[Bagaskara sedang tertidur lelap mengingat esok adalah hari pertamanya sebagai kelas 10]
"Gas... Bangun Bagas!" Ucap ibu Bagas yang sudah selesai menyiapkan bekal makan dan minum Bagas.
"Iya bu,bentar lagi Bagas mandi kok" jawab Bagas sembari keluar dari kamarnya
"Beres ngapain kamu? Kayak yang habis begadang aja"
"Iya bu,beres baca buku ini" sembari menunjukan buku yang ia temukan kemarin.
Lalu ia menyimpan buku tersebut ke dalam tas nya,lalu pergi mandi untuk bersiap sekolah.
[Tiba di kelas 10.3 pukul 06.28]
Bagaskara menatap ke dalam kelas melihat bila dia selalu menjadi yang terakhir. Kursi paling depan selalu tersisa bagi dia duduk. Bersebelahan(teman sebangku) dengan Raka aksara,salah satu orang yang masuk sekolah dengan jalur prestasi. Dengan hal tersebut,maka perjalanan awal sekolah Bagas di SMAN itu di mulai.
***
Pelajaran demi pelajaran ditempuh oleh Bagaskara meski dia begitu pasif dalam setiap pelajaran. Duduk di depan tidak menjelaskan dia adalah orang yang rajin. Tidak ada yang mengajaknya mengobrol dan Rahmi sendiri hanya menyapanya. Tetapi itu bukanlah suatu hal yang buruk bagi Bagas yang memang sibuk dengan dirinya sendiri.
"Eh,Gas emangnya lu tuh pendiem ya? Ga bosen lu di kelas mulu" tanya Raka
"Kagak sih,orang gua ada kerjaan(baca buku) jadi kagak jenuh amat" jawab Bagaskara tanpa melepaskan tatapannya terhadap buku yang ia baca
"Bukunya seru ya? Gua ga pernah tertarik yang namanya buku,gua lebih tertarik sama cewe"
"sekarang lu udh punya cewe?" Tanya Bagaskara
"Baru satu sih"
"Lu ga pernah sakit hati sama cewe?"
"Kagak,yang ada cewe sakit hati sama gua sih"
"..." Bagaskara terdiam mengingat sakit hatinya kepada mantannya dahulu
Raka pergi keluar kelas untuk bertemu teman se SMP nya. Sedangkan Bagaskara tidak memiliki teman SMP yang bersekolah disana. Sudah menjadi hal wajar bagi Bagaskara untuk sulit dalam berteman dengan sikapnya yang demikian. Bagaskara sendiri menyadari mengenai sikapnya yang terlalu mengurung diri ini.
Tapi,aku hanya perlu waktu sendiri saja.
***
"Eh lu tau ga dia? Katanya ayahnya mati karena di bunuh oleh ibunya sendiri terus dia sendiri ngebunuh ibunya" bisik gadis gadis di luar kelas menunjuk salah satu siswa di kelas 10.3
Anak tersebut terlihat tidak begitu penyendiri atau lebih jelasnya dia adalah ketua "komunitas" tertentu. Beberapa siswa mengikutinya seperti pelayan yang begitu ketakutan kepada dia. Sesekali anak tersebut bolos dan tidak hadir di beberapa pelajaran. Tentunya dia sering dikabarkan ikut dalam balap liar serta tawuran antar sekolah.
"Heh! Lu yang duduk di depan,culun amat ke sekolah buat baca buku doang" Ucap anak tersebut kepada Bagaskara
"Ahh... Heeh" balas Bagaskara sambil tersenyum dan menganggukan kepalanya lalu pergi keluar kelas
"Hey! Lu mau kemana hah? Berani beraninya lu cuekin gua woi" anak tersebut mengejar Bagaskara
Tetapi Bagaskara hanya bersembunyi di balik pintu kelas menunggu anak tersebut mengejarnya.
"Kenalin,gua Bagaskara Baswara. Anak culun di kelas 10.3" sambil memberi jabatan tangan
"Gua Angga Eka Putra,tapi gajelas amat lu tiba tiba ngajak kenalan"
Lalu Bagaskara pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil. Sepanjang jalan banyak orang menatap Bagas dengan tatapan tajam. Hingga akhirnya Mikha bertanya kepada Bagas mengenai kejelasannya.
"Gas,lu temenan sama si Angga?"
"Yaa... Temen sekelas aja sih,biar saling tau doang"
"Dih apaan tapi kenapa lu bisa ngobrol sampe kenalan sama si Angga padahal lu tau kan dia itu...?"
"Iya iya,gua tau tapi emangnya salah ya?"
"Heh! Kalo dia nganggep lu temen entar lu di incar sama kelompok(komunitas) lain buat jadi tawanan"
"Oh... Gpp deh,terlanjur juga" jawab Bagas begitu singkat dan segera pergi ke kelasnya lagi
Sesampainya di kelas,bel pun berdering menandakan pelajaran berlanjut. Raka datang dan duduk di samping Bagas dengan rambut acak acakan dan keringat di badannya. Lalu Angga di belakang duduk santai dengan kedua kakinya di atas meja.
Tak lama sebuah kertas dari arah belakang mengenai leher belakang Bagas. Tentu saja ia langsung membuka kertas tersebut dan takkan pulang sesegera mungkin. Tertulis pada kertas tersebut bila Rahmi yang melemparnya.
Gua mau kita ketemuan dulu beres sekolah di stasiun biasa
Bagaskara membaca kertas tersebut dan menyimpannya.
[Stasiun 12]
Bagaskara menunggu Rahmi di dekat pintu masuk stasiun karena Rahmi terlambat akibat piket. Rahmi datang kesana dengan rambut begitu berantakan karena rerusuhan ke stasiun. Rahmi takut jika Bagaskara pergi duluan karena menunggunya cukup lama.
"Nih air putih,capek kan lari dari sekolah ke stasiun?" Ucap Bagaskara sambil memberinya sebotol air mineral
"Makasih,tapi gua cuman mau ngasih tau lu buat jauhin si Angga. Dia tuh ketua geng,kalo lu deket sama dia berarti hidup lu bakal terancam!"
"Terus? Emang kenapa?"
"Engga sih,ah gatau aku malah bingung sendiri mikirin kamu,kayaknya kamu udah bisa mikirin diri sendiri juga..."
"Makasih" ucap Bagaskara lalu pergi begitu saja dengan kereta khusus
Perhatian? Apaan coba kagak jelas malah nyuruh jangan temenan.
Keesokan harinya
Bagaskara kembali duduk di tempat biasa dengan teman sebangkunya Raka. Raka menatap Bagaskara dengan tajam seperti mempertanyakan sesuatu. Bagaskara berpura pura tidak menyadari tatapan tersebut,terutama perhatian dari Rahmi.
"Lu yakin temenan sama si Angga? Lu ga takut?" Tanya Raka
"Takut? Lagian kalo dia pengen bunuh gua mah yaa... Bunuh aja ga sih?" Jawab Bagaskara
"Kalo lu kenapa napa,gua gabakal nolongin loh"
"Kayak yang sering nolongin aja lu,lagian cuman temenan doang." Balas Bagaskara
[Angga menatap kantin di dekat kelas terlihat menarik]
[Raka tersenyum tipis mendengar ucapan Bagaskara]
[Rahmi terlihat sedikit cemas kepada Bagaskara]
KAMU SEDANG MEMBACA
Flowers
Teen Fiction"hai,aku Bagaskara" ucapan mengawali awal masa SMA ku di sekolah yang konon dahulu seorang pembunuh bersekolah disini. Dengan beberapa rasa muak dan trauma milik Bagaskara ia berambisi merubah dirinya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan di masa S...