Selama berteman dengan Raeshangga, aku nggak pernah merasa dia mendekatiku dengan niat khusus. Meski aku mungkin menyukainya karena dia orang yang lucu dan menyenangkan, tapi kedekatan kami murni hanya karena kami punya minat yang sama, seperti genre musik dan Harry Potter.
Suatu hari, aku hendak menuju masjid sekolah untuk shalat dzuhur. Perjalanan menuju masjid harus melewati kelas Raeshangga, XI IPS 3. Ada teman-teman Raeshangga bergerombol di depan kelas. Berisik sekali sampai celetukan-celetukan dan tawa mereka terdengar dari kejauhan. Kadang malah suka isengin adik-adik kelas yang jalan bergerombol.
"Eh, Mbak Lashanya Mas Angga..." goda Tito saat aku melintas.
Hmm kenapa namaku disebut dengan embel-embel kepemilikan ya?
Aku kenal Tito dan Fadlan sejak kelas sepuluh. Mereka teman segeng Raeshangga. Walau nggak akrab-akrab banget, kalau kebetulan aku sedang mengobrol dengan Raeshangga atau Didan dan mereka ada di situ juga, mereka akan nimbrung dalam obrolan ataupun sebaliknya, kadang aku yang tiba-tiba nimbrung dalam obrolan mereka.
"Eh, Mas Tito..." responku agak malas dengan menyebutnya dengan kata sapaan yang setara seperti dia memanggilku tadi.
Tito lalu memblokir jalanku. "Eh, nggak boleh lewat! Mau kemana nih, Mbak Las?"
Sembarangan aja dia motong-motong nama orang! Emang aku yang buat ngelem besi apa?
"Mau ke masjid, Titooo!" Aku berusaha ke kiri, ke kanan, untuk mencari jalan.
"Password-nya dulu dong!"
"Heeeuuuh... apaan password-nya?" Mulai gemas aku sama tingkah si Tito.
"Rayu Mas Angga."
Kulirik Raeshangga yang sedang bersandar di daun pintu kelas dengan kedua tangannya yang disembunyikan di saku celana. Dia senyam-senyum aja dooong! Hari itu dia memakai sweater merah dengan lambang asrama Gryffindor di dada kirinya. Rambutnya sudah panjang nanggung, sebentar lagi akan menyentuh telinga dan bakal ke gunting Bu Ida, alisnya tebal, bibirnya tipis kemerahan dan ada kumis tipis di atasnya. Aku baru memperhatikan itu. Ternyata... aduh, dia lucu juga yaa...
"Hhh..." aduh, harus banget nih ikutin permainan si Tito? Tapi Raeshangga lagi lucu sih hehehe. Jadi aku ikutin aja permainannya si Tito, "Mas Angga, salat yuk!" Aku sambil sok mengeluarkan nada merayu.
"Jadi imam dek Shanaz juga mau," jawabnya membalas godaanku lengkap dengan senyam-senyum tengilnya.
Mati lah aku, nggak siap dengan reaksi begitu! Dasar orang gilaaa! Wajahku langsung terasa panas. Apalagi pas dia menyebut nama tengahku. Soalnya nggak pernah ada orang yang manggil aku dengan nama tengahku saja. Cuma dia.
"Aiiissshhh, luar biasaaa manuvernya, Anggaaa!" Jerit Fadlan.
"Ooh... panggilan sayangnya Shanaz," komentar Tito.
Yak, kurang keras, biar sekalian sedunia yang dengar! Mereka mulai belingsatan kayak sekumpulan monyet yang habis dilempari pisang. Puas banget kayaknya mereka semua dengar Raeshangga merespon kayak begitu. Aku jadi ikutan tertawa karena tingkah mereka udah kayak anak kecil yang kena sugar rush!
Raeshangga tiba-tiba mensejajarkan diri dengaku. "Yuk!" ajaknya.
Dengan agak salting aku balas, "Ke mana? Yak yuk, yak yuk aja!"
"Salat zuhur ke masjid."
"Waaagilaaa ini sih namanya Mbak Las effect! Akhirnya Angga salat woooy! Kemungkinan nanti sore bakal ujan!" Komentar Fadlan lagi.
Raeshangga hanya senyam-senyum tengil sambil melangkah, melewati Tito, Fadlan, dan Didan. Aku mengikutinya, membuat Tito berlagak bak pengawal kerajaan yang memberikan jalan untuk ratunya. Yang terdengar di telingaku kemudian adalah mereka bernyanyi dengan kencang sambil menepuk-nepuk tangan, "Hawa tercipta di duniaaaa untuk menemani sang adaaam... begitu juga dirimuuuu tercipta tuk temani akuuu..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Favorite Playlist
Teen FictionTakdir selalu memiliki alasan kenapa dua orang harus bertemu. Kadang pertemuan itu terjadi terlalu cepat. Seperti Lasha yang terlalu dini mengenal Raeshangga. Ini kisah mereka sebelum Lasha menyesalinya dan berharap mereka tidak bertemu secepat ini.