Bab 2: kehidupan awal

2 0 0
                                    

Lara kini tumbuh menjadi remaja yang cantik, namun semasa sdnya hingga kini ia menduduki smp kasih sayang dari sang ibu nampaknya mulaii hilang.

"Bun, Lara minta uang saku dong"
"Nih"

Walaupun ia memiliki banyak harta namun ia tetap merasa ada yang kurang, ya itu kasih sayang dari sang bunda.

"Bundaa besok bunda dateng kan ke sekolah Lara sama ayah????"

yap sekolah Lara sedang mengadakan gelar karya siswa tentunya itu akan jadi gelar karya yang mewah.

"Ngga biar ayah saja, bunda sibuk gabisa" ucap sang bunda.

"Bunn besok Verrel mau tampil band, bunda lihat ya??"

Perlu kalian ketahui Vano dan juga Verrel hanya selisih 1 tahun saja sedangkan dengan sang adik yaitu Lara selisih hampir 7 tahun dengan sang abang pertama yaitu Vano.

"Verrel sayang, kamu tidak usah bertanya bunda pasti datang dong, dimana sayang?" sang bunda membelai halus kepala Verrel.

"Di daerah Jakarta Pusat bun, nanti buat bunda tiketnya VVIP deh hehehe" ucap Verrel.

Mereka ngobrol tanpa melibatkan Lara. Lara nampak sakit hati sekali.

"Bun, bang Lara ke kamar dulu"

Sesampainya dikamar Lara menangis sejadi jadinya. Mengapa ia ditakdirkan menjadi anak perempuan, ia sangat iri dengan kedua abangnya yang mendapatkan kasih sayang sepenuhnya dari sang bunda.

"Ngga aku gaboleh nangiss, tapi bunda jahat" Lara menangis hingga tertidur.

"Lara sayang bangun ayo makan dulu" sang ayah mengetuk pintu.

Lara membuka pintu dengan mata sembab.

"Lara, sayang kenapa menangis??" tanya sang ayah khawatir

Lara dengan cepat menghapus air matanya. Ia tak ingin ada seorang pun yang mengetahui jika ia tadi menangis.

"Aku gapapa yah, besok dateng kan ayah?"
Lara sangat berharap sangat ayah datang, hanya sang ayah harapan satu satunya.

"Iya sayang ayah besok datang"

Pagi hari pun tiba. Lara mempersiapkan diri sebaik mungkin. Ia berangkat dengan kedua abangnya walaupun berbeda sekolah.

Saat di mobil, Verrel bertanya kepada Lara.

"Lo kenapa berharap bunda dateng? Udah tau ga akan bisa gantiin gw"

Lara hanya bisa tersenyum. 

Vano yang mendengar itu sontak membela Lara.

"Lo egois tau ga rel? Lo itu udah besar udah dewasa kapan bisa bersikap dewasa?"

"Apasi bang, gw juga mau bunda dateng"

Lara yang sudah pusing mendengarkan perdebatan lalu ia keluar dari mobil tersebut.

"Udahlah pusing bang, bang Verrel ambil aja bunda toh juga bunda ga akan dateng ke sekolah gw"

Lara keluar dari mobil dengan meneteskan air mata. Lara bergegas menghapusnya. Ia menunggu taksi yang lewat.

Sedangkan di mobil Verrel dan Bank terus saja berdebat.

"Banyak bacot lo rel, diem ga lo sebelum gw keluarin dari sini"

Vano pun memutuskan untuk menghampiri Lara yang belum menemukan taksi.

"Lar ayo naik ke mobil, tenang aja abang ga akan berantem bang Verrel juga akan diem kok, kamu tenang saja ya" Vano memeluk dan membelai lembut kepala Lara.

"Bang Lara cape berantem mulu, Lara gaa berguna ya?"

"Lara jangan bilang gitu, sudah ya"

Mereka melepas pelukan tersebut dan kembali ke mobil.

"Wkwk balik juga ni beban" ucap  Verrel kepada Lara.

Lara hanya terdiam. Vano pun hanya menatap tajam ke arah Varo. Verrel yang di tatap pun tak peduli.

Sesampainya di sekolah Lara....

Lara turun dari mobil namun sebelum itu Verrel berkata "Semoga acara lo gagal"

Kira kira bagaimana ya respon Lara???

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sang pecinta laraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang