[1] Rama & Mia.

3.3K 79 8
                                    

Sudah berapa tahun? Setahun? Dua tahun? Lebih, semenjak hari ketika Reza meninggalkannya waktu itu, pada kondisi saat ia masih sangat mencintai Reza, ketika mereka masih terlalu muda menyadari sulitnya potensi mereka untuk bersama. Tidak terasa sudah lima tahun Rama hidup tanpa Reza di sisinya, dan sekarang, ia akan menggantikan posisi pria yang mungkin sudah menikah mendahuluinya itu, dengan seorang gadis yang akan mengisi kekosongan hari-harinya, gadis pilihan kedua orang tuanya, yang merupakan anak dari sahabat karib mereka, Mia.

Gadis itu juga yang sewaktu kuliah dulu pernah naksir berat pada Rama, tidak disangka takdir selucu ini untuk langsung mempertemukan mereka di atas altar.

"Rama Anantama, saya serahkan Lamia Hianca Yardaniel putri kandung saya kepada kamu, jaga dia, kasihi dia, berikan kasih sayang, dan nafkah yang cukup kepadanya, hormati dan hargai dia sebagaimana kamu menghargai Ibumu, bangunlah komitmen bersamanya. Putri saya adalah gadis yang rapuh, beritahu dia ketika dia melakukan kesalahan, jangan bentak dia apa lagi bertindak kasar padanya. Dan apabila kamu tidak lagi mencintainya, tolong kembalikan dia kepada saya tanpa menyakiti hatinya, saya membesarkannya seorang diri dengan kasih sayang yang melimpah, dan tolong jangan buat dia menangis." Rama mengangguk, ia mengambil alih tangan Mia dari Ayahnya, belum mereka menaiki tangga Mia sudah menangis.

"Makasih udah percaya sama anak kami ya, Daniel." Ayah Mia tersebut mengangguk, ia mengusap matanya yang berair dengan sapu tangan yang diambil dari saku jasnya.

Di usia yang ke 23 tahun ini Rama resmi melepas status lajangnya, baik Gefa dan kekasihnya Adam, Ody, Alif, serta teman-teman kuliahnya yang lain juga ikut meramaikan acara pemberkatan tersebut, mereka tidak menyangka Rama yang dulu adalah budak cintanya teman mereka, sekarang justru memilih melabuhkan hatinya pada seorang gadis pilihan Mamanya. Mereka masih bertahan di sana bahkan saat resepsi selesai, satu-persatu dari mereka mengucapkan selamat pada pria yang lulus S1 satu tahun yang lalu.

"Kok lo ninggalin gue, sih?" Adam memeluk sahabatnya dengan erat.

"Ya lo cepetan lamar Gefa, ngewe mulu kerjaannya."

"Anjing ngomong nggak difilter," ujar Gefa, "eh, selamat ya, Mia. Semoga langgeng." Mia tersenyum manis dan menerima uluran tangannya.

"Makasih Kak Gefa, Kakak juga cepetan nyusul kita, ya." Ia hanya mengangguk lalu beralih bersalaman dengan Rama.

Ia sedikit berjinjit untuk berbisik di telinga Rama. "Tolong serius sama hubungan lo ini, Ram. Reza udah nikah sama Alyne, lo juga pasti bisa lupain dia," katanya, lalu menepuk pundak Rama dua kali.

"Lo bisikin apa sama Rama, Beb?"

"Ada. Mama!" Gefa memeluk Mama Nanda lalu dibalas pelukan tak kalah erat dari wanita yang sudah seperti Ibu ketiganya itu, ibu yang kedua sih bibinya di rumah, hehe.

"Gepaaa!"

"Selamat jadi mertua lagi ya, Ma. Di rumah makin rame sekarang, ntar tambah anak-anaknya Rama sama Mia." Mama Nanda cekikikan.

"Rame juga mereka mah pulang pas inget doang, ini juga kalo bukan karena nikah Rama mana mau pulang, durhaka dia mah sekarang. Adam, buruan nikahin Gepa dong, kalian udah bertahun-tahun pacaran, nggak capek saling overthinking mulu tiap hari?" Adam menggaruk tengkuknya, ia merangkul pundak Gefa.

"Belum dulu deh, Ma. Kita masih mau ngambil S2 dulu di Oxford, disuruh para sesepuh."

"Ya bagus pemikiran kayak orang tua kalian itu luas, Papa sama Mama mah doa yang terbaik aja, ya." Lama-lama tamu yang datang mulai berkurang, Rama dan Mia juga disuruh masuk ke kamar oleh Mama Nanda sebab sudah larut, kasihan juga mereka pasti lelah.

"Reza apa kabar, ya?" tanya Mama Nanda mumpung hanya tinggal teman-teman Rama saja di sekitar mereka.

"Baik kok, Pa. Dua bulan lalu kita habis dari acara pemberkatan nikahnya Reza sama Alyne, mantan pacar Reza pas semester 3," ujar Ody.

Papa Dion mengangguk, agak perih juga hatinya mengetahui kalau kedua orang yang ia dan istrinya harapkan agar bersatu selamanya itu, kini menempuh jalan mereka masing-masing dengan pilihan yang berbeda. "Bagus deh, kalian ada yang punya kontaknya? Soalnya waktu Papa minta Rama buat ngundang Reza juga, Rama nggak punya kontaknya yang masih aktif." Sontak Adam mengeluarkan ponselnya.

"Ada nih, Adam kirimin, ya?" Kedua orang tua Rama seketika mengangguk senang.

"Tuh udah, kalo gitu kita semua pamit pulang ya, Ma, Pa. Udah kemalaman banget ini, kapan-kapan kita main lagi ke sini." Mereka mengangguk.

"Makasih ya udah dateng, itu bingkisannya jangan lupa dibawa, titip salam juga buat orang tua kalian." Mereka serentak pergi dari hotel tempat berlangsungnya pernikahan Rama dan Mia.

"Telpon sekarang, Ma?" Papa Dion menunjukkan kontak WhatsApp Reza di ponselnya.

"Masih on itu dia, coba telpon aja, Mama kangen." Mereka masuk ke kamar, sambil berganti pakaian Papa Dion menekan ikon panggilan pada kontak Reza.

Terdengar suara operator yang tidak penting sebentar sebelum suara Reza menggantikan.

"Halo?"

"Ma, diangkat, Ma!" Mama Nanda segera mengikat tali piyamanya dan ikut duduk di tepi ranjang.

"Halo, Reza."

"Iya? Dengan siapa saya bicara?" Kedua mata wanita baya itu berkaca-kaca.

"Ini Mama Nanda."

Terdengar jeda dulu dalam beberapa detik sebelum Reza kembali bersuara. "Mama ternyata, apa kabar, Ma?"

"Baik, Sayang." Apa yang ditahan ternyata meluruh juga. "Reza juga apa kabar?"

"Baik juga kok, Ma. Papa di mana?"

"Ini Papa, Nak."

"Papa gimana? Sehat? Masih suka kebangun malem-malem buat bikin mi?" Dion terkekeh, pasti Rama yang memberitahukan kebiasaanya itu dulu.

"Udah enggak, ketahuan sama Mama." Mereka mendengar suara Reza yang terkekeh di seberang sana, "Rama hari ini menikah."

"Oh iya? Siapa calonnya?"

"Mia, satu kampus sama kalian dulu," ujar Mama Nanda.

"Oh Mia, Yang kamu masih inget sama Mia nggak? || Mia siapa, Kak? || Mia yang temen kampus kita dulu, yang sempet naksir sama Rama itu lho. || Ohh, Inget, kenapa emangnya? || Dia hari ini nikah sama Rama. || Oh iya? Kakak tau dari mana? || Ini aku telponan sama orang tuanya Rama." Suara di telepon itu terdengar sangat harmonis.

Mereka sekarang merasa kalau Reza sudah menemukan tambatan hatinya yang tepat.

"Kamu bahagia dengan pernikahanmu, Nak?"

"Bahagia dong, Pa, Ma. Malah Reza sekarang lagi seneng soalnya Reza mau jadi ayah."

Keduanya saling pandang, sepertinya memang ini adalah pilihan yang terbaik. *Puji Tuhan, Mama sama Papa ikut senang dengernya, udah berapa umur kandungannya?"

"Baru tujuh minggu, Ma."

"Wah, tangguh juga bibitnya Reza, Pa." Reza cekikikan.

"Ya udah segini dulu, kamu pasti capek, Mama sama Papa juga mau mandi ini, gerah soalnya tadi tamunya banyak banget," ujar Papa Dion.

"Titip salam buat Rama sama Mia ya, Pa, Ma. Bilangin dapet ucapan selamat dari Reza, kadonya nyusul besok."

"Iya, makasih, ya. Besok kita sampein ke orangnya langsung."

"Siap, good night, Pa, Ma."

"Too.* Saat panggilan selesai, langsung terlihat layar kunci yang menampilkan foto Rama dan Reza lima tahun lalu, yang mereka ambil saat keduanya sedang tertidur di sofa ruang tamu kosan Reza.

Papa Dion meremas bahu istrinya. "Ikhlasin mereka, Ma. Nggak papa, jodoh nggak bakal ke mana, yuk mandi, Papa gosokin punggungnya." Mama Nanda menghela napas berat, ia meletakkan ponselnya di atas nakas lalu masuk ke kamar mandi bersama-sama.

(. ❛ ᴗ ❛.)Rama&Reza(. ❛ ᴗ ❛.)

Rama & Reza [BL Lokal] S2. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang