?

"Ajis, Kak Lia mau tanya, badan Ajis ada yang sakit sekarang?". Ajis mengangguk dan menunjuk bagian perut.

Lia mau tidak mau menyingkap sedikit hoodie yang dipakai Ajis, dia menemukan beberapa lebam di perut Ajis seperti luka cubitan yang keras. Karena yakin bukan hanya di perut, Lia memeriksa beberapa bagian seperti punggung dan lengan. Benar saja, di lengan kanan Ajis juga ada luka lebam.

Lia segera bangkit dan hendak membuka pintu kamar, tapi Ajis menarik kaki Lia dan menggelengkan kepalanya, dia menolak untuk keluar kamar.

Maafin aku Jis, ucapnya dalam hati.

Dia tetap membuka pintu kamar Ajis dan terpampanglah seorang wanita paruh baya menggunakan seragam pembantu serta seorang wanita dewasa berusia sekitar 28 tahunan menggunakan kaca mata memandang Lia dengan tatapan sinis.

"Oalah mbak Lia, Den Ajisnya jangan diajakin main terus, ini Miss Lea udah nungguin dari tadi gak enak lho". Ujar pembantu yang bernama Bi Ikah itu.

Lia menatap ke belakang untuk memanggil Ajis, tapi Ajis malah sembunyi lagi di balik badannya. Lia mengambil ponselnya dan...

"Halo Pak Agung, saya mau bicara tentang Ajis. Ini mendesak sekali Pak". Lalu Lia menutup ponselnya dan kembali menatap Miss Lea.

"Ayok Ajis, waktunya kita belajar". Ujar Miss Lea sambil tersenyum lebar.



Dik setelah beberapa bulan aku update. Setelah melalui beberapa rintangan dan tantangan perduniawian ini, semangat ya nctzen dan WayzenNi.

Nanti gua update lagi kalo inget, lopyu.

Sugar for Seven Cupid'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang