Seorang gadis terbangun dari tidur lelapnya. Napas terengah-engah menjadi tanda bahwa mimpi yang dialaminya, mimpi keburukan. Keringat dingin mengucur membuat perutnya mulas dan pandangannya waspada memastikan keadaan di sekitarnya. Hening. Gelap.
Dia Elvara. Kehidupannya seakan dihantui oleh prasangka-prasangka terhadap orang lain.
Mimpi kali ini ia mendapati raut muka pria keriput dan mata yang menatap tajam pada Elvara. Ia ingin lari, namun bayangan itu dengan cepat menarik tubuhnya. Seolah kakinya lumpuh termakan dimensi waktu lain. Bahkan sekalipun ia memaksa berlari, tetap saja kakinya berat untuk melangkah. Mata itu sangat menusuk-nusuk pandangan Elvara. Elvara mencoba menutup matanya agar tidak lagi melihat, tetap saja napas pria itu terasa di depannya.
Sinyal jantung membuatnya sadar untuk kembali pada dunianya. Dengan tangan yang masih gemetar, ia ambil gelas berisi air putih yang tertampang di atas nakas. Sayup terdengar suara dari halaman rumahnya. Ia ambil dengan serakah seluruh selimutnya. Ia tutupi seluruh tubuhnya dan menahan dengan kuat selimutnya agar tidak ada yang mampu menarik. Ia tidak peduli siapakah yang berada di halaman rumahnya, yang pasti ia mencari jalan aman untuk tetap berada di bawah selimut.
“Srek ... Srek!” suara langkah kaki menuju depan pintu kamar Elvara.
Elvara merasa bahwa itu bukan manusia. Ia meminta perlindungan pada Tuhan. Sebab hanya itu yang mampu menolongnya. Tubuhnya terbujur kaku. Waswas akan kejadian yang akan menimpanya.
Ia merasa deruan napas berada di atas selimutnya. Bayang-bayang hitam pun terlihat meski tidak begitu jelas karena tertutup oleh tebalnya selimut yang ia kenakan.“Aku salah apa, Tuhan?” batinnya berteriak histeris mengingat apa yang telah ia lakukan.
Bulu tengkuknya kini berdiri tak karuan. Sebab jari jemari itu hendak menarik selimut yang terbalut untuk menjaga tubuh mungil Elvara. Ia hilangkan segala ketakutan. Dengan keberaniannya, Elvara membuka dengan kasar selimutnya.
“Siapa kamu yang berani menggangguku?” teriak Elvara.
Mamanya yang berada di kamar samping, merasa terbangunkan. Ia terlonjak dari ranjangnya dan menghampiri putri satu-satunya itu.
“Ada apa, El?” tanyanya sesampainya ke kamar Elvara.
“Tadi ada makhluk yang ganggu aku, Ma.”
“Makhluk apa? Kamu jangan aneh-aneh, deh. Sudah, kamu tidur lagi aja,” titah Mama Elvara.
“Hati-hati, Ma. Belakang Mama ada dia,” teriak Elvara.
KAMU SEDANG MEMBACA
1863 DAYS
Teen Fiction1863 days yang sudah terlalui. Mencekat yang benar-benar lekat pekat. Seolah hantu mengelilingi raga karena rasa bersalah. Bagaimana cara ia lepas dari benak jiwa? Lepas dari rasa tebak-menebak. Lepas dari pandangan yang berujung overthinking berkel...